Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - International Union for Conservation of Nature menjelaskan bahwa burung rangkong gading berstatus sangat terancam punah (critically endangered). Penyebabnya adalah perburuan untuk perdagangan ilegal. Burung rangkong gading atau rhinoplax vigil habitat hidupnya ada di hutan-hutan Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti Rangkong Indonesia Yokyok Hadiprakarsa menjelaskan bahwa sebagian besar perburuan burung yang dikenal dengan sebutan enggang itu ada di Kalimantan Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Burung rangkong gading bisa mati karena perburuan dalam jumlah banyak karena hidupnya berkelompok," katanya saat lokakarya bersama Yayasan KEHATI, Tropical Forest Conservation Action (TFCA) Kalimantan, dan Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ), di Jakarta Selatan, Rabu, 28 Agustus 2019.
Menurut dia, burung rangkong memiliki banyak nilai untuk keasrian hutan, budaya, dan ekoturisme bagi pelancong yang suka menjelajahi hutan."Burung rangkong gading butuh hutan sebagai kebutuhan untuk berkembang biak," tuturnya.
Burung rangkong gading adalah satwa pemakan buah. Uniknya, berat rangkong gading 13 persen berada di bagian kepala. Suara kicauan rangkong gading ini mampu menjangkau radius 3 kilometer.
Cara hidupnya dengan membuat sarang di lubang pohon. Namun, Yokyok menjelaskan bahwa burung rangkong gading tidak membuat lubang di pohon. Tetapi lubang di pohon yang terbentuk secara alami.
"Burung yang betina akan tinggal di dalam lubang. Betina menunggu jantan membawa makanan," katanya. Ia menambahkan bahwa rangkong gading termasuk satwa yang memerlukan waktu lama untuk berkembang biak. Lama waktunya sekitar enam bulan untuk menghasilkan satu anakan.
Kepala rangkong yang dijadikan suvenir dan berbagai kebutuhan lainnya, membuat rangkong gading mendekati punah. Foto: @timlaman
Semua jenis rangkong dilindungi sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Namun bukan berarti rangkong lepas dari ancaman. Penyebabnya, karena jumlah permintaan pasar yang tinggi, sehingga marak perburuan untuk perdagangan ilegal.