Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Keunikan Azan Pitu di Masjid Agung Ciptarasa Cirebon, Begini Kisahnya

Masjid Agung Ciptarasa merupakan masjid tertua di Kota Cirebon. Masjid ini memiliki tradisi unik yaitu azan yang dilakukan 7 muazin atau azan pitu.

25 Maret 2024 | 09.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tujuh orang muadzin melantunkan Adzan Pitu saat salat Jumat di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat, 25 Desember 2015. Tradisi Adzan Pitu menjadi tradisi unik yang dimulai sejak masa Wali Songo. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu masjid bersejarah di Kota Cirebon, Jawa Barat adalah Masjid Agung Sang Ciptarasa yang konon dibangun pada masa Walisongo. Bangunan ini telah menjadi ikon dan destinasi wisata religi yang wajib dikunjungi ketika berada di Cirebon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Masjid Agung Ciptarasa bermula dari kata Sang Cipta Rasa, kata Sang bermakna keagungan, Cipta berarti dibangun dan Rasa yang diambil dari arti digunakan. Namun, masjid yang terletak di area Keraton Kasepuhan ini dahulunya Masjid dinamai Masjid Pakungwati oleh penduduk sekitar komplek keraton. Seiring berjalannya waktu para pendatang yang datang lebih terbiasa mengatakan Masjid Ciptarasa. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari sumber cagarbudaya.kemdikbud.go.id, Masjid Agung Sang Cipta Rasa terletak di Jl. Kasepuhan No.Komplek, Kesepuhan, Kec. Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat 45114. Sejarah masjid ini dibangun oleh Walisongo yang diinisasi oleh Sunan Gunung Jati pada 1498. Meskipun sudah ratusan tahun berdiri, masjid ini tetap kokoh dan masih digunakan sebagai tempat beribadah hingga saat ini. 

Hal yang menarik dari masjid ini selain marena sejarahnya, dikutip dari Universitas Swadaya Gunung Jati ada tradisi turun temurun yang masih dilakukan, yaitu Masjid Agung Ciptarasa setiap hari Jumat melantunkan azan yang tidak dilakukan oleh hanya seorang muazin, melainkan tujuh orang sekaligus secara bersamaan, yang dikenal dengan tradisi azan pitu.

Ciri khas lainnya, para muazin yang memakai pakaian khusus. Enam orang muazin memakai jubah berwarna hijau dan sorban putih. Sedangkan satu orang berjubah putih dan bersorban hitam. 

Namun, di waktu tertentu tujuh orang muazin juga menggunakan jubah dan sorban berwarna putih. Jubah ini harus dikenakan bagi setiap orang yang melantunkan azan pitu, sebagai penanda dan pembeda dengan jemaah lainnya.  

Meski dilantunkan oleh tujuh orang secara bersamaan, suara adzan para muazin pitu tetap terdengar merdu. Panjang pendek nada azan ke tujuh muadzin adzan pitu ini terdengar seirama. 

Dikutip dari Antara, Moh Ismail salah satu muazin azan pitu yang juga menjadi pengelola DKM Masjid Agung Sang Cipta menjelaskan sejarah dikumandangkannya azan tujuh itu dipercaya sudah dilakukan sejak masa Sunan Gunung Jati. Awalnya itu merupakan siasat istrinya, Nyai Pakung Wati karena ada tokoh yang berniat buruk terhadap para muazin yang azan di masa itu. 

Kala itu masjid sangat ramai dikunjungi masyarakat yang telah memeluk agama Islam. Hal itu membuat satu tokoh bernama Menjangan Wulu iri. Menjangan Wulu merupakan tokoh sakti yang kemudian berniat untuk mencelakai para muazin. Menurutnya, para warga yang datang ke masjid karena suara azan yang dikumandangkan. Akhirnya ia meletakkan racun di atas masjid. 

Akibatnya, racun tersebut membuat orang yang melantunkan azan saat itu langsung sakit. Melihat hal itu Nyai Pakung Wati memerintahkan muazinnya untuk ditambah menjadi dua orang, namun masih saja musibah itu terjadi.

Kemudian muazin terus ditambah untuk menangkal serangan racun itu sampai enam orang yang azan, akan tetapi masih juga terkena serangan racun. Ketika jumlah muazin ditambah satu lagi, menjadi tujuh, racun yang berada di atas masjid meledak. Seterusnya azan tetap dilakukan oleh tujuh orang untuk mengantisipasi serangan.

Setelah dirasa sudah kondusif, azan tujuh dialihkan hanya untuk salat jumat. Tradisi tersebut masih berlanjut hingga sekarang. Keunikan inilah yang membuat Masjid Agung Ciptarasa ramai jamaah yang hendak menyaksikan kumandang merdu dari tujuh muazin. 

SAVINA RIZKY HAMIDA | PUTRI SAFIRA PITALOKA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus