Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Terhitung setidaknya telah 15 kali Pemerintah Kota atau Pemkot Solo kalah dalam gugatan melawan ahli waris lahan Taman Sriwedari, Keluarga KRMH Wirjodiningrat. Meski begitu, Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka bertekad untuk terus memperjuangkan Taman Sriwedari agar tetap menjadi milik Pemkot dan warga Solo.
Hakim Pengadilan Negeri atau PN Solo menolak gugatan secara derden verzet atau melalui pihak ketiga yang dilakukan Pemkot Solo pada sidang yang digelar Rabu, 8 Juni 2021 lalu. Forum Komunikasi Putra-Putr Purnawirawan Indonesia atau FKPPI yang menjadi pihak ketiga tersebut menyatakan tidak akan menyerah dan akan naik banding, meskipun ahli waris menyebutkan bahwa langkah Pemkot sudah mentok.
Taman Sriwedari sendiri merupakan sebuah kompleks pertamanan yang berada di Kecamatan Lawiyan, Surakarta. Taman Sriwedari telah menjadi tempat penyelenggaraan tradisi hiburan Malam Selikuran di Solo sejak masa Pakubuwono X. Selain itu, taman yang menyimpan warisan kebudayaan ini juga pernah menjadi tempat diselenggarakannya Pekan Olahraga Nasional atau PON yang diadakan untuk kali pertama pada 1948 silam.
Taman Sriwedari juga dibangun oleh Pakubuwono X di tanah KRMT Wirjodiningrat, kakak iparnya. Tanah tersebut dibeli dari Johannes Buselar yang merupakan orang Belanda, pada 1877 dengan status tanah RVE atau Hak Milik. Setelah terbit UU Pokok Agraria September 1960, oleh keluarga KRMT Wirjodiningrat status kepemilikan tanah didaftarkan kembali pada 1965, namun upaya tersebut hanya membuahkan hasil status hak guna bangunan. Sejak saat itulah sengketa antara Pemkot Solo dengan keluarga KRMH Wirjodiningrat terhadap hak kepemilikan lahan Taman Sriwedari dimulai.
Terlepas dari kasus sengketa tersebut, di Taman Sriwedari terdapat Gedung Wayang Orang atau GWO Sriwedari yang dijadikan tempat untuk pertunjukan seni daerah, yaitu wayang orang. Wayang orang ini dipentaskan dengan mengangkat kisah berdasarkan berita Ramayana dan Mahabharata.
Tak hanya itu, pada kesempatan tertentu, GWO Sriwedari juga menggelar pertunjukan wayang orang gabungan dari Wayang Orang Sriwedari dengan Wayang Orang RRI Surakarta. Bahkan sejumlah seniman wayang orang dari Jakarta, Surabaya atau Semarang kadang juga ikut melakukan pertunjukan di GWO Sriwedari ini.
Selain digunakan sebagai tempat untuk menyelenggarakan pertunjukan seni wayang orang, GWO Sriwedari juga dapat dipakai atau disewa sebagai gedung untuk pentas seni remaja, acara wisuda maupun acara lainnya seperti pembukaan sekolah.
Dari segi bangunan, GWO Sriwedari menggunakan dinding transparan dari kaca di sebelah utara dan selatan, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi penggunaan listrik untuk penerangan dalam gedung, selain itu desain ini juga dimaksudkan agar masyarakat kelas bawah yang tidak dapat masuk atau tidak bisa membeli tiket dapat menikmati pertunjukan dari luar gedung.
Akibat konflik sengketa antara Pemkot Solo dengan ahli waris lahan tersebut, saat ini kondisi GWO Sriwedari kurang terawat. Ditambah masyarakat yang sudah mulai tidak antusias menonton pertunjukan wayang orang, selain itu penyewa gedung juga lebih memilih menyewa gedung lain untuk mengadakan acara lantaran kasus tersebut.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca: Taman Hiburan Rakyat Sriwedari SOlo Memilih Tutup Selamanya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini