Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Saat tsunami menerjang pesisir Aceh 26 Desember 2004, Ulee Lheue adalah salah satu wilayah yang rata dengan tanah. Dari 6 ribu-an warga desa ini, lebih dari separuhnya menjadi korban. Bahkan empat dusun raib ditelan gelombang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ajaibnya, satu-satunya bangunan yang tersisa adalah Masjid Baiturrahim. Padahal rumah ibadah itu letaknya hanya terpaut puluhan meter dari bibir pantai. Sekretaris Pengurus Masjid, Subhan, adalah warga yang selamat. Dia masih sempat lari sebelum gulungan ombak menerjang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Banyak yang mencoba menyelamatkan diri ke Masjid, tapi hanya sembilan orang yang selamat di setelah berhasil naik ke puncaknya,” katanya.
Usai tsunami, masjid memang mengalami kerusakan, tapi tak parah. Beberapa Al-Quran dan kitab-kitab yang berserakan di dalamnya. Padahal bangunan ini didirikan tanpa kerangka besi. Namun bagian yang rusak hanya sekitar 20 persen, samping dan belakang.
Baca: Tsunami Aceh 2004 Mempertemukan Cristiano Ronaldo dan Bocah Martunis
Kisah Masjid Baiturrahim di Ulee Lheue
Dikutip dari laman disbudpar.acehprov.go.id, Masjid Baiturrahim merupakan peninggalan Kesultanan Aceh. Masjid ini berdiri sejak sekitar abad ke-17 dengan sebutan Masjid Jami’ Ulee Lheue. Namanya diperkirakan berubah menjadi Baiturrahim karena peristiwa pada 1873.
Saat itu Masjid Baiturrahman di Banda Aceh dibakar oleh pasukan Belanda. Kaum muslimin di wilayah tersebut kemudian berbondong-bondong melaksanakan salat Jumat di Masjid Jami’ Ulee Lheue. Kemudian sejak itulah “Baiturrahim” menjadi nama masjid ini.
Pada 1920-an, Pemerintah Hindia Belanda melakukan pemugaran pada masjid ini. Sebelumnya masjid dibangun berkonstruksi semipermanen. Proses pemugaran rampung pada 1923 dengan arsitektur dipengaruhi gaya Eropa.
Saat itu, masjid ini tidak memiliki kubah. Kapasitasnya hanya mampu menampung sekitar 500 jamaah. Lalu, pada 1981, atas bantuan Pemerintah Arab Saudi, Masjid Baiturrahim kembali dilakukan pemugaran. Majid diperluas hingga mampu menampung 1.5 ribu jamaah.
Tsunami 2004 bukanlah kali pertama bencana alam yang mencoba meruntuhkan Masjid Baiturrahim. Dua tahun setelah masjid dipugar itu Banda Aceh diguncang gempa hebat. Tak sedikit bangunan yang hancur karenanya. Bahkan 60 persen bangunan lain di sekitar masjid juga hancur.
Namun meski bangunan lain ambruk, Masjid Baiturrahim masih berdiri. Hanya kubahnya yang roboh. Pasca gempa, kubahnya lalu dihilangkan dan diganti dengan atap biasa. Selain gempa, masjid ini juga pernah dilanda banjir. Itu terjadi pada 2001. Kendati begitu, masjid tetap kokoh berdiri.
Pada 26 Desember 2004, gelombang laut raksasa setinggi 21 meter menghantam pesisir utara Banda Aceh. Kawasan Ulee Lheue menjadi salah satu wilayah yang paling parah terkena dampak karena berada tepat di tepi laut. Nyaris semua bangunan rata dengan tanah atau hanyut terhempas gelombang ke arah pusat Kota Banda Aceh.
Pasca tsunami Aceh, masjid ini menarik perhatian banyak pihak. Masjid ini tetap kokoh berdiri di tengah hamparan puing bangunan sekitarnya yang hancur. Hanya sebagian kecil bagian bangunan yang mengalami kerusakan akibat bencana alam itu. Banyak yang mengunjungi masjid ini sebagai wisata religi. Pengelola masjid menyediakan galeri di dekat masjid. Galeri ini menghadirkan foto-foto keganasan tsunami Aceh 2004.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.