Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bangunan cagar budaya Lawang Sewu di Semarang, Jawa Tengah, memiliki cerita unik di setiap sudutnya. Pada zaman penjajahan Belanda, bangunan ini adalah kantor pusat perusahaan kereta api swasta yang pertama kali membangun jalur kereta api di Indonesia. Nama resminya saat itu adalah Het Hoofdkantoor van de Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatscappij atau NISM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Selasa sore, 9 Juni 2020, pemandu wisata Andry Rizki Perdana mengajak para peserta tur virtual KA Wisata - Blibli berkeliling ke sejumlah spot menarik di Lawang Sewu. Setidaknya ada tiga titik yang memiliki cerita menarik, melengkapi kisah tersohornya Lawang Sewu sebagai bangunan dengan arsitektur modern pada zamannya.
Pemandu wisata Andry Rizki Perdana mengajak wisatawan daring berkeliling ke sejumlah bagian Lawang Sewu. Foto: Wisata Virtual KA Wisata dan Blibli
Berikut ulasan dari masing-masing spot menarik di Lawang Sewu, Semarang, Jawa Tengah:
- Lawang Sewu = 1.000 Pintu?
Apakah di Lawang Sewu benar-benar ada 1.000 pintu? Nama Lawang Sewu berasal dari julukan yang diberikan masyarakat Semarang. Lawang artinya pintu, dan Sewu arti seribu. Ini menjadi toponim terhadap bangunan tersebut sejak berpuluh tahun lalu karena banyaknya pintu yang ada di sana.
Andry menjelaskan jumlah pintu di Lawang Sewu tepatnya sebanyak 928 daun pintu. Jumlah pintu bisa sebanyak itu karena dalam satu ruangan terdapat lima sampai delapan pintu. Dan jumlah ruangan di Lawang Sewu sebanyak 114 buah, belum termasuk ruang rapat. Pintu-pintu itu menghubungkan setiap bagian ruangan yang berbeda.
Seorang pengunjung berfoto di pintu lantai dua Lawang Sewu, Semarang, jawa Tengah. Lawang Sewu yang dulu sempat dikenal karena keangkerannya, sekarang wisatawan bisa menikmati keindahannya dan berkeliling di dalam gedung malam hari. Tempo/Rully Kesuma
Ada pintu yang menghubungkan bagian teras dengan ruangan di dalam, ada pula pintu yang menghubungan antara ruangan dengan lorong di dalam gedung, dan ada pula pintu penghubung atau connecting door antar-ruangan. Dan uniknya, setiap pintu penghubung antara satu ruangan dengan ruangan di sebelahnya itu berada di titik yang sama dan dibuat dengan ukuran yang sama pula.
Sangat menarik untuk dijadikan foto memanjang dan menembus satu pintu dengan pintu berikutnya. Terlebih setiap pintu memiliki bentuk dan warna yang sama. Semua pintu di Lawang Sewu terbuat dari kayu jati. - Mangga Lalijiwo
Di tengah halaman bangunan Lawang Sewu terdapat sebuah pohon mangga. Menurut Andry, pohon mangga itu sudah ada sejak tahun 1918. Meski sudah berusia 102 tahun, pohon itu tetap berbuah sesuai musimnya. Masyarakat menamakan buahnya mangga lalijiwo. "Nama itu diberikan karena saking enak dan manisnya rasa buah mangga ini sehingga bisa membuat yang menyantapnya lupa ingatan," kata Andry.
Pohon mangga lalijiwo di halaman bangunan Lawang Sewu yang sudah berusia 102 tahun. Foto: KA Wisata
Mangga lalijiwo yang berbuah dari pohon itu tidak diperjualbelikan. Jika satu saat nanti datang ke Lawang Sewu dan kebetulan pohon mangga ini sedang berbuah, Anda dapat mencobanya gratis. "Ini memang jenis mangga yang langka, tapi bisa ditemukan di pasar tradisional jika pada musimnya," kata dia. - Mortir Jepang
Andry menunjukkan di mana letak mortir tentara Jepang yang sampai merusak salah satu bagian dari bangunan Lawang Sewu. Dia naik ke lantai tiga bangunan utama Lawang Sewu. Di lantai paling atas itu tidak ada ruang apapun. Lapang dan dibiarkan kosong begitu saja.
Kerangka bangunan di lantai tiga Lawang Sewu, Semarang, Jawa Tengah, yang terkena peluru mortir. Foto: KA Wisata
Menurut Andry, ruangan paling atas ini sengaja dibiarkan kosong guna menghalau hawa panas sampai ke ruang kantor. Di sana terdapat banyak jendela untuk mengatur sirkulasi udara. Dia kemudian melangkah menuju salah satu rangka atap yang rusak.
"Ini bekas peluru mortir dari pasukan Jepang saat pertempuran lima hari di Semarang," kata Andry. Kerusakan itu terjadi saat Jepang belum mengakui kemerdekaan Indonesia dan terjadilah pertempuran lima hari di Semarang pada 15-19 Oktober 1945.
Setelah pandemi Covid-19 reda, masyarakat dapat kembali berkunjung ke Lawang Sewu untuk berwisata, menggelar pameran, makan malam romantis, atau foto pernikahan. "Bisa disewa tapi harus bersedia mematuhi syarat dari pengelola karena ini bangunan cagar budaya," kata dia. Untuk berwisata, tiket masuk Lawang Sewu bagi pelajar seharga Rp 5.000 dan Rp 10 ribu untuk umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini