Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Malam minggu dilarang absen

Peraturan untuk pemain wayang orang sriwedari pada malam minggu dilarang absen kecuali sakit. bila melanggar akan di skors. alasannya bintang topnya sering tak muncul, ditanggap diluar. (hb)

7 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BISA dimaklumi bila Agus Suryadi menggerutu. Kepala Seksi Taman Hiburan Sriwedari Sala itu menuturkan: Bila malam Minggu, bintang top seperti Rusman, Darsih, Surono, Nanik Subroto, sering tak muncul." Alasannya, menurut Suryadi: mereka ditanggap di luar. Para pengunjung Wayang Orang Sriwedari sendiri sudah lebih dulu menggerutu. Akibatnya, tentu saja, pembeli karcis wayang berkurang. Padahal ada target. Gedung Wayang orang ini memiliki sekitar 1.000 kursi, terbagi menjadi empat kelas, dengan harga masuk: Rp 300, Rp 200 dan Rp 100 dan Rp 75. Diharapkan semalam bisa memasukkan uang ke kas Pemda Rp 25 ribu atau setahun Rp 7 juta. Dan kalau penonton berkurang, tentu target tak bisa dipenuhi. Dan akibatnya, taman beserta isinya yang sejak kemerdekaan menjadi tanggungjawab Pemda Sala itu, bisa sulit mendapat anggaran yang cukup. Isteri Nomor Dua Karena itulah Suryadi yang menjabat kepala seksi sejak 1976, menurunkan peraturan: setiap malam Minggu, semua pemain wayang orang harus lengkap datang -- kecuali sakit. "Saya peringatkan kalau tak mematuhi aturan ini, saya skors. Dan kalau tetap membangkang, saya keluarkan," kata Suryadi ketua. Tapi ke manakah para pemain top itu perginya Mereka memang ditanggap -- dan tak jarang yang menanggap ini para penggede atau jenderal. Dan ini berarti uang masuk yang sekian kali lebih besar daripada honor yang diterima kalau bermain di Sriwedari. Menurut Rusman, hasil tanggapan di luar bisa berkisar antara Rp 10 ribu dan Rp 100 ribu semalam -- untuk seorang setingkat dia. Yang lain, yang juga warga WO Sriwedari, tentu di bawah jumlah itu. Namun jelas masih lebih besar dari Rp 270 -- honorarium setiap pemain semalamnya kalau bermain di gedungnva sendiri. Memang ada tunjangan bagi orang setop Rusman: Rp 50. Dan bagi yang di bawahnya Rp 30. Dan honor itu tak berubah, meski ada Kenop 15. Begitulah sehingga Rusman mengeluh: "Harga diriku ini seperti sebungkus Gudang Garam." Rusman (53 tahun), yang menjadi terkenal dan digemari berkat permainannya sebagai Gatotkaca, dan sudah mengabdi di WO Sriwedari selama 36 tahun, memang merasa terikat dengan peraturan tersebut. Tetapi apa boleh buat. "Demi wayang, demi kesenian, saya mesti patuh. Meski saya tahu betul, tanpa saya apa artinya Sriwedari," katanya. Hanya saja dia merasa agak lega, karena peraturan itu hanya berlaku pada malam Minggu. Hari-hari biasa dia masih bisa ngobyek di luar. Tentang kesetiaannya kepada Sriwedari, digambarkannya begini: "Kalau musim hujan, saya sering berhujan-hujan datang untuk main. Coba." Bagaimana komentar rekan-rekal Rusman? Nanik Subroto (35 tahun), perneran Srikandi di samping isteri Rus man, Darsih, memberikan perbandingan penghasilan: "Sekali main di luar, sama dengan main di Sriwedari dua bulan." Yihuuu! Tapi toh, seperti Srikandi yang meski isteri nomor dua tapi selalu patuh kepada Arjuna, suaminya, Nanik pun bilang "Peraturan itu peraturan Pemerintah. Bagaimana lagi." Dan diam-diam ia baru saja membangun rumah gedung -- tentu hasil main Srikandi di luaran. Surono (50 tahun), angkatan Rusman, yang tenar juga berkat permainan Antareja atau raksasa Cakikatau Petruk, punya suara agak lain. "Baik atau buruk peraturan wayang Sriwedari, sudah pantas honor itu atau belum, tak perlu saya pusingkan. Terserah yang ngurus!" kata seniman hasil didikan R. Wignyopambekso dan R. Wiryopradoto itu -- dua orang guru wayang orang dari Kraton Kasunanan Sala. Itulah kenapa dia tak merasa terhalang langkah ngobyeknya dengan adanya peraturan harus hadir di malam Minggu. Lagipula, begitu dijelaskan, tiap pemain WO Sriwedari setiap bulannya mendapat sumbangan dari Presiden Soeharto -- sebesar Rp 4.500. yang disedihkan Surono malah ini: "Lighting dan sound di gedung WO Sriwedari. Itu kurang baik. Memang sudah ada perbaikan, tapi kurang memuaskan Mengapa tidak beli peralatan seperti Srimulat?" Keluhan-keluhan itu memang mengagetkan Suryadi. Tapi yang dikatakan ialah: "Buktikan sendiri. Sekarang, bila malam Minggu semua bintang top lengkap tampil di pentas. Tidak seperti dulu-dulu lagi." Tambahnya: "Peraturan itu harus jalan terus. Atau saya yang dikeluarkan atau dipindahkan dari Sriwedari." Suryadi memang keras. Apalagi "Walikota ada di belakang saya," katanya. Apalagi Taman Hiburan Sriwedari seluruhnya ditargetkan memasukkan uang ke kas Pemda Rp 30 juta. Taman yang didirikan 1884 oleh Kraton Kasunanan Sala itu, dulu memang pernah menjadi incaran setiap warga Sala dan sekitarnya di hari libur. Awal tahun 50-an, masuk riwedari siang hari berarti menghindar dari teriknya matahari sambil bercengkerama dengan penghuni kebun binatang. Malam hari, wayang orang, ketoprak, film, menunggu dengan ramahnya. Dan jangan lupa, waktu itu rumah makan seantero Sala yang paling terkenal adalah Ruman Makan Pak Ahmad di dalam taman itu. Tapi entah bagaimana makin hari perhatian makin kurang. Pohon-pohon ditebang atau mati. Gedung pertunjukan banyak yang bocor. Dan ketoprak sampai sekarang belum dihidupkan lagi. Sementara di luar Sriwedari, hiburan lain makin banyak. Apalagi sejak awal 1970 gedung bioskop berdiri di segala penjuru Sala, rumah bilyar pada nongol, dan guest house yang banyak muncul menyediakan hiburan tersendiri. Tahun 1978 kemarin Srimulat cabang Sala berdiri pula di Balekambang. Lailatul Kadar Semua itu tantangan bagi Suryadi Karcis masuk TH Sriwedari, yang sekarang Rp 65 itu, tentulah tak banyak yang membeli kalau Sriwedari tetap gersang. Tapi untuk membenahinya perlu biaya. Dan dari Pemda tak cukup. Maka, kalau anda sekarang masuk TH Sriwedari, jangan kaget. Papan-papan reklame bermunculan, panggung terbuka berdiri di dekat kolam. Semua itu upaya untuk menarik pengunjung -- dan terutama mencari uang di luar penjualan karcis. Bahkan Suryadi telah merobah mobil dinasnya menjadi lokomotif untuk 'kereta api kelinci', yang menarik biaya Rp 75 setiap kepala yang ingin dikelilingkan. TH Sriwedari tiga kali. "Demi Sriwedari," kata Suryadi. Itu semua masih ditunjang oleh Maleman Sriwedari, yang diadakan setahun sekali pada pertiga bulan puasa -- dan tetap dikunjungi beratus ribu orang. Tahun lalu misalnya, berhasil ditarik « juta pengunjung. Menurut tradisi Kasunanan, Maleman Sriwedari dulu diselenggarakan untuk menyambut Lailatul Kadar. Tak ada salahnya kalau sekarang dimanfaatkan untuk Lailatul Pemda. Kas Pemda 'kan harus diisi. Untuk pembangunan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus