Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ritual jamasan dan pencukuran rambut gimbal menjadi salah satu acara yang paling dinanti pengunjung di Dieng Culture Festival 2024. Ritual ini dilangsungkan pada Sabtu, 24 Agustus 2024, di Kompleks Candi Arjuna, Desa Dieng Kulon, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebanyak 13 anak berambut gimbal atau gembel menjalani ruwatan massal. Sebelum prosesi pencukuran rambut, peserta yang semuanya perempuan itu terlebih dahulu dikirab dari halaman rumah salah seorang pemangku adat Dieng, Mbah Sumanto, menuju Kompleks Candi Arjuna.
Prosesi ruwatan diawali dengan doa yang dipimpin Mbah Sumarsono dan dilanjutkan dengan penjamasan (penyucian) yang dilakukan oleh kaum perempuan. Sementara, prosesi pemotongan atau pencukuran rambut gimbal dilakukan oleh kaum laki-laki, yakni para pejabat maupun keluarga dari anak berambut gimbal dengan didampingi oleh dua pemangku adat, yakni Mbah Sumanto dan Mbah Sumarsono.
Prosesi tersebut diakhiri dengan pelarungan rambut gimbal di Telaga Balekambang yang berada tidak jauh dari Kompleks Candi Arjuna.
Gimbal sejak lahir
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dinparbud) Kabupaten Banjarnegara Tursiman mengatakan bahwa anak-anak yang menjalani ruwatan tersebut telah berambut gimbal atau gembel sejak lahir.
"Nah rambut gembel itu, selain sebagai sebuah hal yang barangkali tidak umum di masyarakat, tapi anugerah, anugerah bagi masyarakat setempat," katanya di sela prosesi ruwatan rambut gimbal.
Ia mengatakan upaya yang harus dilakukan agar rambut anak-anak itu tumbuh dengan normal berupa ritual pencukuran rambut gimbal yang dimulai dengan penjamasan. Selain itu, kata dia, anak yang akan menjalani ruwatan harus menyampaikan permintaan.
"Permintaan itu bukan dari permintaan orang tua atau permintaan sendiri, tapi keinginan dari dalamnya, engga sadar. Tadi ada yang ingin meri (anak itik, red.), ingin lengger, dan sebagainya, kalau itu tidak dituruti, nanti tumbuh lagi rambut gembel," katanya.
Dia menambahkan bahwa ritual tersebut merupakan budaya turun-temurun yang harus dilestarikan dan pengunjung juga bisa melihat suasana pariwisata di Dieng.
Peserta yang berjumlah 13 anak itu berasal dari Magelang, Wonosobo, Banyumas, dan mayoritas dari Banjarnegara.
"Yang mendaftar banyak, ada 30-an, tapi tahun ini cukup 13, kita kurasi bagi anak-anak SD ke bawah. Tadi ada yang orang tua, tapi kami tidak menerima yang orang tua," kata Tursiman.
Kisah anak berambut gimbal
Ibunda salah seorang peserta ruwatan, Erna Murniyati mengatakan anaknya, Qiana Alisha Chandani (5) yang merupakan putri ketiga berambut gimbal sejak usia 4 bulan.Sebelum rambutnya gimbal, Qiana mengalami demam biasa hingga demam tinggi dan kejang.
Setelah rambut Qiana mulai gimbal, dia mencoba menyisirnya namun keesokan harinya kembali gimbal dan hal itu terus berulang.
"Saya tanyakan ke orang tua, ternyata memang gimbal, saya enggak berani cukur juga," kata dia yang merupakan warga Desa Pekunden, Kabupaten Banyumas.
Menurut dia, Qiana menyukai binatang dan ketika makan tidak suka menggunakan lauk melainkan makan nasi putih maupun singkong rebus.
Selain itu, kata dia, Qiana tidak mau pakai baju bagus dan tidak mau mandi, sehingga seperti gembel.
Seperti anak berambut gimbal lain yang menjalani ruwatan di Dieng Culture Festival, Qiana juga menyampaikan permintaan. "Permintaannya meri dua ekor sama permen yupi love warna pink satu dus, enggak pernah ganti sejak kecil," kata Erna.
Pilihan Editor: Inilah Waktu Terbaik untuk Berwisata ke Dataran Tinggi Dieng
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini