Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Meliuk dalam bisnis manis

Bisnis hiburan di kompleks taman impian jaya ancol jakarta menguntungkan dan sekarang sudah mencapai titik impas. walau harga karcis naik, pengunjung melimpah, melebihi target. banyak atraksi baru. (hb)

7 Februari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SPIRAL di Ancol bikin anak kecantol. Menelan biaya hampir Rp 1 milyar, kini ada atraksi paling baru: parit luncur. Konon, pertama di Asia Tenggara. Si spiral kini mendampingi kolam arus, kolam ombak, kolam kerang, dan kolam tanding. Semua itu di Gelanggang Renang. Kanal Luncur Spiral Gurita, begitulah namanya, merupakan 12 di antara atraksi di Ancol, Jumat Kliwon dua pekan lalu, diresmikan Gubernur DKI Jakarta R. Soeprapto. Sarana hiburan lain yang ikut diresmikan: lorong kaca dan arena adu tembak, di Dunia Fantasi. Semua itu untuk anak-anak. Setelah meliuk-liuk dalam kanal spiral fibre-glass, pemain akan kecebur ke kolam. Kemudian, teruskan menyusup ke lorong cermin. Di situ sudah menunggu atraksi lucu. Lorong berliku-liku itu bisa mengecoh mata. Dinding kacanya memantulkan bayangan dan bergerak-gerak. Kaca aneh ini bisa menciptakan efek tak terbatas. Cermin yang bisa "menipu" itu, bersama arena adu tembak, menguras dana Rp 600 juta lebih. Semaraknya ragam sarana di Ancol, menurut Ir. Ciputra, agar pilihan tambah banyak. Ketika ditargetkan 1,5 juta pengunjung per tahun, untuk gelanggang renang saja, kini malah menyedot hampir 2 juta orang. Artinya, naik rata-rata 1,5% per tahun. Maka, Dirut Badan Pelaksana Proyek Ancol itu bilang, "Ancol bakal tak kekurangan pengunjung." Ciputra benar. Sekitar 26 sarana hiburan di Jakarta belum semuanya dimanfaatkan orang. Tapi jika mau tamasya ke Ancol, kini ada pelayanan antar jemput untuk warga RT/RW, minimal 50 orang, dengan rabat 45%. Seminggu sebelumnya, telepon dulu ke BPP Ancol, bis Hiba akan menjemput dan mengantar pulang. "Kalau dulu menunggu, sekarang kita jemput tamu," kata Ir. Aryanto, Kepala Operasi BPP Ancol. Paket ini berlaku juga untuk warga Ja-Bar misalnya. Mereka boleh membeli satu paket tur dengan kereta api. Tiba di Jakarta, dijemput bus dan diantar ke Dufan. Pulangnya, diantar lagi ke stasiun kereta api. Ini kerja sama BPP Ancol dengan PJKA dan perusahaan angkutan Hiba. Menurut penelitian, kata Aryanto, selama ini yang ke Ancol hanya masyarakat tertentu, alias yang berduit. Tarif masuk Ancol memang dinilai masih terlalu mahal: Rp 500 (Senin-Kamis), Rpl.000 (Jumat-Sabtu dan hari-hari libur) untuk tiap anak. Atau Rpl.000-Rp2.000 untuk orang dewasa. Dan paket tamasya keliling Dufan, tiap Sabtu, Rp 9.000 per orang. Kapan ada keringanan tarif? Keringanan itu sudah ada sejak dulu. Terutama untuk rombongan anak sekolah. Minimal 25 orang, dapat potongan 50%. Karcis gratis? Tidak mungkin, karena kredit bank untuk membangun sarana rekreasi ini besar sekali, dengan bunga tinggi pula. Itu sebabnya pihak Ancol bekerja keras menggaruk pengunjung. April mendatang, misalnya, di Dufan akan diperkenalkan atraksi baru: panggung boneka, balap mobil, dan "kursi melayang". Dan pertengahan tahun ini: kereta layang puntir, semacam jet coaster. Kerja sama dengan berbagai perusahaan juga dijalin. Mau tahu beban Ciputra? Ada sekitar Rp 24 milyar modal dan kredit bank yang "ditanam" untuk membangun Dufan saja belum lagi dana pengembangannya, Rp 2 milyar, dengan bunga 12% per tahun. Itu berarti setorannya Rp 30 juta setiap hari. Dengan cara itu pun, baru pulang modal setelah 10 tahun. Melihat angka-angka itu, soal keuntungan belum bisa diungkap. Seperti keengganan Ciputra bicara mengenai hal itu. Tapi melihat membludaknya pengunjung, bahkan dari luar provinsi, siapa pun bisa menduga proyek ini banyak untung. Cuma, seperti yang dilaporkan Ciputra dalam HUT PT Pembangunan Jaya ke-25 yang lewat, omset yang sempat diraihnya tak kurang dari Rp 225 milyar (TEMPO, 12 September 85). Itu dua tahun lalu, dan sudah termasuk keuntungan yang dikeruk dari Ancol. Berapa keuntungan Ancol? "Sebaiknya jangan bicara soal itu. Nanti ada yang iri hari," katanya. Tapi ada hal yang bisa dijelaskan: sekarang sudah mencapai titik impas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus