Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Menengok Eks Kampung Gafatar, Kenapa Bisa Jadi Kota Hantu?

Sejak warga Gafatar meninggalkan kawasan itu, warga lokal pun enggan tinggal di Desa Penisir sehingga penampakan pemukiman tersebut mirip Kota Hantu.

14 Januari 2019 | 06.25 WIB

Diduga Ikut Gafatar, Satu Keluarga Menghilang Sejak 2015
Perbesar
Diduga Ikut Gafatar, Satu Keluarga Menghilang Sejak 2015

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Mendengar nama Desa Penisir, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara ini pasti ingatan melayang pada peristiwa yang sempat heboh, terkait Gafatar. Lepas dari itu, alam Desa Penisir, sebenarnya cukup indah, dengan hamparan hijau lahan pertanian potensial di antara bukit-bukit di sekelilingnya.

Baca juga: Ada Gereja Hantu di Republik Ceko, Seperti apa Penampakannya?

Di kiri-kanan jalan desa, terlihat juga berbagai jenis hortikultura yang siap panen, durian, duku, rambutan dan lai (durian jingga khas Borneo).

Pemborong buah tampak sibuk memuat hasil panen hortikultura milik warga lokal, khususnya durian, ke dalam mobil-mobil pikapnya.

Suasana hidup di Desa Penisir itu hanya bersifat musiman, yakni hanya saat musim buah saja karena yang kini tinggal di sana hanya sekitar 20 KK (kepala keluarga). Sebagian rumah ternyata tidak berpenghuni.

Sejumlah rumah dekat sekolah PAUD (pendidikan anak usia dini) tampak kosong serta tidak terurus karena halamannya dipenuhi semak dan ilalang. Alat-alat bermain di halaman PAUD juga tampak dililit tumbuhan menjalar.

Beberapa rumah tampak masih memiliki kain tirai namun sebagian sudah terkoyak dihembus angin karena pintu dan jendela tak berdaun lagi.

Semarak kehidupan dengan berbagai kegiatan yang pernah ada di sana, kini hanya berupa sisa-sisa bangunan telantar.

Tepat tiga tahun silam atau Januari 2016, pemerintah harus mengungsikan, dan kemudian memulangkan hampir 150 jiwa warga anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dengan dalih khawatir terjadi konflik horizontal.

Sejak warga Gafatar meninggalkan kawasan itu,  warga lokal juga enggan tinggal di Desa Penisir sehingga penampakan eks pemukiman Gafatar mirip "Kota Hantu".

Ada berbagai alasan warga lokal enggan kembali. Terutama karena sampai kini pemerintah enggan membangun jaringan listrik.

Berikutnya, kisah Desa Penisir yang pernah berkembang dan kemudian menjadi kota yang sepi  


Kisah desa ini dimulai pada 2013, ketika sejumlah orang datang ke Desa Penisir berniat menyewa lahan dan rumah warga seperti yang lainnya. Mereka ternyata merupakan anggota perkumpulan Gafatar.

Sebelum Gafatar masuk, di Penisir sudah ada permukiman, yakni milik warga yang sejak lama bermukim dan warga baru dari pemukiman transmigrasi lokal.

Gafatar akhirnya berhasil meyakinkan warga Penisir (umumnya transmigran lokal) untuk melakukan nota kesepahaman (MoU) pinjam pakai dengan pola tahun pertama bagi hasil 50:50, tahun kedua 60:40, dan seterusnya 80:20.

Mereka meyakinkan tujuan organisasi itu bersifat sosial, utamanya ketahanan pangan. Didukung oleh kemampuan SDM (sumber daya manusia) Gafatar karena pendidikan mereka lebih baik, bahkan sebagiannya sarjana, maka sektor pertanian di Penisir sangat berkembang pesat.

Akan tetapi belakangan, mulai marak berita, khususnya di televisi nasional, terkait penolakan warga terhadap Gafatar. Penolakan yang ditandai dengan pembakaran berbagai rumah di provinsi lain  membuat warga Kaltara resah.

Sejak itu, jumlah warga di Desa Penisir terus berkurang seperti disebutkan seorang guru di SD Desa Penisir.

Guru yang enggan disebutkan namanya itu menjelaskan bahwa jumlah pelajar di SD Penisir kini hanya 16 orang dari kelas 1 sampai 6. Artinya satu kelas terdapat hanya 2-3 murid. Ironisnya jumlah siswa makin berkurang setiap bulan.

Menyinggung kondisi sekolah beberapa tahun silam, ia mengakui jumlah siswa saat itu cukup banyak. Mereka merupakan pelajar dari warga lokal. Sebab anak-anak warga Gafatar tidak disekolahkan oleh orangtuanya di sekolah umum. Lagi-lagi karena alasan SDM, mereka secara eksklusif mendidik anak warganya bukan di sekolah formal (home schooling).  

Setelah Gafatar diusir pemerintah dari sana, Desa Panisir kian sepi karena sebagian warga lokal ikut pindah dan para penyewa lahan serta rumah yang dulu pernah ramai, enggan datang lagi.

Kini, Desa Penisir masih memiliki keindahan alam dan potensi pertanian yang lumayan, namun semakin hari kian terlantar.

Baca juga: Makan Durian di Pontianak, Catat Tempat Favorit Menikmatinya

CATATAN KOREKSI: Naskah berita ini disunting ulang pada Senin 14 Januari 2019 pukul 20.36 WIB agar tidak menimbulkan stigma pada aliran kepercayaan tertentu. Redaksi meyakini agama dan kepercayaan merupakan hak asasi warga negara. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus