Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masih ingat kisah lima pendaki di film 5cm yang berjuang mencapai Puncak Mahameru? Bila lupa, mari mengenang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Enam tahun lalu, tepat pada 12 Desember 2012, bioskop Indonesia dibanjiri penonton. Kerinduan akan film Tanah Air yang berkualitas terbayar oleh hadirnya film 5cm. Film ini diadaptasi dari novel Donny Dhirgantoro. Alurnya mengisahkan persahabatan Genta, Zafran, Ian, Arial , dan Riani. Kelimanya memiliki karakter yang sangat berbeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dan semuanya akan lebih indah kalau lo tetap jadi diri sendiri, bukan orang lain.”
Genta, yang paling pintar, selalu bisa diandalkan dan seorang pemimpin. Zafran, sang pujangga yang kocak. Ian, sang pecinta bola yang suka tantangan. Arial, si ganteng yang asyik. Riani, si cantik yang cerdas dan sangat peduli dengan empat sahabat laki-lakinya. Perbedaan karakter ini membuat mereka selalu berusaha untuk saling toleransi, mengisi, dan memberi motivasi.
“Ini semua bukan tentang selera, musik, bola atau apapun itu.Itu semua kecil banget dibanding kalo bisa menjadi orang yang membuat orang lain bisa bernapas lebih lega karena keberadaan kita di situ.”
Ujian dari kelanggengan persahabatan mereka ada pada saat mereka sengaja harus berpisah. Tidak boleh saling berkomunikasi sampai tanggal yang ditentukan oleh Genta. Perpisahan itu dilakukan untuk mengejar apa yang belum mereka capai. Juga supaya mereka tidak bosan dengan kebersamaan.
Tiga bulan berpisah, akhirnya mereka dipertemukan. Pertemuan pertama setelah berpisah dirayakan dengan pendakian ke puncak Semeru. Ini direncanakan oleh Genta.
Sebuah kejutan yang luar biasa bagi sahabat-sahabatnya. Mendaki gunung memang bukan hal yang mudah apalagi bagi pemula seperti mereka. Arial sempat mengalami kedinginan akut sampai tubuhnya hampir membeku, mereka dengan sigap memeluk Arial dan meyakinkan jika dia pasti bisa sampai puncak.
Parahnya, saat akan mencapai puncak, tiba-tiba ada reruntuhan batu yang menimpa kepala Ian. Ian tak sadarkan diri dan kepalanya berdarah cukup banyak. Mereka menghentikan pendakian dan berusaha mati-matian menyadarkan Ian.
Genta memberi Nafas buatan, arial tak henti-henti mengguncangkan tubuh Ian. Zafran menangis sambil menepuk-nepuk wajah Ian. Usaha keras mereka membuahkan hasil. Akhirnya Ian sadar dari pingsan.
“Our greatest glory is not in never falling…but in rising every time we fall.”
Artikel ini sudah tayang di Rahma Anindita