Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Menyambangi Yogyakarta tak sekadar untuk berwisata ke berbagai destinasi atau berburu beragam cinderamatanya. Saat ini, Daerah Istimewa Yogyakarta juga tengah mengembangkan metode yang melibatkan wisatawan belajar mencari inspirasi dengan mengembangkan budidaya tanaman hias yang belakangan marak dikembangkan dengan konsep greenhouse.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konsep budidaya ini dilakukan berbagai kelompok tani yang berkolaborasi dengan perguruan tinggi juga swasta dengan orientasi ekspor. "Varietas tanaman lokal yang dikembangkan petani kami saat ini kurang lebih ada 350-500 varian," kata Aditya Budi Kusuma, pimpinan kelompok budidaya Nusaplant yang mengembangkan kebun greenhouse di Dusun Tegalweru, Sariharjo, Ngaglik Sleman Yogyakarta, pada Kamis, 20 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aditya mengatakan dari varietas itu yang berhasil dibudidaya pihaknya secara generatif atau biji kurang lebih sekitar 10 persen. Sedangkan sisanya masih secara vegetatif meliputi stek batang, pisah anakan, dan lainnya.
Sejumlah tanaman berkualitas ekspor yang dikembangkan kelompok ini antara lain Happaline Appendiculata, Abelmoschus Sp. Cendrawasih, Piper Sp. Papua, dan Cyrtosperma Hambalii. Selain itu ada pula jenis seperti Pterisanthes Sp. Kalimantan, Leea Zepeliana, Alocasia Baginda, Scindapsus Tricolor, Emblemantha Urnulata, juga Barringtonia Papuana.
"Harga tanaman yang kami ekspor mulai dari US$ 9 dan paling tinggi nilainya US$ 500," kata Aditya yang menyebut target ekspornya seperti Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Jepang, Thailand, dan Singapura.
Aditya menambahkan Indonesia, khususnya Yogyakarta sebenarnya melimpah dengan potensi biodiversity atau keanekaragaman hayati. Dengan anugerah alam Indonesia itu, menurut dia, penting melakukan edukasi kepada para petani agar bisa membudidayakan tanamannya.
"Apalagi Indonesia memiliki tanaman lokal yang melimpah, tetapi banyak sekali yang belum teridentifikasi dan masih minim informasi," kata dia. Satu kendala yang dihadapi dalam budidaya itu, para petani lokal masih banyak yang belum menyadari bahwa sebuah tanaman itu perlu memiliki identitas atau ID.
Aditya menuturkan kelompoknya dalam edukasi petani melibatkan ahli seperti guru besar Fakultas Peternakan UGM, Profesor Ali Agus, ahli kultur jaringan dari FMIPA UNY, Paramita Cahyaningrum Kuswandi, dan ahli tanaman native, Agung Prasetyo itu."Edukasi petani lokal agar bisa membudidaya dengan cara yang benar sehingga tanaman-tanaman tersebut tidak punah dan terus terjaga," ujarnya.
Chief Marketing Officer Nusaplant Muhammad Tanjung Prasetyo mengatakan selama ini, Indonesia terkenal atas kekayaan keanekaragaman hayatinya. "Namun ironisnya, Indonesia hanya menyumbang ekspor tanaman sebesar 0,1 persen saja dan ekspor tersebut kebanyakan juga tanaman dari luar negeri," kata dia.
Para petani lokal pun selama ini kesulitan menjual tanaman mereka ke luar negeri. Padahal saat ini banyak yang fokus pada tanaman lokal.
Budidaya tanaman hias dengan konsep green house yang dikembangkan di Yogyakarta berorientasi ekspor. Dok.istimewa
"Edukasi petani lokal ini penting agar tanaman mereka bisa berorientasi ekspor, juga agar petani ini bisa mendaftarkan tanamannya," kata dia. Lewat edukasi itu, benih-benih tanaman yang akan diekspor petani bisa tetap terjaga kualitasnya. Prosesnya, melakukan quality control secara ketat meliputi pemilihan indukan, perawatan hingga tanaman tersebut bisa dibudidaya secara generatif.
"Petani bisa belajar melakukan perawatan secara terbuka di green house, hingga memastikan tanaman yang dikirim siap untuk diaklimatisasi di belahan dunia mana pun," ujar dia.
PRIBADI WICAKSONO
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.