Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Misteri Seorang Penggemar Puzo

Ia sukses sebelum terjungkal oleh jerat obat-obatan. Tapi Ari Lasso berhasil bangkit, lebih besar dari sebelumnya, dan menjadi penyanyi pria terpopuler di Asia Tenggara.

14 Maret 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SKETSA seorang dara dengan dada ranum terbuka itu terpampang di dinding ruang tamu, seolah-olah hendak menyapa setiap orang yang datang berkunjung. Gambar itu dilukis Basuki Abdullah pada 1963. Di bawahnya terletak rak buku yang tak terlalu besar.

Deretan karya sastra Pramoedya Ananta Toer, Umar Kayam, Emha Ainun Najib, dan seri Catatan Pinggir Goenawan Mohamad tertata rapi di satu sisi. Di sisi lain terlihat Titik Balik Peradaban (Fritjof Capra), Mitos Gerak Kembali yang Abadi (Mircea Eliade), Teologi Mistik (William Johnston), sampai Sejarah Peradaban (Arnold Toynbee).

Judul-judul yang menggoda itu mendatangkan tanya. Benarkah semua ini dibaca sang empunya rumah, Ari Lasso, yang baru saja meraih penghargaan Anugerah Planet Muzik 2005 di Singapura untuk kategori penyanyi lelaki terbaik dan album terbaik sebulan silam?

Setiap orang yang bersentuhan dengan kultur pop lokal pasti pernah mendengar reputasinya sebagai pecandu obat-obatan terlarang (junkies) yang sangat kronis. Itu pula yang menjadi alasan mengapa ia dipecat dari Dewa, sebuah band—dengan nama awal Dewa 19—tempat ia bergabung sejak berdiri selama enam tahun periode rekaman (1992-1998).

Tapi kini, dengan semua buku "kelas berat" itu, apa yang terjadi pada Ari? "Dulu memang aku raja mabuk. Semua barang sudah aku coba. Tapi jauh sebelum itu, bacaan sudah lebih dulu membuatku mabuk," katanya. Masa kecil yang ia habiskan di Saradan, sebuah kecamatan penghasil kayu yang terletak 30 kilometer dari Madiun, Jawa Timur, tak membuatnya terisolasi dari dunia baca.

Ari baru kelas 4 SD ketika sang ayah, Bartholomeus Lasso, membelikannya buku-buku Karl May yang membuatnya jatuh cinta pada pesona teks. Tapi kakaknya nomor tiga, Trioni Alfianus, punya pendapat lain saat mendengar adiknya mulai menyanyikan sebuah lagu Barat ketika duduk di kelas lima SD. "Kamu harus jadi penyanyi. Suaramu bagus."

Beranjak remaja, layaknya anak muda yang larut dalam sihir musik, Ari menjajal panggung dari sekolah ke sekolah. Bedanya, ia juga mempertebal cintanya pada Umar Kayam dan Mario Puzo. "Banyak deskripsi dan dialog dalam novel Puzo yang saya ingat sampai sekarang," katanya. Ia terdiam sejenak. "Tentang Pak Kayam, saya sering menyesali diri belum sempat bertemu beliau sebelum meninggal."

l l l

ANUGERAH Planet Muzik menabalkan posisi ayah tiga anak ini sebagai solois pria terpopuler di empat negara yang menggunakan bahasa Melayu: Singapura, Malaysia, Indonesia, dan Brunei Darussalam. Album terbarunya, Kulihat, Kudengar, Kurasa (Aquarius Musikindo, 2004), terpilih sebagai album terbaik. Sedangkan untuk kategori penyanyi lelaki terbaik, penggemar fanatik singkong goreng ini menggeser dua seniornya, Chrisye dan Iwan Fals, yang juga sudah melegenda di keempat negara itu. "Semua ini jauh melebihi apa yang aku harapkan. Aku pernah dicoba dalam kesulitan, sekarang aku dicoba Tuhan dalam kesenangan," tuturnya.

Penyanyi berusia 32 tahun ini adalah kasus menarik dalam lanskap musik nasional selama setengah abad terakhir. Sukses di band, sukses pula sebagai solois. Ia memang bukan satu-satunya (yang memulai karier dari bandRed). Ada artis lain yang menjalani "jalan hidup" serupa seperti Baim (eks Ada Band), Ariyo Wahab (eks SOG), atau Glenn Fredly (eks Funk Section). Tapi popularitas band mereka belum pernah sepopuler Dewa. Selain itu, kendati untuk urusan komposisi dan citra frontman Dewa melekat pada Dhani Ahmad, suara tenor Ari-lah yang membuat band ini melambung lewat hit seperti Kangen, Cukup Siti Nurbaya, Kirana, atau Kamulah Satu-satunya.

Setelah keluar dari Dewa, Ari bangkrut total. Rumah dan mobil dijual. Istrinya, Vitta Dessy, "dikembalikan" kepada orang tuanya. "Saya tidak sanggup menghidupi dia waktu itu," ujarnya. Pernah satu hari ia benar-benar kehabisan uang dan harus menahan lapar, meski lagunya bersama Melly Goeslaw, Jika, sedang merajai tangga lagu nasional. "Saya berutang karier dengan Melly, yang mengajak saya menyanyikan Jika," katanya. Sayangnya, amphetamine dan "keluarga besar" senyawa kimia lainnya masih mengalir deras di darahnya. "Butuh mukjizat agar seorang junkies bisa sembuh total. Tidak bisa dengan penyembuhan biasa. Itu yang saya yakini," ujarnya.

Dalam kehidupan Ari, mukjizat itu datang lewat sebuah tragedi saat ibunya, Srie Noerhida, koma selama 19 hari di bulan November-Desember 2000. Di depan ibunya, Ari berjanji akan meninggalkan obat. "Lima menit kemudian, mama meninggal," katanya. Ia luar biasa terguncang. Ari mencoba cara detoksifikasi yang belum pernah ia coba sebelumnya, yakni ANR (accelerated neuro regulation). Tubuhnya "dicuci" dalam waktu 24 jam di sebuah rumah sakit di Jakarta. "Sejak itu saya tak pernah lagi menyentuh drugs," tuturnya.

Semua pengalaman pahit itu tecermin di album solo perdananya, Sendiri Dulu (2001), yang melahirkan hit Misteri Ilahi dan Penjaga Hati. Kemasan musiknya lebih sederhana dibandingkan dengan musik Dewa karena Ari memilih napas modern folk seperti lagu-lagu Counting Crows atau Bryan Adams. Namun, dengan syair yang lebih menukik pada pergulatan batin: lelah kaki melangkah/tersesat tiada arah/suara hati semakin melemah/terkikis oleh amarah (Misteri Ilahi). Di bagian lain ia seperti meratap: Maafkan aku tak pernah bisa/Untuk membalas semua cinta/Malah kutancapkan duri/Hingga saatnya engkau pergi (Selamat Jalan Mama).

Sadar ia mulai merangkak lagi dari titik nol di industri hiburan, Ari hanya memasang target penjualan 50 ribu keping untuk Sendiri Dulu. Nyatanya, album itu terjual 600 ribu keping dan memahkotainya dengan tiga gelar artis solo pria terbaik di tahun berikutnya. Resepnya: Ari melakukan apa yang pernah dilakukan rocker Nicky Astria 10-15 tahun lalu, hanya mau bernyanyi diiringi satu band tetap. "Itu penting untuk menjaga konsistensi musikku," katanya.

Formula ini dipegang teguh. Ia pantang menerima pekerjaan yang tidak melibatkan band-nya. "Tentu saja hasil manggung lebih kecil karena harus dibagi banyak orang. Tapi kami jadi loyal satu dengan yang lain," tuturnya. Awalnya, sulit menjual "paket" seperti ini karena promotor hanya melihat namanya.

Ari juga tipe musisi yang tahu diri. Ia tak ngoyo mencipta lagu atau membuat aransemen. Dari tiga album solonya yang sudah beredar, hanya tiga lagu yang diciptakannya. Ia memilih bekerja sama dengan banyak penulis lagu, dari Bebi Romeo, teman-temanya di Dewa, Piyu Padi, sampai Erwin Gutawa sebagai arranger. Ia memfokuskan diri pada penulisan lirik, dan melahirkan pelbagai hit selanjutnya seperti Hampa dan Tulus (album Keseimbangan, 2003) serta Keajaiban Cinta dan Mengejar Matahari (album Kulihat, Kudengar, Kurasa, 2004).

Ketika disampaikan bahwa lirik-lirik karyanya belum mencerminkan bacaannya yang luas, Ari tertawa. "Ya, aku juga menyadari itu. Aku masih belajar menulis lirik yang efektif," katanya. Ia juga menyebut sebuah kendala lain dalam menulis lagu. "Hidupku sudah mapan sekarang. Itu cukup menyulitkan dalam menggali inspirasi."

l l l

Mulai 23 Maret, Ari akan menggelar tur ke 30 kota sampai pertengahan Juli. "Ini tur terpanjang yang pernah aku lakukan," katanya. Selain membawa 19 musisi dan kru tetap, yang juga akan dibawanya adalah iPod dan sejumlah buku. Pilihannya kali ini Angels & Demons (Dan Brown), By the River Piedra I Sat Down and Wept (Paulo Coelho), dan beberapa judul lain yang sudah ia beli tapi belum sempat dibaca. "Aku memang lebih suka membicarakan buku ketimbang musik," tuturnya. "Cuma, bahasa Inggrisku jelek. Jadi hanya bisa baca terjemahan Indonesianya."

Akmal Nasery Basral


1973 Lahir pada tanggal 17 Januari.

1992 Album perdana Dewa, 19, beredar.

1994 Format Masa Depan (bersama Dewa)

1995 Terbaik-Terbaik (bersama Dewa)

1997 Pandawa Lima (bersama Dewa)

1998 Keluar dari Dewa.

1999 Single "Jika" (duet dengan Melly Goeslaw).

2000 The Best of Dewa

2000 Penghargaan Most Wanted Duo (Video Musik Indonesia _ MTV/Anteve)

2001 Album solo perdana Sendiri Dulu.

2002

  • Funkiest Male Singer (Clear Top 10 Awards)
  • Artis Solo Pria Terbaik Kategori Pop (AMI-Sharp Awards).
  • Artis Solo Pria Terbaik Kategori Alternative (AMI-Sharp Awards).

    2003

  • Album Keseimbangan.
  • Funkiest Male Singer (Clear Top 10 Awards).

    2004- Album Kulihat, Kudengar, Kurasa. Lagu Terbaik Anugerah Planet Muzik (Singapura, Malaysia, Indonesia, Brunei).

    2005

  • Penyanyi Lelaki Terbaik Anugerah Planet Muzik.
  • Album Terbaik Anugerah Planet Muzik.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus