Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dunia Hollywood sudah memperkenalkan nama ini kepada dunia: Witness Protection Programme. Anda yang menggemari film-film detektif atau dunia mafia, seperti Goodfellas (Martin Scorsese) atau serial Alias, pasti sudah mengenal sistem hukum di AS, jika ada seorang saksi penting yang isi kesaksiannya bisa menggondol penjahat kaliber kakap?tapi nyawa saksi itu akan terancam oleh yang dirugikan?saksi tersebut akan dimasukkan dalam Witness Protection Programme, sebuah program pemerintah yang memberikan identitas baru, pekerjaan baru, dan kawasan kediaman baru bagi saksi dan keluarganya.
Di Indonesia, yang sistem hukumnya masih merangkak, Witness Protection Programme ini sedang dalam rencana berupa Rancangan Undang-Undang Perlindungan Saksi. Jika tidak, Indonesia akan terus-menerus menjadi gerbong paling belakang dalam soal keadilan di dunia ini. Dengarkan sepenggal cerita Danang Widoyoko, Koordinator Koalisi Perlindungan Saksi:
Syahdan, seorang lelaki yang bekerja di instansi pemerintah mengetahui terjadinya sebuah korupsi besar di kantornya. Namun ia sangat khawatir, jika ia membuka kasus korupsi ini, ia akan mengalami mutasi atau bahkan dipecat. Tapi, jika ia terus menutup mulut, ia tahu keadaan akan semakin bobrok. Dengan setumpuk bukti yang dimilikinya, toh ia memilih menutup mulut.
Menurut Danang Widoyoko, banyak orang yang selama ini tak mau melaporkan praktek korupsi yang terjadi di depan hidungnya lantaran tak ada jaminan keselamatan dirinya. "Karena itu, kami mendesak supaya RUU Perlindungan Saksi segera dibahas," ujar Danang, yang juga menjabat Wakil Ketua Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW).
Koalisi Perlindungan Saksi, yang terdiri dari LBH Jakarta, Elsam, Komnas Perempuan, Walhi, Komisi Hukum Nasional, Senin pekan lalu kembali mengunjungi DPR. Mengapa begitu gigih? "Pemerintah telah menjanjikan pembahasan rancangan undang-undang tersebut pada semester pertama tahun ini," kata Danang. Tanpa ada undang-undang yang melindungi saksi, kata Danang, paket Undang-Undang Anti-Korupsi dan Komite Pemberantasan Korupsi akan mandul.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Saksi sesungguhnya sudah ada di "kantong" DPR. Dalam daftar program legislasi yang dikeluarkan Badan Legislasi DPR, rancangan undang-undang ini masuk urutan ke-27 dari 55 RUU yang harus dituntaskan DPR pada 2005."RUU itu lahir dari hak inisiatif DPR. Saksi dan korban harus dilindungi karena dia faktor penting, salah satu alat bukti di pengadilan," kata Tumbu Saraswati, anggota DPR dari Fraksi PDIP yang ikut menyusun rancangan undang-undang tersebut.
Rancangan Undang-udang Perlindungan Saksi dan Korban, demikian "nama resmi" RUU itu, kata Tumbu, diserahkan ke Presiden Megawati pada Februari 2003 silam. Tapi, di tangan Presiden, rancangan tersebut belum berjalan. Sampai akhir pemerintahannya, Megawati tak mengeluarkan selembar amanat presiden pun?inilah surat penunjukan menteri sebagai wakil pemerintah?untuk membahas rancangan undang-undang tersebut. Nah, RUU inilah yang akan kembali dibahas anggota DPR periode 2004-2009 ini.
Jika RUU ini lolos, undang-undang yang terdiri atas tujuh bab dan 32 pasal ini nantinya menjadi payung pelindung bagi mereka yang ingin membongkar kejahatan. Menurut undang-undang ini, misalnya, siapa pun yang berupaya menghalangi seorang saksi memperoleh perlindungan, sehingga tidak bisa memberi kesaksian, diancam hukuman penjara empat tahun. Adapun yang membuat saksi atau keluarganya kehilangan pekerjaannya lantaran memberikan kesaksian bisa dihukum tujuh tahun penjara.
"Selama ini seorang saksi sering mendapat intimidasi dari orang atau lembaga yang kepentingannya terancam. Kelak, kami berharap ini tak terjadi lagi," ujar Tumbu. Menurut Tumbu, ada pemikiran pada penyusun RUU ini untuk memberi hadiah uang bagi mereka yang melaporkan kasus korupsi, "Tapi kita batalkan karena nanti motivasinya sekadar uang," ujarnya.
Rancangan undang-undang ini juga memerintahkan adanya pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi. Lembaga inilah yang akan menampung para saksi atau korban kekerasan yang merasa terancam. Atas rekomendasi lembaga ini, seorang saksi bisa berganti identitas atau berhak mendapat tempat tinggal baru. "Pokoknya akan banyak kasus kejahatan yang terungkap jika undang-undang ini lahir," kata Rachland Nashidik, Direktur Eksekutif Indonesia Human Rights Monitor (Imparsial). "Kasus Munir juga akan terungkap karena selama ini mungkin banyak yang tahu tapi takut mengatakannya."
Menurut Ketua Badan Legislasi DPR, Muhammad A.S. Hikam, RUU Perlindungan Saksi merupakan salah satu rancangan undang-undangan yang disepakati DPR dan pemerintah untuk mendapat prioritas dibahas. Walau berada di urutan ke-27, Hikam menjamin bukan berarti pembahasan RUU berada di deretan nomor buncit. "Itu tidak benar. Yang naskahnya paling siap, ya, dibahas lebih dulu," ujarnya.
Desakan untuk membahas rancangan undang-undang ini tak hanya datang dari lembaga swadaya masyarakat. Panitia perancang Undang-Undang Dewan Perwakilan Daerah (DPD) juga meminta DPR dan pemerintah segera merampungkan RUU tersebut. "Kami akan menggalang opini, jangan sampai orang yang seharusnya menjadi pahlawan malah jadi korban," ujar Ketua Panitia Perancang Undang-Undang DPD, Wayan Sudirta, sembari mengingatkan kasus Endin Wahyudin, pelapor kasus korupsi hakim agung yang belakangan justru dihukum dengan tuduhan telah mencemarkan nama baik hakim agung tersebut.
Direktur Jenderal Peraturan dan Perundang-undangan Departemen Hukum, Abdul Ghani Abdullah, menyatakan siap membahas rancangan undang-undang ini. Menurut Abdul Ghani, pihaknya bahkan mengusulkan?dalam draf versi pemerintah?seorang saksi tidak akan dipertemukan dengan pelaku, dan identitasnya dilindungi. "RUU ini penting. Kita sangat ketinggalan karena di luar negeri pengamanan dan pengawalan bahkan sudah diberikan kepada hakim dan jaksa," katanya. Jika rancangan ini lolos menjadi undang-undang, Witness Protection Programme bukan hanya menjadi tontonan di televisi, tetapi menjadi bagian dari keseharian hidup di Indonesia.
L.R. Baskoro, M. Nafi, Badriah
Pasal-pasal yang Memberi Rasa Aman
PASAL-pasal RUU Perlindungan Saksi dan Korban ditujukan untuk memberi jaminan rasa aman buat saksi atau korban tindak pidana. Inilah beberapa pasal yang "menjanjikan" itu.
Pasal 6
Korban dalam tindak pidana dengan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia berat, selain berhak atas hak sebagaimana diatur dalam Pasal 5, juga berhak mendapatkan bantuan berupa:
- bantuan medis
- bantuan rehabilitasi psikososial
Pasal 26
- Setiap orang yang menghalang-halangi dengan cara apa pun sehingga saksi dan/atau korban tidak memperoleh perlindungan atau bantuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf d, Pasal 6, atau Pasal 7 ayat (1), dipidana de-ngan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak tiga ratus juta rupiah.
- Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat publik, ancaman pidananya ditambah sepertiga.
Pasal 29
- Setiap orang yang memberitahukan keberadaan saksi dan/atau korban yang tengah di-lindungi dalam suatu tempat khusus yang di-rahasiakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf k, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan/atau denda paling banyak sebesar Rp 100.000.000.
- Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat publik, maka ancaman pidananya ditambah sepertiga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo