Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Naskah Tuanku Imam Bonjol Ditetapkan Sebagai Memory Of The World, Sempat Hilang 23 Tahun

Naskah Tuanku Imam Bonjol pernah tidak diketahui keberadaannya selama 23 tahun, ditemukan kembali pada 2014.

9 Mei 2024 | 21.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tulisan aksara jawi dan bahasa melayu dalam naskah Tuanku Imam Bonjol yang dipamerkan di GOR M Yamin Kota Payakumbuh pada 12/17 Oktober 2023. (TEMPO/Fachri Hamzah)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Padang - Naskah Tuanku Imam Bonjol ditetapkan UNESCO sebagai Memory Of The World Committee South Asia Pacific pada Rabu, 8 Mei 2024 di Ulaanbaatar, Mongolia. Naskah yang ditulis oleh Tuanku Imam Bonjol tersebut diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatra Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keberadaan naskah Tuanku Imam Bonjol pertama kalinya dilaporkan oleh Ph. S. van Ronkel dalam artikelnya “Inlandsche getuigenissen aangaande de Padri-oorlog” (Kesaksian Pribumi mengenai Perang Paderi) dalam jurnal De Indische Gids 37 (II) (1915): 1099-1119, 1243-59. Van Ronkel menyebutkan bahwa ia telah menyalin satu naskah yang berjudul "Tambo Anak Tuanku Imam" yang tebalnya 318 halaman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dosen Filologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Pramono mengatakan, naskah ini awalnya dibawa oleh Naali Sutan Caniago dari pengasingannya di Manado dan disimpan oleh ahli waris Tuanku Imam Bonjol di Kampung Caniago, Kabupaten Pasaman. Pada 27 April 1983, naskah tersebut diserahkan oleh ahli waris kepada pemerintah Provinsi Sumatera Barat.

Naskah Tuanku Imam Bonjol pernah tidak diketahui keberadaannya selama 23 tahun pasca-dipamerkan pada Festival Istiqlal di Jakarta pada 1991. Selama masa hilang, tidak ada yang tahu tentang posisi manuskrip Tuanku Imam Bonjol tersebut.

Ada beberapa upaya untuk menemukan manuskrip itu untuk tujuan penelitian ilmiah. Akan tetapi, orang terakhir yang bertanggung jawab atas manuskrip tersebut tidak menginformasikan tempat manuskrip tersebut. Naskah tersebut akhirnya ditemukan di Kantor Gubernur Sumatra Barat pada September 2014.

“Naskah tersebut hilang dan ditemukan kembali saat proses renovasi Kantor Gubernur Sumatra Barat pada 2014. Kami diperlihatkan sebuah naskah dan ternyata adalah naskah Tuanku Imam Bonjol,” kata Pramono.

Pramono juga menerangkan, saat pertama kali ditemukan naskah dalam kondisi rusak, beberapa lembar lepas dari jilid dan beberapa halaman naskah berlubang karena terbakar oleh tinta. Pramono bersama Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Sumatra Barat  mencoba melakukan proses restorasi dengan cara urawuchi. Akhirnya naskah tersebut berhasil diselamatkan.

Naskah tersebut sebelumnya pernah ditransliterasikan oleh Safnir Abu Naim pada 1984, kemudian diterbitkan oleh PPIM pada 2004. Naskah tersebut juga menjadi sumber literatur tentang Imam Bonjol, salah satunya penetapan Imam Bonjol sebagai pahlawan nasional.  

“Keberadaan manuskrip asli ini harus mendapatkan perhatian khusus beberapa ilmuwan. Alasan di balik kekhawatiran ini adalah bagaimana para ilmuwan bisa mendasarkan literatur tentang Imam Bonjol tanpa sumber terpercaya dari manuskrip aslinya,” katanya.

Pramono juga menjelaskan, naskah sendiri telah dipindahkan dari satu tangan ke tangan yang lain. Hal tersebut terbukti dari banyaknya marginalia dalam teks. Tanggapan aktif dari pembaca ini menunjukkan bahwa manuskrip itu digunakan oleh beberapa orang untuk kepentingan ilmiah, dan menjadikan manuskrip tersebut sebagai sumber penting. 

“Bagi masyarakat Sumatera Barat atau Minangkabau, Imam Bonjol diklaim sebagai pemimpin gerakan reformis dan juga pemimpin masyarakat dalam mempertahankan tanah  dari penjajah. Perannya di Sumatra Barat diajarkan di sekolah sehingga setiap warga di daerah dan juga di Indonesia mengenalnya sebagai pahlawan,” katanya.

Pengajuan Memory Of The World South Asia 

Pramono mengatakan, pengajuan naskah Imam Bonjol ini dimulai sejak ditemukan kembali pada 2014. Gubernur Sumatra Barat membentuk tim untuk proses pengajuan menjadi ingatan kolektif dan nasional. Namun, sempat terhenti karena pendanaan dan hal lainnya.

"Sudah lama, saya pernah dipanggil oleh Gubernur Sumatra Barat untuk mempresentasikan tentang isi dari naskah tersebut. Setelah itu barulah dibentuk tim," katanya.

Dirinya bersyukur atas keluarnya keputusan UNESCO dengan menetapkan Naskah Tuanku Imam Bonjol sebagai ingatan kolektif dunia. Sebab ini akan menjadi langkah untuk melestarikan naskah tersebut.

Selain itu, Pramono juga menyampaikan bahwa banyak tugas dan tanggung jawab dari Pemerintah Sumatra Barat. Tentu, naskah yang sudah ditetapkan harus dikembangkan pelestariannya. "Saya ingin lebih digencarkan lagi pelajaran tentang naskah tersebut. Baik berupa buku, visual ataupun naskah seni," ucapnya.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus