Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Peringatan Hari Ibu yang dirayakan masyarakat Indonesia setiap 22 Desember, selalu mengingatkan Anies Baswedan pada neneknya, Barkah Ganis. Sang nenek merupakan pegiat pergerakan perempuan Indonesia sejak pra-kemerdekaan, jauh sebelum dipinang kakeknya, Abdurrahman Baswedan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Beliau adalah salah satu peserta Kongres Perempuan di Jogja, 1928," tulis Anies Baswedan saat mengunggah foto dirinya bersama mendiang neneknya di halaman Instagramnya, kemarin. Anies juga mengunggah foto-foto sang nenek saat mengikuti Kongres Perempuan Indonesia pertama, yang kini diperingati sebagai Hari Ibu itu.
Nenek Anies Datang ke Kongres Perempuan Indonesia I
Barkah mendapat undangan sebagai utusan dari Tegal. Ia bergegas ke Yogyakarta, dengan menumpang kereta. Tapi ada kisah heroik sebelum bertolak ke Kota Gudeg itu. Bersama aktivis perempuan kala itu, Barkah diadang oleh opsir Belanda dan mencegah mereka bertolak ke Yogyakarta kala mereka berada di Stasiun Tegal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tapi, menurut Anies, para perempuan pemberani itu tidak menyerah begitu saja. Tak ada kata pulang, apalagi perjalanan ini untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mereka melawan dan menentang pengadangan itu. Bahkan, para perempuan berdebat dengan opsir-opsir Belanda itu. Kegigihan berdebat itu tak juga meluluhkan para opsir. Mereka tetap berupaya mengusir para perempuan.
Nenek Barkah, nenek Anies Baswedan, peserta Kongres Perempuan Indonesia pertama di Yogyakarta. Foto: Instagram Anies Baswedan.
Lawan Pengadangan Opsir Belanda, Pasang Badan di Rel Kereta
Para perempuan itu menuju ke depan lokomotif kereta yang bersiap jalan. "Mereka berbaring di atas rel kereta, berjejer memaparkan badan meski matahari lagi terik, mereka pasangan badan di depan moncong lokomotif, menawarkan nyawa mereka. 'Berangkatkan kami atau matikan kami,' Itulah harga mati yang senyatanya," tulis Anies mencoba merekonstruksi cerita nenek Barkah yang pernah diceritakan kepadanya itu.
Tindakan para perempuan pemberani itu menggemparkan stasiun. Belanda gentar. Mereka diizinkan naik kereta dan bertolak ke Yogyakarta. Mereka tiba di Ndalem Joyodipuran, tempat berlangsungnya kongres, yang kini menjadi kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya itu/
"Berkongres dan ikut membangun pondasi perjuangan perempuan dan perjuangan kemerdekaan," tulis putra guru besar di di Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, Aliyah Rasyid itu menjelaskan. "Semua dituturkan nenek saat itu dengan penuh semangat."
Santapan Nenek Anies Baswedan: Baca Koran dan Ajak Diskusi
Menurut suami Fery Farhati itu, nenek Barkah hidup panjang. Di masa tuanya. ia menghabiskan waktu dengan banyak membaca koran, mengikuti mengikuti perkembangan dan selalu mengajak berdiskusi dengan siapapun yang datang ke rumahnya. Kegiatan itu tetap dilakukan hingga menjelang wafat dalam usia 93 tahun.
Anies Baswedan mengaku bersyukur tinggal serumah dengan neneknya sejak bayi. Mereka tinggal di Yogyakarta hingga ia bertolak ke Amerika Serikat untuk meneruskan studi strata 2 dan 3. Ia kemudian mengingatkan, Hari Ibu di Indonesia, seharusnya tak sekadar mengingat “ibu” yg melahirkan dan membesarkan kita. "Tapi juga mengingat pergerakan kaum perempuan menuju kemerdekaan dan kemajuan bangsa," tulis Anies.
kuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.