Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Paguyuban pelawak indonesia

Paguyuban pelawak indonesia, yang berdiri tahun 1975 mengadakan pertemuan dirumah bagio. memperbincangkan kemungkinan dibuat semacam tata tertib atau anggaran dasar untuk peningkatan mutu. (hb)

24 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIAM Bangsat!", teriak Kris Biantoro. Hadirin bukannya diam malah semakin riuh. Tapi pertemuan antara para pelawak yang tergabung dalam Paguyuban Pelawak Indonesia di rumah Bagio itu tetap berjalan terus. Berdiri sejak Mei 197S, Paguyuban memang selalu mengadakan pertemuan rutin setiap tangal 17 (tanggal meninggalnya Blng Slamet). Diadakan secara bergilir di rumah-rumah para anggota, kegiatan utama Paguyuban masih terbatas pada arisan dan makan-makan. Nah, lewat Kris Biantoro, Ketua I Paguyuban, kepada hadirin ditawarkan: "apakah kita perlu membikin Tata Tertib atau Anggaran Dasar?" Tlampir rata-rata lebih menyukai bentuk tata tertib yang tidak mengikat. Hanya menurut Mang Udel alias drs Purnomo, baik Tata Tertib maupun Anggaran Dasar masing-masing memiliki kerugian dan keuntungan. Misalnya, peraturan yang berbentuk Anggaran Dasar yang mengarah pada union diharapkan bisa membatasi pelawak-pelawak asing yang mengadakan pertunjukan di Indonesia. Paling tidak kepada mereka bisa diharuskan untuk menyerahkan umpamanya 10 persen dari pendapatan pertunjukan untuk kas Paguyuban. Nampaknya tak banyak yang setuju saran Udel. "Yang penting bertemu secara kekeluargaan, secara guyub, sambil tukar pikiran bagaimana melawak yang baik", ujar Eddy Sud, Ketua Paguyuban. "Ide Mang Udel bagus, cuma saya pikir masih terlalu jauh". Sikap Eddy Sud yang juga mengharapkan agar Tata Tertib itu nanti tidak mencampuri grup masing-masing, ditunjang Ateng. "Pokoknya jangan campur tangan dalam soal bisnis", katanya. "Paguyuban ini sifatnya sosial saja", sambut Bagio. Sikap Bagio, yang menunjang kedua rekannya itu, memang bukan tanpa alasan. Sebab pada tahun 1968, pernah berdiri Ikatan Pelawak Indonesia yang diketuainya. Organisasi yang sempat mencatat anggota sejumlah 15 grup (kira-kira 60 orang pelawak) itu dilengkapi dengan peraturan-peraturan yang tertuang dalam Anggaran Dasar "Ternyata tidak jalan, sebab kemudian banyak anggota yang cuma menuntut giliran main saya kapan main.... saya kapan main", ujar Bagio. Tapi tentu saja usul Udel agar Paguyuban dijadikan semacam union yang lengkap dengan Angaran Dasar, punya dasar. "Sebaiknya jangan hanya paguyuban, tapi jadikanlah sebagai organisasi profesional", ujarnya. Status itu diperlukan agar ruang gerak wadah pelawak-pelawak tidak menjadi sempit "Kalau tidak berbentuk badan hukum tidak mungkin", tambah Udel lagi Namun di samping itu Udel (bersama Cepot dulu pernah hadir sebagai grup lawak yang berhasil) memiliki jalan tengah. Tidak soal apakah peraturan itu hanya berupa Tata Tertib yang tidak mengikat atau berupa Anggaran Dasar yang berbentuk badan hukum cara untuk meningkatkan mutu lawak tetap bisa dilakukan. Misalnya lewat pertemuan-pertemuan itu, digilir siapa-siapa yang mau bicara tentang pengalaman-pengalamannya. "Tidak cuma bakar sate".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus