DIAM Bangsat!", teriak Kris Biantoro. Hadirin bukannya diam
malah semakin riuh. Tapi pertemuan antara para pelawak yang
tergabung dalam Paguyuban Pelawak Indonesia di rumah Bagio itu
tetap berjalan terus. Berdiri sejak Mei 197S, Paguyuban memang
selalu mengadakan pertemuan rutin setiap tangal 17 (tanggal
meninggalnya Blng Slamet). Diadakan secara bergilir di
rumah-rumah para anggota, kegiatan utama Paguyuban masih
terbatas pada arisan dan makan-makan. Nah, lewat Kris Biantoro,
Ketua I Paguyuban, kepada hadirin ditawarkan: "apakah kita perlu
membikin Tata Tertib atau Anggaran Dasar?" Tlampir rata-rata
lebih menyukai bentuk tata tertib yang tidak mengikat. Hanya
menurut Mang Udel alias drs Purnomo, baik Tata Tertib maupun
Anggaran Dasar masing-masing memiliki kerugian dan keuntungan.
Misalnya, peraturan yang berbentuk Anggaran Dasar yang mengarah
pada union diharapkan bisa membatasi pelawak-pelawak asing yang
mengadakan pertunjukan di Indonesia. Paling tidak kepada mereka
bisa diharuskan untuk menyerahkan umpamanya 10 persen dari
pendapatan pertunjukan untuk kas Paguyuban.
Nampaknya tak banyak yang setuju saran Udel. "Yang penting
bertemu secara kekeluargaan, secara guyub, sambil tukar pikiran
bagaimana melawak yang baik", ujar Eddy Sud, Ketua Paguyuban.
"Ide Mang Udel bagus, cuma saya pikir masih terlalu jauh". Sikap
Eddy Sud yang juga mengharapkan agar Tata Tertib itu nanti
tidak mencampuri grup masing-masing, ditunjang Ateng. "Pokoknya
jangan campur tangan dalam soal bisnis", katanya. "Paguyuban ini
sifatnya sosial saja", sambut Bagio. Sikap Bagio, yang menunjang
kedua rekannya itu, memang bukan tanpa alasan. Sebab pada tahun
1968, pernah berdiri Ikatan Pelawak Indonesia yang diketuainya.
Organisasi yang sempat mencatat anggota sejumlah 15 grup
(kira-kira 60 orang pelawak) itu dilengkapi dengan
peraturan-peraturan yang tertuang dalam Anggaran Dasar
"Ternyata tidak jalan, sebab kemudian banyak anggota yang cuma
menuntut giliran main saya kapan main.... saya kapan main",
ujar Bagio.
Tapi tentu saja usul Udel agar Paguyuban dijadikan semacam
union yang lengkap dengan Angaran Dasar, punya dasar.
"Sebaiknya jangan hanya paguyuban, tapi jadikanlah sebagai
organisasi profesional", ujarnya. Status itu diperlukan agar
ruang gerak wadah pelawak-pelawak tidak menjadi sempit "Kalau
tidak berbentuk badan hukum tidak mungkin", tambah Udel lagi
Namun di samping itu Udel (bersama Cepot dulu pernah hadir
sebagai grup lawak yang berhasil) memiliki jalan tengah. Tidak
soal apakah peraturan itu hanya berupa Tata Tertib yang tidak
mengikat atau berupa Anggaran Dasar yang berbentuk badan hukum
cara untuk meningkatkan mutu lawak tetap bisa dilakukan.
Misalnya lewat pertemuan-pertemuan itu, digilir siapa-siapa
yang mau bicara tentang pengalaman-pengalamannya. "Tidak cuma
bakar sate".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini