PERPECAHAN di kalangan grup lawak seperti kasus Joni Gudel
dengan Sri Mulat, atau Ateng-Iskak dengan Kwartet Jaya, memang
bukan kejadian baru. Seperti yang dialami Bagio, grup lawaknya
selalu berubah sampai tujuh kali. Bagio di Yogya misalnya pernah
tergabung dalam satu grup bersama Iskak dan Eddy Sud. Kemudian
dengan Iskak dan Atmonadi. Pernah juga bersama Iskak dan Ateng,
sementara sekarang tergabung dengan Diran, Darto dan Soleh.
Gejala yang terjadi pada grup-grup lawak itu menurut Bagio
diakibatkan oleh pimpinan yang tidak punya wibawa. Bahwa
kemudian ternyata uang dijadikan alasan oleh mereka yang keluar
dari sesatu grup, menurut Bagio sebenarnya hanya dicari-cari.
"Soal uang hanya alasan saja", ujar Bagio. Menunjuk Kwartet
Jaya, kompaknya grup itu sebenarnya bukan oleh organisasi yang
rapi atau manajemen yang bagus, tapi oleh adanya tokoh Bing
Slamet. Karena itu pecahnya Kwartet yang berdiri sejak Juni 1968
itu, "sudah saya duga", katanya.
Saya Tak Mau Menjawab
Tapi kenapa Bagio sendiri pecah sampai tujuh kali? Penyebab
pecahnya grup yang dipimpinnya memang macam-macam. Misalnya,
ketika EBI di Yogya: karena Bagio kemudian diajak Hardjomulyo
main film di Jakarta. Pecahnya dia dengan Ateng dan Iskak,
katanya karena kedua rekannya itu tidak puas dengan
kepemimpinannya. Dan Bagio memang mengakui kelemahan yang
dimilikinya. Katanya: "Saya tak bisa zakkelijk dan tak punya
ketegasan". Kelemahan itu mengakibatkan urusan duit sering
macet. Misalnya ada panitia yang terpaksa membayar sedikit atau
menunggak. Menghadapi hal-hal semacam itu Bagio mengaku tak bisa
apa-apa. Bahkan bila dalam film namanya tidak dicantumnkan atau
disebut paling bawah, baginya tak menjadi soal. "Bagi saya yang
penting masyarakat tahu saja ooh . . . itu Bagio", katanya.
"Publik adalah juri saya". Nah, cara itu sering-sering tidak
cocok dengan beberapa bekas sekutunya yang kemudian memilih
keluar.
Lantas kenapa Ateng dan Iskak memilih membentuk grup baru
daripada terus bersama Eddy Sud? "Soal manajemen", ujar Ateng,
ketika mengadakan pertemuan pers di Press Club akhir Desember
lalu. Soal keuangan? "Yah, itu antara lain", katanya lagi. Tentu
saja jawaban itu tidak membuat puas para wartawan yang banyak
hadir di gedung bekas klab malam Galaxy itu. "Saya dengar karena
soal 'moral' dan keuangan?". Sahut Ateng: "Saya tidak mau
menjawab itu. Saya tak mau keterangan itu keluar dari mulut
saya. Tapi kalau dari saudara ya terserah". Konon pula soal
keuangan itu menyangkut pembayaran fi]m iklan dari sebuah
perusahaan besar yang lantas tidak adil pembagiannya. Tapi soal
itu tak dijawab Ateng.
Pernyataan Bersama
Hanya saja menurut dia, gejala perpecahan itu sudah timbul
semenjak Bing Slamet masih hidup. Katanya dia sering menegor
bila ada hal-hal tidak beres. "Tapi lama-lama mulut gue bisa
robek", ujar Ateng menunjukkan ketidak sabarannya. Menurut
Ateng sendiri, pertemuan pers yang diadakannya itu hanya untuk
mengumumkan berdirinya Ateng & Iskak Group -- yang disebutkan
resmi berdiri sejak 17 Desember 1975 (hari meninggalnya Bing
Slamet). Lantas Eddy Sud, yang ketika berita pertemuan pers itu
tersiar sedang berada di Surabaya, kontan angkat telepon ke
Ateng. Tentu saja dengan penuh kegusaran, karena pemberitaan itu
memang memberikan kesan seakan-akan Eddy Sud memang terlibat
dalam soal "moral dan keuangan" tadi.
"Padahal kami ketika pisah itu sudah membikin pernyataan
bersama", ujar Eddy sekembalinya di Jakarta kepada TEMPO. Surat
Pernyataan Bersama yang diteken ketiga pihak dan bertanggal 17
Desember 1975 itu antara lain berbunyi: "Berhubung kesibukan
kami masing-masing makin meningkat maka bersama ini kami
menyatakan untuk masing-masing berdiri sendiri-sendiri dalam
bidang usaha. Hubungan kekeluargaan yang sudah kami bina bersama
selama ini akan tetap kami teruskan sebagai keluarga besar.
Surat pernyataan ini kami buat dengan rasa ikhlas dan senang
hati, dan tidak ada sebab-sebab negatif sedikitpun juga. Dan
mengenai Kwartet Jaya secara keseluruhan tetap berada di bawah
pimpinan Eddy Sud". Begitu.
Bagi Eddy Sud, pertemuan pers yang dilakukan oleh bekas kedua
partnernya itu dianggap melanggar pernyataan bersama itu.
"Kenapa pertemuan pers itu tanpa saya", ujar Eddy gondok. Soal
keuangan itu, menurut Eddy, sebenarnya tidak pernah ada. Dia
mengaku memang mendapat pesanan dari perusahaan besar itu untuk
membikin film iklan. "Perusahaan besar itu relasi saya", ujar
Eddy. Maka Eddy pun berpikir kenapa tidak Kwartet Jaya yang
dipakai untuk film iklan itu. Menurut Eddy, baik Ateng maupun
Iskak dibayar sesuai dengan yang sudah dijanjikan. Bahwa
kemudian dia mendapat honor berapa-berapanya "Itu 'kan-urusan
saya", ujar Eddy. "Yang penting bagian mereka sudah dibayar".
Bahkan "saya diisukan ada main dengan Nyonya .... (tidak
terbaca red). Masalahnya, dia dahulu memang menitipkan
keluarganya kepada saya. Saya mengurusi mereka, yah saya harus
datang ke rumahnya dong", ujar Eddy.
Sebaliknya Eddy menuduh keluarnya Ateng & Iskak sebagai
didalangi oleh orang ketiga. Maka PARFI, di mana ketiga pihak
itu tergabung sebagai anggota, melakukan campur tangan. Di
sebuah ruangan tertutup, 6 Januari 1976 kemarin, kedua pihak
yang saling bertentangan itu kembali bertemu di hadapan ketua
Parfi, Soedewo. Soedewo lewat nasihat-nasihatnya -- tentu saja
panjang lebar --segera mengantar Eddy Sud, Ateng dan Iskak untuk
angkat bicara. "Keluarnya Ateng dan Iskak dari Kwartet Jaya
merupakan suatu pukulan bagi saya. Tapi karena kehendak alam . .
.", ujar Eddy "saya dengan ikhlas berpisah dengan kalian berdua,
semoga kalian sukses sesuai dengan yang kalian kehendaki". Dalam
pembicaraan tertutup itu, Eddy sempat menambahkan, secara
pribadi membaca pemberitaan surat kabar itu agak kaget. Tapi
pada pokoknya kemudian ia berharap jangan sampai saling caci
maki satu sama lain. "Tapi-seandainya serangan itu datangnya
bertubi-tubi, yang namanya cacing kalau diinjak mesti bergerak,
apa lagi saya", ujar Eddy. Baik-baik sajalah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini