Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Perpecahan yang sudah diduga

Ateng dan iskak keluar dari grup kwartet jaya. kata ateng, penyebabnya adalah masalah manajemen, & gejala perpecahan sudah timbul sejak bing slamet masih hidup. mereka mendirikan ateng & iskak grup. (hb)

24 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERPECAHAN di kalangan grup lawak seperti kasus Joni Gudel dengan Sri Mulat, atau Ateng-Iskak dengan Kwartet Jaya, memang bukan kejadian baru. Seperti yang dialami Bagio, grup lawaknya selalu berubah sampai tujuh kali. Bagio di Yogya misalnya pernah tergabung dalam satu grup bersama Iskak dan Eddy Sud. Kemudian dengan Iskak dan Atmonadi. Pernah juga bersama Iskak dan Ateng, sementara sekarang tergabung dengan Diran, Darto dan Soleh. Gejala yang terjadi pada grup-grup lawak itu menurut Bagio diakibatkan oleh pimpinan yang tidak punya wibawa. Bahwa kemudian ternyata uang dijadikan alasan oleh mereka yang keluar dari sesatu grup, menurut Bagio sebenarnya hanya dicari-cari. "Soal uang hanya alasan saja", ujar Bagio. Menunjuk Kwartet Jaya, kompaknya grup itu sebenarnya bukan oleh organisasi yang rapi atau manajemen yang bagus, tapi oleh adanya tokoh Bing Slamet. Karena itu pecahnya Kwartet yang berdiri sejak Juni 1968 itu, "sudah saya duga", katanya. Saya Tak Mau Menjawab Tapi kenapa Bagio sendiri pecah sampai tujuh kali? Penyebab pecahnya grup yang dipimpinnya memang macam-macam. Misalnya, ketika EBI di Yogya: karena Bagio kemudian diajak Hardjomulyo main film di Jakarta. Pecahnya dia dengan Ateng dan Iskak, katanya karena kedua rekannya itu tidak puas dengan kepemimpinannya. Dan Bagio memang mengakui kelemahan yang dimilikinya. Katanya: "Saya tak bisa zakkelijk dan tak punya ketegasan". Kelemahan itu mengakibatkan urusan duit sering macet. Misalnya ada panitia yang terpaksa membayar sedikit atau menunggak. Menghadapi hal-hal semacam itu Bagio mengaku tak bisa apa-apa. Bahkan bila dalam film namanya tidak dicantumnkan atau disebut paling bawah, baginya tak menjadi soal. "Bagi saya yang penting masyarakat tahu saja ooh . . . itu Bagio", katanya. "Publik adalah juri saya". Nah, cara itu sering-sering tidak cocok dengan beberapa bekas sekutunya yang kemudian memilih keluar. Lantas kenapa Ateng dan Iskak memilih membentuk grup baru daripada terus bersama Eddy Sud? "Soal manajemen", ujar Ateng, ketika mengadakan pertemuan pers di Press Club akhir Desember lalu. Soal keuangan? "Yah, itu antara lain", katanya lagi. Tentu saja jawaban itu tidak membuat puas para wartawan yang banyak hadir di gedung bekas klab malam Galaxy itu. "Saya dengar karena soal 'moral' dan keuangan?". Sahut Ateng: "Saya tidak mau menjawab itu. Saya tak mau keterangan itu keluar dari mulut saya. Tapi kalau dari saudara ya terserah". Konon pula soal keuangan itu menyangkut pembayaran fi]m iklan dari sebuah perusahaan besar yang lantas tidak adil pembagiannya. Tapi soal itu tak dijawab Ateng. Pernyataan Bersama Hanya saja menurut dia, gejala perpecahan itu sudah timbul semenjak Bing Slamet masih hidup. Katanya dia sering menegor bila ada hal-hal tidak beres. "Tapi lama-lama mulut gue bisa robek", ujar Ateng menunjukkan ketidak sabarannya. Menurut Ateng sendiri, pertemuan pers yang diadakannya itu hanya untuk mengumumkan berdirinya Ateng & Iskak Group -- yang disebutkan resmi berdiri sejak 17 Desember 1975 (hari meninggalnya Bing Slamet). Lantas Eddy Sud, yang ketika berita pertemuan pers itu tersiar sedang berada di Surabaya, kontan angkat telepon ke Ateng. Tentu saja dengan penuh kegusaran, karena pemberitaan itu memang memberikan kesan seakan-akan Eddy Sud memang terlibat dalam soal "moral dan keuangan" tadi. "Padahal kami ketika pisah itu sudah membikin pernyataan bersama", ujar Eddy sekembalinya di Jakarta kepada TEMPO. Surat Pernyataan Bersama yang diteken ketiga pihak dan bertanggal 17 Desember 1975 itu antara lain berbunyi: "Berhubung kesibukan kami masing-masing makin meningkat maka bersama ini kami menyatakan untuk masing-masing berdiri sendiri-sendiri dalam bidang usaha. Hubungan kekeluargaan yang sudah kami bina bersama selama ini akan tetap kami teruskan sebagai keluarga besar. Surat pernyataan ini kami buat dengan rasa ikhlas dan senang hati, dan tidak ada sebab-sebab negatif sedikitpun juga. Dan mengenai Kwartet Jaya secara keseluruhan tetap berada di bawah pimpinan Eddy Sud". Begitu. Bagi Eddy Sud, pertemuan pers yang dilakukan oleh bekas kedua partnernya itu dianggap melanggar pernyataan bersama itu. "Kenapa pertemuan pers itu tanpa saya", ujar Eddy gondok. Soal keuangan itu, menurut Eddy, sebenarnya tidak pernah ada. Dia mengaku memang mendapat pesanan dari perusahaan besar itu untuk membikin film iklan. "Perusahaan besar itu relasi saya", ujar Eddy. Maka Eddy pun berpikir kenapa tidak Kwartet Jaya yang dipakai untuk film iklan itu. Menurut Eddy, baik Ateng maupun Iskak dibayar sesuai dengan yang sudah dijanjikan. Bahwa kemudian dia mendapat honor berapa-berapanya "Itu 'kan-urusan saya", ujar Eddy. "Yang penting bagian mereka sudah dibayar". Bahkan "saya diisukan ada main dengan Nyonya .... (tidak terbaca red). Masalahnya, dia dahulu memang menitipkan keluarganya kepada saya. Saya mengurusi mereka, yah saya harus datang ke rumahnya dong", ujar Eddy. Sebaliknya Eddy menuduh keluarnya Ateng & Iskak sebagai didalangi oleh orang ketiga. Maka PARFI, di mana ketiga pihak itu tergabung sebagai anggota, melakukan campur tangan. Di sebuah ruangan tertutup, 6 Januari 1976 kemarin, kedua pihak yang saling bertentangan itu kembali bertemu di hadapan ketua Parfi, Soedewo. Soedewo lewat nasihat-nasihatnya -- tentu saja panjang lebar --segera mengantar Eddy Sud, Ateng dan Iskak untuk angkat bicara. "Keluarnya Ateng dan Iskak dari Kwartet Jaya merupakan suatu pukulan bagi saya. Tapi karena kehendak alam . . .", ujar Eddy "saya dengan ikhlas berpisah dengan kalian berdua, semoga kalian sukses sesuai dengan yang kalian kehendaki". Dalam pembicaraan tertutup itu, Eddy sempat menambahkan, secara pribadi membaca pemberitaan surat kabar itu agak kaget. Tapi pada pokoknya kemudian ia berharap jangan sampai saling caci maki satu sama lain. "Tapi-seandainya serangan itu datangnya bertubi-tubi, yang namanya cacing kalau diinjak mesti bergerak, apa lagi saya", ujar Eddy. Baik-baik sajalah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus