Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Paguyuban Pemilik Toko Malioboro Desak Pemerintah Tata Ulang PKL

PPMAY mendesak Pemerintah Kota Yogyakarta melakukan penataan ulang para pedagang kaki lima (PKL) di Malioboro.

4 September 2018 | 12.02 WIB

Malioboro,Saksi Bisu Perkembangan Yogyakarta
Perbesar
Malioboro,Saksi Bisu Perkembangan Yogyakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Paguyuban Pengusaha Malioboro Ahmad Yani (PPMAY), yang beranggotakan para pemilik toko di sepanjang Malioboro, mendesak Pemerintah Kota Yogyakarta melakukan penataan ulang para pedagang kaki lima (PKL) di Malioboro. Pengusaha toko berpendapat aktivitas PKL kian lama kian merugikan mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Tak sekadar posisinya semakin menutupi wajah toko di Malioboro, para PKL itu bahkan telah menganggap lahan yang ditempatinya seperti lahan milik sendiri. “Para PKL di Malioboro sudah cenderung menguasai lahan tempat mereka berjualan, seolah lahan itu tak bertuan, padahal itu bagian dari lahan toko,” ujar Sadana Mulyono, Ketua PPMAY, di sela pertemuan dengan Pemerintah Kota Yogyakarta di Balai Kota, Senin, 3 September 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sadana menuturkan lahan yang ditempati para PKL di depan pertokoan Malioboro itu ada sejak 1970. Hal itu dimungkinkan karena ada rembugan antara pemerintah Yogyakarta waktu itu dan pemilik toko. Tujuannya adalah memfasilitasi para pejalan kaki kala itu agar tidak kepanasan.

Pemerintah Yogyakarta waktu itu meminta pemilik toko bersedia memundurkan bagian tokonya dan lahannya dipinjam sementara agar bisa dibuatkan peneduh bagi pejalan kaki. Namun kemudian, menurut Sadana, lahan itu dimanfaatkan para PKL.

“PKL juga menggelar dagangannya melebihi yang sewajarnya, baik dari ketinggian maupun luasan sehingga toko-toko tak terlihat, dagangan menempel di etalase toko,” ujar Sadana. “PKL juga memasang listrik dan sakelarnya tanpa izin. Ini jelas membahayakan jika terjadi kebakaran.”

Sadana menunjuk ketentuan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2002 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima dan Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 37 Tahun 2010. Regulasi tersebut menyebutkan setiap PKL harus mendapatkan persetujuan dari pemilik/kuasa hak atas bangunan/tanah yang berbatasan langsung dengan jalan. “PKL seharusnya yang membayar sewa ke pemilik toko karena sudah menempati lahannya,” ujarnya.

PKL di Malioboro ada dua jenis, yakni mereka yang lapaknya menghadap toko (terhimpun dalam paguyuban Tri Dharma) dan yang membelakangi toko (tergabung dalam Paguyuban Pelmani).

Pelaksana tugas Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, Yunianto Dwisutono, menuturkan wacana penataan PKL di Malioboro saat ini masih dalam tahap kajian pemerintah DIY dan Kota Yogyakarta.

“Kami masih menunggu proyek jalur pedestrian di sisi barat Malioboro selesai sepenuhnya, belum masuk tahap penataan PKL,” ujarnya. Namun Yunianto berjanji keluhan para pemilik toko itu akan menjadi bahan merumuskan regulasi. “Semua pihak akan kami ajak dialog agar bisa saling menjaga Malioboro dan tak saling merugikan.”

Sedangkan Ketua Paguyuban Pelukis, Perajin, dan PKL Malioboro-Ahmad Yani (Pemalni) Malioboro Slamet Santoso sebelumnya mengatakan para PKL siap ditata asal tetap bisa mengais rezeki di kawasan Malioboro. Para PKL juga siap bersinergi bersama dengan pemerintah menjaga Malioboro tetap nyaman dan menjadi ikon wisata Yogyakarta. “Kami siap bersinergi dengan pemerintah, seperti dengan libur dan bersih-bersih Malioboro setiap Selasa Wage,” ujarnya.

PRIBADI WICAKSONO (Yogyakarta)

 

Tulus Wijanarko

Tulus Wijanarko

Wartawan senior dan penyair.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus