Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Kawasan sepanjang Jalan Malioboro hingga Titik Nol Kilometer Yogyakarta dipadati lautan manusia yang menyaksikan pembukaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta atau PBTY, Kamis petang 6 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perhelatan yang akan digelar selama sepekan hingga tanggal 12 Februari mendatang itu, dibuka dengan karnaval hingga sejumlah atraksi kelompok kesenian dan persta kembang api mulai pukul 19.00 hingga 21.00 WIB. Karnaval dan kesenian yang tampil tak hanya berunsur budaya Tionghoa seperti Liong dan Barongsai atau seni tradisional Yogyakarta. Namun juga dari luar daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah ruas jalan yang menuju Malioboro pun ditutup dan dialihkan sementara untuk pembukaan acara itu. Pantauan Tempo, sepanjang trotoar Jalan Malioboro hingga panggung atraksi yang dipusatkan di kawasan Titik Nol Kilometer nyaris tak ada celah ruang kosong karena dipadati pengunjung.
Perayaan kultural kehidupan
Raja Keraton yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X yang datang dalam pembukaan itu mengatakan perhelatan PBTY ini menjadi perayaan kultural kehidupan yang menandai betapa kayanya keragaman suku-suku bangsa yang hidup di Indonesia. "Kreasi kultural yang dihadirkan bukan hanya sekedar hiburan, tetapi juga menjadi upaya pengayaan wawasan," kata dia.
Pekan budaya yang menjadi syukuran Tahun Baru Imlek 2570 ini, kata Sultan, bertepatan dengan masuknya Tahun Ular Kayu. Ia mengungkap, konon dalam kosmologi Cina, unsur kayu dalam tahun ular ini, membawa aura kehormatan, kekayaan, dan kemakmuran. "Tahun Ular Kayu ini juga menandai periode yang diyakini membawa energi transformasi, pertumbuhan, dan kreativitas," ujarnya.
Sultan menuturkan pekan budaya ini menjadi momentum, untuk merenung kembali, bagaimana membangun semangat keIndonesiaan. Jika budaya adalah ciri suatu bangsa, dan ciri-cirinya diperoleh lewat proses belajar dan interaksi, maka proses itu adalah proses integrasi, dalam hidup yang penuh toleransi.
"Bagaimanapun, setiap suku adalah bagian tak terpisahkan dari bangsa Indonesia, di mana karakter khas ini tidak perlu dihilangkan identitasnya. Suku Batak, Minang, Jawa atau Bugis, tetap bisa melestarikan kebudayaannya. Demikian juga Tionghoa," kata dia.
Dampak ekonomi di wilayah Yogyakarta
Menurut Sultan, dampak ekonomi pekan budaya tidak hanya berputar di seputar Kampung Ketandan Malioboro saja yang menjadi pusat perhelatan event itu selama sepekan ke depan. Tetapi akan meluas di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya dengan adanya mobilitas manusia yang berinteraksi dalam event itu.
Antonius Simon, Ketua Panitia PBTY XX 2025 mengatakan ratusan tenant UMKM turut memeriahkan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta ini. "Dari ketersediaan slot tenant sebanyak 138, semuanya sudah terpenuhi, bahkan panitia terpaksa mengeliminasi jumlah pendaftar yang mencapai 500 tenant, karena keterbatasan tempat," kata dia.
Simon mengungkapkan, tahun ini PBTY akan memberikan atraksi yang sangat menarik, dari ragam kuliner, hingga penampilan akulturasi seni budaya di Indonesia akan ditampilkan. Selain itu, keberadaan Teras Malioboro Baru yang ada di Kampung Ketandan juga akan menambah kemeriahan penyelenggaraan PBTY tahun ini.
Pilihan editor: 8 Kota di Indonesia yang Menggelar Festival Cap Go Meh