Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Suasana menyambut momentum Hari Pahlawan di Yogyakarta mulai tampak. Salah satunya di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta (TBY) pada Sabtu, 4 November 2023 yang menjadi perhelatan event Ngkaji Pendidikan, Guru Sang Intelektual.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ribuan orang berlatar profesi pendidik se-Indonesia hadir dalam event yang ditujukan untuk mengenang guru-guru bangsa yang memberi teladan dalam perjuangan kemerdekaan bangsa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kisah-kisah keseharian pendidik di kelas yang penuh satir dan menggelitik dari Kartini, Tan Malaka, Hos Tjokroaminoto, Agus Salim, Ahmad Dahlan, hingga Ki Hadjar Dewantara dalam event itu diangkat melalui berbagai acara.
Satu yang menarik misalnya ketika sekelompok orang terdiri dari dua laki-laki dan satu perempuan, menampilkan pertunjukan teater mini.
Mereka mengangkat kisah keseharian beban rutinitas yang harus dihadapi guru dan kepala sekolah. Aksi satire itu membuat ribuan guru yang menonton heboh.
Dalam aksi panggungnya, tokoh yang memerankan guru pria tampak datang paling pagi membawa setumpuk kertas ketika sekolah masih sangat sepi.
Wajahnya tampak suram. Ia kepayahan karena malam sebelumnya harus begadang merampungkan setumpuk tugas-tugas administrasinya selain mengajar, seperti mengerjakan dokumen, Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS), persiapan supervisi, Modul Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), program literasi numerasi, dan masih banyak lainnya.
Akibat setumpuk beban tersebut, guru itu saat waktunya mengajar di kelas sudah kepayahan. Ia pun hanya bisa meminta siswa membaca sendiri materi dari buku tanpa ada proses interaktif belajar mengajar. Sedangkan guru itu sendiri kembali sibuk merampungkan tugas administrasinya. Situasi seperti itu terulang setiap hari.
Tokoh yang memerankan guru pria lain mengisahkan cerita seorang guru yang datang hanya untuk membuat daftar hadir siswa lalu memberi tugas dari buku pelajaran yang dibawa siswa. Dengan wajah ketus, guru itu meminta jika siswa tak membawa buku pelajaran yang dimaksud maka langsung dikeluarkan dari kelas.
Adapun tokoh yang memerankan guru perempuan saat mengajar memilih tak berpatokan pada buku. Wajahnya tampak sumringah dan bersemangat. Guru perempuan ini mengajak siswa berdialog juga permainan interaktif sembari menyanyi bersama sehingga suasana kelas lebih hidup.
Penyelenggara acara itu Muhammad Nur Rizal, menuturkan dari event untuk memperingati Hari Pahlawan ini pihaknya ingin mengangkat guru sebagai sosok pahlawan bangsa.
"Seperti kisah HOS Tjokroaminoto, yang dulu mengajak para anak-anak muda kos di rumahnya untuk berdialog tentang perjuangan kemerdekaan, sehingga akhirnya lahir tokoh-tokoh besar seperti sang proklamator Soekarno," kata Rizal yang juga dosen Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada itu.
Rizal yang juga pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan itu mengatakan satu kunci utama keberhasilan pendidikan adalah terbangunnya proses dialogis antara pendidik dan muridnya. Bagian yang dalam sistem pendidikan sekarang nyaris tergerus akibat beban administratif guru.
"Padahal hasil dialog (pendidik dan murid) itulah yang di masa kemerdekaan dulu, berhasil memantik kesadaran bangsa untuk berjuang menuju kemandirian," katanya.
Rizal menuturkan dari momentum Hari Pahlawan ini, ia mewanti wanti krisis belajar. Hal itu bisa ditengarai dari kebiasaan guru maupun siswa apakah mencintai proses belajar yang terjadi.
"Proses belajar mengajar perlu beradaptasi, agar lebih menyenangkan," ujarnya.
Event itu mengajak guru bangkit menemukan sejarahnya sebagai kelompok intelektual yang dapat mengubah nasib bangsa.
"Karena sejatinya pendidikan adalah bagian fundamental dari proses membangun peradaban bangsa dan guru aktor utamanya," kata dia.
PRIBADI WICAKSONO