Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) UGM Melukis Sambelia di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), melaksanakan program revitalisasi budaya dengan tema "Melangkah Bersama, Warnai Kreativitas, Nyalakan Kebudayaan," yang dikemas dalam Festival Pesona Sambelia. Festival ini bertujuan untuk menjaga eksistensi budaya dan tradisi lokal, khususnya budaya suku Sasak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adinda Atmin, anggota tim KKN Melukis Sambelia, menjelaskan bahwa festival ini mencakup berbagai kegiatan, seperti pawai dulangan, penampilan tradisi peresean, gendang beleq, dan paleq manuk. Acara ini berlangsung di dua lokasi, yaitu Taman Wisata Air Kramat Suci di Desa Sugian dan Pantai Berandangan di Desa Labuhan Pandan pada Minggu, 4 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Festival ini menjadi inti dari upaya promosi budaya dan tradisi lokal suku Sasak. Selama kegiatan, masyarakat berpartisipasi dalam menghias dulang dan mengikuti pawai dulangan menuju Pantai Berandangan.
Selain itu, tim KKN UGM Melukis Sambelia juga mengadakan berbagai kegiatan untuk meningkatkan semangat, pengetahuan, dan keterampilan warga Sambelia, seperti jalan sehat, senam, lomba masak ikan antar desa, lomba renang, lomba mewarnai, fashion show pakaian adat Lombok, pameran dan bazar UMKM, serta pameran interaktif.
Kepala Dinas Pariwisata Lombok Timur, Widaya, mengapresiasi inisiatif mahasiswa KKN UGM dalam menyelenggarakan festival ini dan menekankan pentingnya keberlanjutan program tersebut oleh pemerintah daerah. Senada dengan itu, Suarjo, Kepala Dusun Pulur Desa Labuhan Pandan, menegaskan pentingnya melestarikan tradisi Dulangan sebagai warisan leluhur yang perlu diteruskan oleh generasi mendatang.
Festival Pesona Sambelia berhasil menarik partisipasi aktif masyarakat dalam melestarikan budaya dan potensi lokal Sambelia. Dengan dukungan promosi dari pemerintah daerah, diharapkan festival ini dapat meningkatkan daya tarik pariwisata dan berdampak positif pada ekonomi lokal.
Festival ini juga dihadiri oleh berbagai pejabat daerah, termasuk Kepala Dinas Pariwisata Lombok Timur, Kepala Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Lombok Timur, Kepala Asosiasi Pengusaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia Lombok Timur, Lembaga Sumber Daya Mitra, Camat Sambelia, serta perwakilan dari Pemerintah Desa Sugian, Labuhan Pandan, dan Senanggalih.
Apa itu Suku Sasak?
Suku Sasak merupakan salah satu suku yang berasal dari Pulau Lombok. Suku Sasak merupakan suku yang dikenal sangat menjunjung tinggi kearifan lokalnya, termasuk perihal peraturan adat istiadat dalam membangun rumah. Dalam mendirikan tempat tinggal, Suku Sasak memanfaatkan bahan-bahan yang disediakan oleh alam, salah satunya memakai kotoran sapi.
Mengutip dari Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan edisi 2017, sebagian besar rumah Suku Sasak dibangun dengan memanfaatkan bahan alam, berupa kotoran kerbau. Penggunaan kotoran kerbau ini dimanfaatkan sebagai bahan alas rumah dan tembok. Selain itu, kotoran kerbau dicampur dengan tanah liat sebagai semen atau bahan perekat. Setiap sebulan sekali, kotoran kerbau tersebut diganti guna menjaga kekokohan tembok dan lantai rumah.
Lantai rumah sebelum diberi kotoran sapi, telah dibuat sedemikian rupa menggunakan bahan-bahan alam lainnya, seperti campuran tanah, getah pohon, dan abu. Setelah itu, lantai baru diolesi kotoran sapi atau kerbau. Sebagaimana dijelaskan dalam Jurnal Arsitektur, Bangunan, & Lingkungan edisi 2017, kotoran kerbau dinilai dapat menghilangkan kelembapan pada lantai dan sebagai pengusir nyamuk. Kotoran kerbau yang digunakan pada alas lantai juga dapat memberikan kehangatan pada rumah.
Sebelum ada plester semen, dahulu masyarakat Suku Sasak mengoleskan kotoran kerbau di alas rumah dengan menggunakan air saja. Meskipun demikian, mengutip laman p2k.unkris.ac.id, uniknya, aroma tidak sedap tidak terasa pada lantai rumah masyarakat Suku Sasak.
Masyarakat Suku Sosok percaya, penggunaan kotoran kerbau sebagai bahan baku mendirikan rumah dapat mendatangkan keberkahan bagi mereka. Kebiasaan tersebut pun masih terus dilakukan secara turun temurun.
MICHELLE GABRIELA | NAOMY A. NUGRAHENI
Pilihan Editor: Ahli Ekonomi UGM Bicara Soal Tiket Pesawat Mahal