Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berkunjung ke Museum Tsunami Aceh untuk memperingati 17 tahun tsunami Aceh pada 26 Desember 2004. Museum Tsunami Aceh terletak di Jalan Sultan Iskandar Muda, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada kesempatan itu, Ridwan Kamil berziarah ke makam korban dan menceritakan bagaimana dia mendesain museum tersebut pada 2007. Dari banyak ruangan yang ada di Museum Tsunami Aceh, Kang Emil -begitu dia biasa disapa, mengatakan ada satu ruangan yang paling emosional untuknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ruangan itu adalah Sumur Doa. Di dalamnya tercantum nama-nama korban gempa dan tsunami Aceh. "Dari semua bagian museum, ini adalah ruangan yang paling emosional buat saya," kata Ridwan Kamil seperti dikutip dari keterangan tertulis Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada Minggu, 26 Desember 2021.
Museum Tsunami, Banda Aceh, Aceh. ANTARA/Ampelsa
Ridwan Kamil mendesain ruangan Sumur Doa dengan pencahayaan yang temaram. Tujuannya, membangkitkan keinginan orang yang datang untuk merenung dan mendoakan para korban gempa dan tsunami. "Ini tempat kita berdoa untuk korban tsunami. Dan di atas ada lafadz Allah, artinya apapun yang terjadi harus tawakal," katanya.
Ridwan Kamil memenangkan sayembara desain Museum Tsunami Aceh. Saat membuat sketsa museum tersebut, Kang Emil tak jarang meneteskan air mata. "Termasuk dalam proses presentasinya, saya terbata-bata karena ratusan ribu nyawa melayang akibat tsunami Aceh," katanya.
Akses awal lorong Tsunami saat memasuki Museum Tsunami yang memiliki panjang 30 m dan tinggi hingga 19-23 m yang melambangkan tingginya gelombang tsunami yang terjadi pada tahun 2004 silam. Air mengalir di kedua sisi dinding museum, dengan suara gemuruh air dan cahaya yang remang-remang agak gelap, lembab dan lorong yang sempit, mendeskripsikan perasaan rasa takut masyarakat Aceh pada saat tsunami terjadi. Aceh, 11 Desember 2014. TEMPO/Fahreza Ahmad
Proses rancang bangun Museum Tsunami Aceh memakan waktu sekitar satu bulan. Ridwan Kamil membangun nuansa agar pengunjung dapat merasakan bagaimana para korban ketakutan, basah, gelap, dan lainnya. Bangunan Museum Tsunami Aceh merepresentasikan ketakutan, kesedihan, dan harapan.
"Jadi, setelah rasa takut yang ditandai lorong gelap dan gemericik air di bagian pintu masuk, lalu kesedihan dengan adanya sumur doa, dan terakhir harapan dengan hadirnya lorong menuju atap bangunan," kata Ridwan Kamil. Atap bangunan museum itu, Kang Emil menjelaskan, bisa berfungsi sebagai tempat evakuasi dan mampu menampung ribuan orang apabila terjadi bencana. "Ini ibarat dataran tinggi untuk evakuasi jika tsunami kembali terjadi."
Sebuah jembatan bagi pengunjung Museum Tsunami terlihat 54 bendera dari 54 negara yang ikut membantu Aceh pasca bencana tsunami di Aceh. Setiap bendera terdapat tulisan `Damai` dengan bahasa dari masing-masing negara sebagai refleksi perdamaian Aceh dari peperangan dan konflik sebelum tsunami terjadi. Aceh, 10 Desember 2014. TEMPO/Fahreza Ahmad
Museum Tsunami Aceh dibangun pada 2008 dan diresmikan setahun kemudian. Museum tersebut terbuka untuk umum pada 2011 dan menjadi destinasi wisata favorit hingga kini. Di dekat museum tersebut terdapat Masjid Baiturrahman yang juga menjadi saksi kedahsyatan gempa dan tsunami Aceh.
Baca juga:
Ridwan Kamil Bilang Museum Tsunami Aceh Bukan Museum Biasa: Ini Tempat Evakuasi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.