Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Sebuah ilusi dari sang pemalu

Pertunjukan sulap david copperfield di istora senayan,jakarta,menarik. didukung oleh paduan musik,tari,dan tata cahaya yang bisa menciptakan teater. dari segi teknik sulap tidak ada yang istimewa.

18 Agustus 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI atas panggung yang lebih banyak gelap dan dipenuhi sekitar 10 layar, David Copperfield tampil lincah, segar, dan bersahabat. Ia betul-betul meyakinkan sebagai penghibur kelas dunia. Awak pendukungnya kompak: penata musik, penata lampu, gadis-gadis pembantu yang juga menari plus menyanyi, dan petugas teknis yang menggerak-gerakkan layar. Setelah berbasa-basi dengan bahasa Indonesia patah-patah yang baru dipelajarinya -- dan karena itu menjadi lucu -- David turun ke kursi penonton. Ia meminjam dasi pada salah seorang penonton. Astaga, di gedung Istora Senayan, Jakarta, yang panasnya minta ampun itu, ada juga gerangan penonton Indonesia berdasi. Dasi itu kemudian dipermainkan David di panggung, persis ular kobra yang meliuk-liuk. Dari sebuah kotak, kemudian muncul tiga dasi serupa, juga menari-nari bak ular. Penonton bertepuk. Ini nomor pembuka yang tergolong ringan. Ringan karena banyak sekali pesulap yang memainkan "kibulan" jenis ini. Apalagi setiap malam di Istora Senayan (9-14 Agustus, sehari dua kali), ada saja penonton berdasi di barisan depan -- dan warnanya itu, sama. Sim salabim, Anda tahu kan, siapa "penonton" itu? Bagi mereka yang punya video The Magic of David Copperfield atau menonton siaran RCTI setiap Rabu malam, pergelaran di Senayan memang tak banyak yang baru. Tipu-tipuan lewat kaca, layar, lampu, dan ditambah keterampilan David yang tinggi, mendominasi pertunjukan yang dikemas dalam adonan musik yang apik. Berulang kali David mengatakan bahwa sulapannya bukan "ilmu hitam" dan juga bukan tipuan kamera. Memang, sulapannya adalah murni "ilmu sulap". Yang bisa dipelajari siapa saja dengan ketekunan yang tinggi. Nomor-nomor yang digelar David di Jakarta, seperti menebak kartu, menebak nomor telepon seorang "penonton" (terpaksa dibuat dalam tanda kutip karena ada dugaan mereka itu diatur sebelumnya), atau menghilangkan wanita di dalam kotak, menjadi tontonan yang memikat karena kesantaiannya bersulap. Tidak seperti pesulap-pesulap mancanegara lainnya yang sebelum ini manggung di Jakarta, yang kebanyakan tegang. David, yang punya pengalaman sebagai penyanyi rock dan punya rasa humor yang tinggi (walau di luar panggung ia mengaku pemalu), begitu percaya diri bahwa peralatan teknis yang mendukung sulapnya sudah amat canggih, tak akan punya kesalahan sedikit pun. Pada nomor-nomor yang semestinya tegang pun -- memotong wanita dalam kotak, dibelah gerinda raksasa -- David tetap menghadirkan musik yang bagus, agar penonton "tak sempat" mengusut lebih jauh pada teknik sulapnya. Toh bagi penonton yang awas, apalagi kalau menontonnya dua kali atau lebih, sulapan David tak sepenuhnya misteri yang sulit dipecahkan. Apalagi kalau pendampingnya melakukan kekeliruan, walau kecil sekalipun. Itu terlihat, misalnya, pada pertunjukan kedua Jumat pekan lalu (pertunjukan keempat) pada nomor penutup: David melambaikan tangan di panggung, lalu memakai jaket dan helm. Ia lari ke balik layar. Segera kemaudian muncul David palsu mengendarai sepeda motor di panggung dan dikerek naik ke atas. David asli berjalan ke tengah-tengah penonton, di depan penata musik dan cahaya. Di situ sudah tersedia panggung yang bisa naik turun lengkap dengan sepeda motor pula. Cahaya di panggung temaram, di luarnya gelap. Celakanya, mungkin karena terlalu gelap, atau penuntunnya kurang percaya diri, lampu senter kecil dinyala-nyalakan untuk mengantar David ke panggung di tengah penonton. Byar, sepeda motor dan David (palsu) di panggung lenyap dengan tipuan cermin serta cahaya, lampu menyorot ke David (asli) di atas sepeda motor di tengah penonton. Tepuk tangan gemuruh. Adakah teknik sulap David tergolong paling bagus di tingkat dunia? "Tidak," kata Robin Basari, 38 tahun, pesulap asal Bandung yang sering muncul di TVRI dengan nama Mr. Robin. Alasan Robin, David itu selain belum tercantum dalam The Encyclopaedia of Magic dalam pentas-pentasnya ia tak mau dipotret. (Selama pertunjukan di Istora, wartawan foto hanya diperbolehkan memotret David dalam nomor pembuka selama 4 menit pada pertunjukan keempat). Mr. Robin, yang melihat pertunjukan David di Kualalumpur dua tahun lalu, menilai tipuan yang diciptakan David "masih umum di dunia persulapan". Menghilangkan benda atau manusia di panggung, membuat orang kelihatan melayang, memotong tubuh, adalah pelajaran utama para pesulap. "Saya pun bisa," kata Robin, lulusan sekolah sulap Mephisto, Amsterdam, sambil memperagakan di depan wartawan TEMPO Hasan Syukur yang menemuinya di Bandung, pekan lalu. Menurut Robin, pesulap terbaik dunia saat ini adalah Freds Cup dari Belanda, yang memenangkan delapan kali lomba sulap internasional Freds Cup tergolong sedikit menggunakan alat bantu. Bandingkan dengan David, untuk pergelarannya di Jakarta, ia membawa alat bantu seberat 22 ton dengan 25 teknisi. Namun, yang tak bisa dibantah adalah kelebihan David dalam menjadikan seni sulap sebagai hiburan yang tak sekadar menebak teka-teki. Paduan musik, tari, dan sulap itu sendiri menciptakan teater di panggung. Lihat pula serial The Magic of David Copperfield, perjalanan David ke Cina, Mesir, dan sebagainya, tak sekadar ber-abracadabra, tapi sulap itu menjadi bagian keseharian perjalanan budayanya David. Di situ terlibat penulis skenario yang cermat, cameraman yang cerdik, dan sutradara yang bagus. "Secara teknik saya bisa melakukan apa yang dilakukan David. Mungkin bisa dilakukan dengan grup-grup kolosal kayak Guruh Sukarnoputra," ini komentar Robin. Ia merindukan tampil seperti David: dengan promosi besar, peralatan canggih, dan promotor yang berpengalaman. Putu Setia dan Gindo Tampubolon

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus