Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bali adalah salah satu pulau di Indonesia yang dikenal akan kekayaan budaya dan seni. Salah satu kesenian khas Bali adalah tari. Tarian di Bali mempunyai jenis dan fungsi yang berbeda-beda, mulai dari yang sakral berkaitan dengan upacara keagamaan, hiburan populer, hingga kreasi hasil pengembangan tari tradisional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari semua jenis tersebut, tari Kecak Bali adalah yang paling populer. Sebagai warga negara Indonesia, tidak ada salahnya mempelajari sejarah, asal usul dan keunikan tari Kecak Bali. Penjelasan selengkapnya di bawah ini.
Sejarah Tari Kecak
Sebelum menjadi terkenal seperti saat ini, sejarah tari Kecak diawali dari sebuah ritual. Mengutip dari Jalur Rempah dari situs Kemdikbud, tari Kecak berakar pada ritual Sang Hyang, yaitu tradisi di mana penari menari dalam keadaan tidak sadarkan diri atau kesurupan. Tujuan penari adalah berkomunikasi dengan Tuhan atau roh leluhur dan kemudian menyampaikan harapannya kepada masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penggagas tari Kecak Bali ini ada dua orang yaitu penari Bali Wayan Limbak dan pelukis Jerman Walter Spies. Pada tahun 1930-an, mereka menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan penggalan cerita Ramayana. Bunyi “cak cak cak” mengacu pada lambang api suci yang membakar roh jahat. Tarian ini mewakili kisah Ramayana yaitu tentang Rama, Sinta, dan perang melawan Rahwana.
Fungsi tari kecak yaitu saat upacara adat keagamaan, maupun untuk upacara penyambutan tamu. Menurut situs Pesona Blahbatuh, tari kecak dilakukan secara berkelompok sebanyak 50 hingga 100 orang, dengan hanya mengenakan pakaian belang hitam dan membentuk lingkaran tanpa busana, diiringi tarian pemeran tokoh-tokoh cerita, dan suara seluruh penari bersahut sahutan dengan mengucapkan “cak cak cak cak”. Wayan Limbak kemudian mempopulerkan tari Kecak dengan berkeliling dunia bersama sekelompok penari Bali dari sanggarnya dan mengikuti berbagai festival internasional.
Asal-Usul Tari Kecak
Sosok I Wayan Limbak jarang diketahui masyarakat umum, apalagi di luar Bali. Mengutip dari situs Pesona Blahbatuh, I Wayan Limbak lahir pada tahun 1897 dan meninggal pada usia 106 tahun di desa Bedulu, Gianyar, Bali. Walter Spies menjadi seniman Jerman yang tinggal di Ubud, Bali silam.
Walter Spies ingin menciptakan hal baru berdasarkan tari Sang Hyang (tarian sakral dalam ritual upacara) saat ia lihat di Pura Goa Gajah di Bedulu, Gianyar. Keinginan tersebut disampaikan kepada Wayan Limbak, dan Wayan Limbak dengan senang hati menerima usulan tersebut sehingga terciptalah sebuah tarian pada tahun 1930 dinamakan tari Kecak.
Atas saran Walter Spies, tari Sang Hyang diubah menjadi tari Kecak masa kini dengan menambahkan cerita diambil dari epos Ramayana, ketika Subali bertempur dengan adiknya Sugriwa atau Rahwana menculik Dewi Sita. Tari Kecak dapat dikatakan sebagai tari tradisional, walaupun pada perkembangannya relatif baru dibandingkan dengan tari tradisional Bali lainnya. Kecak kemudian diakui secara resmi dan mendapatkan tempat di panggung seni pertunjukan Bali.
Keunikan Tari Kecak
1. Suara “Cak”
Salah satu keunikan terbesarnya adalah digunakannya bunyi “Cak” oleh penarinya sebagai musik pengiring. Bunyi “cak” inilah yang menjadi instrumen utama pengiring gerak tari dan menciptakan ritme yang unik dan menawan. Selain itu, para penari juga menggunakan kerincingan di kaki.
2. Gerakan Monoton
Penampilan ini bercirikan gerakan yang monoton atau tidak berubah. Penari menggerakkan tangannya ke atas kepala sambil duduk melingkar. Gerakan tangan yang cepat dan tepat ini terkoordinasi dengan sempurna dan menciptakan visual serta penggambaran karakter dari cerita Ramayana yang menakjubkan.
3. Cerita Ramayana
Menceritakan kisah Ramayana yang berusaha melepaskan Dewi Shinta dari tangan Rahwana. Secara garis besar, cerita terdiri dari lima bagian. Cerita dimulai ketika para penari naik ke panggung. Berlanjut ketika Rahwana menculik Shinta. Rahwana kemudian bertarung melawan Jatayu dan Hanoman untuk menyelamatkan Shinta. Dalam proses penyelamatan, Hanoman membakar tempat sandera Shinta. Namun, Hanuman dikepung oleh tentara Rahwana dan hampir terbakar hidup-hidup. Mulanya Rama mengalami kekalahan. Tetapi hal tersebut tidak melemahkan niat Rama untuk menyelamatkan ratunya Shinita. Raja Rama berdoa dengan tulus dan berusaha membawa kembali ratunya. Pada akhirnya Rama berhasil membawa Shinta kembali dengan selamat.
4. Busana Sederhana
Para penari yang sebagian besar yaitu pria duduk bersila membentuk sebuah lingkaran. Busana yang dikenakan oleh para penari berupa kain sarung dan kain kotak yang memiliki warna hitam putih seperti papan catur yang diikatkan melingkar ke pinggang penari, ditambah hiasan bunga ditempel di telinga.
5. Tempat Pertunjukan
Menurut website Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif, ada beberapa tempat wisata di Bali yang bisa Anda kunjungi seperti Uluwatu, Tanah Lot, GWK (Garuda Wisnu Kencana), Ubud, Batu Bulan dan tentunya setiap tempat mempunyai keunikannya sendiri. Dalam pertunjukan, penerangannya biasanya berupa obor atau lilin dan diletakkan di tengah lingkaran penari. Penggunaan pencahayaan ini memberikan efek visual menarik dan menciptakan suasana magis. Saat malam tiba, cahaya obor dan lilin menambah drama dan pesona pertunjukan.
Tarian asal Pulau Bali ini bukanlah sebuah gerakan fisik yang sederhana, namun setiap gerakannya memiliki cerita penting. Kisah Ramayana menunjukkan makna mendalam dari penampilan ini yaitu kepercayaan terhadap kekuasaan Tuhan. Hal ini tercermin dari tindakan Rama saat meminta pertolongan Dewata. Selanjutnya adalah kesetiaan. Kesetiaan Shinta pada suaminya yaitu Rama, dan burung Garuda yang rela mengorbankan sayapnya demi menyelamatkan Shinta dari cengkeraman Rahwana.
Dari cerita ini kita semua belajar bahwa kita tidak boleh memiliki sifat negatif seperti Rahwana yang serakah dan suka mengambil hak milik orang lain secara paksa. Melalui gerakan yang dinamis, ekspresi wajah dan kostum tradisional, tari Kecak tidak hanya menyampaikan cerita tetapi juga menghormati dan memperkaya warisan budaya Bali, menjadikannya pengalaman seni yang menawan dan tak terlupakan.
MAGDALENA NATASYA