KELESUAN juga menjalari tempat-tempat hiburan di luar Jakarta.
Berikut ini beberapa cuplikan laporan koresponden dan pembantu
TEMPO di daerah.
Banjarmasin. Di sini resminya cuma ada 1 klab malam. Diamond
namanya. Tapi klub malam Imperial yang telah tutup karena
bangkrut, muncul lagi sebagai disko dengan nama Blue Sixteen.
Dan dengan 12 hostes, band dan dansinya Blue Sixteen sama
sebangun dengan klab malam. Walikota Kodya Banjarmasin
sendiri setuju saja tambah satu klab malam lagi. Maka ia
membiarkan BS jalan terus, sementara menunggu keputusan
Gubernur. Tapi orang-oraln yang baru pulang dari Banjarmasin
mengendus adanya usaha menghalangi hajat BS. Ini bisa dimaklumi.
Karena tentunya jumlah tanam yang semakin merosot dibanding
tahun 1973 - 74, lebih menguntungkan bila tak terbagi. (lihat
TEMPO 7 Pebruari 1976).
Samarinda. Dulunya ada 3 klab malam di sini. Bidadari Mahakam,
Maranthy Counter Club (MCC) dan Lamim Indah. Bidadari Mahakam
mati lebih dulu, disusul kemudian awal tahun lalu oleh MCC.
Lamin Indah masih bernafas karena punya induk hotel bernama
serupa. Dan hotel bekas Gedung Pemda Kaltim hadiah PT Kayan
River Timber Product itu kabarnya akan bergabung dengan grup
Hotel Indonesia. Dan Letjen Suryo Dirut PT HII sudah terbang ke
sana menjajagi perluasannya dan menganggapnya, "punya prospek
baik". Adapun mendiang MCC di masa jayanya tahun 1973, dengan
40 hostes dan 30 karyawan, berpenghasilan Rp 5 juta tiap
bulannya. Namun waktu dunia perkayuan merosot 6 bulan menjelang
matinya, MCC justru selalu setiap bulannya Rp 300 ribu ditomboki
Harmain Okol, pejabat teras Bappeda Kalim yang jadi direksinya.
Kini tempat hiburan yang tengah menanjak, seperti di kota-kota
lain juga ialah bilyar. Bila di bulan April tahun kemarin baru
16 meja di ujung tahunnya sudah 43 meja. Sementara permintaan
terus berdatangan ke meja Walikota Kadrie UNing. Ini mengihami
M. Sarwanie Ramlie BSc, Kepala Dinas dan Pendapatan Daerah
Samarinda, untuk menaikkan pajaknya dari Rp 15 ribu per meja
jadi -- mungkin Rp 25 ribu.
BaIikpapan. Ada 3 klab malam di sini. Sweet Sixteen (SS) Blue
Sky dan Balikpapan Hotel milik Pemda Kaltim. Kota yang lebih
internasional dari ibu kota Kaltim Samarinda sendiri ini,
tampaknya dinilai Harmain lebih memungkinkan buat usaha hiburan
malam". Tapi justru Walikotanya H. Asnawie Arbain berpendapat
sebaliknya. Yaitu bahwa Balikpapan harus bebas hostes mulai awal
Maret nanti. Maka sejak sekarang para pengusahanya diminta
siap memadamkan lampu-lampu yang sudah remang-remang itu. Dan
300 hostes asal Jawa dan Menado harap dipulangkan. Belum ada
reaksi berkeberatan atau minta dikasihani. Kecuali mingguan
sampe yang cenderung membela hostes. Tapi dibalas IM Ngebe
pensiunan Isnpektorat Daerah yang menulis surat kepada Walikota,
"tindak terus orang-orang yang mencoba mentolerir
praktek-praktek Orde Lama".
Medan. Yang tampaknya masih bertahan di sini sebagai klab
malam ialah Tropicana Bali Plaza dan Copacabana (milik jutawan
TD Pardede), setelah Sky Club lama tutup. Klab malam Tropicana
dan Bali Plaza merangkap bar. Sedang Copacabana awal Januari
lalu buka acara disko (setiap malam Minggu) dan mandi uap. Ada
juga Bar Sombreto dengan dansa-dansinya. Bar Hotel Danau Toba,
Blue Ocean, Diamond Bar. The Amathyst di Terminal Pelabuhan
Belawan dan klab dansa di Jalan Pemuda/Pandu Situasi dan
lokasinya dapat dikatakan baik. Begitu juga peralatan dan
fasilitasnya. Kebanyakan asal Singapura berkat keringanan
Bea Cukai dengan alasan demi memajukan " Demi pariwisata"
memang alasan tempat- tempat hiburan itu bermunculan. Apalagi
mengingat Medan, kota persinggahan para turis mancanegara dari
HongKong, Singapura dan Malaysia. Hingga tempo hari, ketika
gencarnya reaksi masyarakat yang menolak kehadiran klab malam
dan tempat-tempat hiburan serupa, banyak di antara pengusahanya
repot cari backing. Kalau tidak sang pejabat, tentu isterinya
tukang gunting pita peresmian.
Tahun 1970-1973 adalah masa-masa keemasan di Medan. Setelah
itu sampai sekarang, menurut R. Tumpal Hutauruk (32 tahun),
seorang pengawas klab malam, "tak ada kemajuan, dan cuma
dipertahankan asal tak tutup dan ini bisa terus dipegang".
Biang sebab kemerosotan klab malam, antara lain reaksi
masyarakat sendiri (mula-mula sengit kini kelihatan padam) dan
larangan hidup bermewah-mewah, yang belakangan muncul. Juga
peristiwa tergerebegnya orang wakil DPRD Sumatera Utara yang
kemudian dicopot partainya, membantu sepinya tempat-tempat
hiburan semacam klab malam. Maklum tamu-tamu kebanyakan terdiri
para pejabat yang dikenal bergaji minim. Padahal buat bisa masuk
sedikitnya mesti menyediakan uang di kocek Rp 15.000.
Dulu di Medan selain klab malam banyak Restoran Remang-Remang
(R3), Ini, setelah dibasmi Gubernur Marah Halim, hijrah ke
daerah Sanggul dan Tanjung Morawa. Meski masih sering kena
gerebeg toh tetap hidup, bahkan masih menjalar ke Tebing Tinggi,
Padang Sidempuan dan Gunung Tua, R3 memupuk suburnya
pelacuran, sementara 300 hostes konon menyebarkan kebiasaan
jadi "piaraan".
Surabaya. Di sini kehidupan tempat hiburan malam sudah dikenal
sejak zaman Belanda. Seperti Medan Club di Medan, di Surabaya
dikenal Tabarin sejak zaman Belanda. Klab malam Blue "Sixteen
sekarang ini berlokasi di bekas Tabarin yang dulunya tempat
bersantai pelaut-pelaut dan pegawai onderneming Belanda. Tapi
pertumbuhannya sekarang ini jadi ramai setelah hiruk pikuk di
Jakarta. "Nite life di sini cuma menyontek Jakarta". kata Drs.
Alie Prayitno, Humas Pemda Kotamadya Surabaya. Dimulai tahun
1971, dengan munculnya Miraca Sky Club di puncak Sarinah sana.
Kemudian menyusul sampai jadi 8 buah. Laju itu pun terhenti
karena distop SK Walikota yang muncul terlambat Januari 1973.
Sebab konon tak kurang dari 20 pengusaha antri minta izin.
Tapi seperti di Jakarta, di sana pun perkembangannya sama saja.
Miraca misalnya, begitu ditinggal cukong pertamauya A. Wenas,
lalu berganti 2 pengusaha lainnya, tahun 1974 mati. Ada yang mau
meneruskan, tapi cuma tahan 3 bulan. Kini itu bekas Klab malam
jadi gedung Batik Keris Indonesia. Yaitu kini masih bernafas
cuma 4 klab malam. Diamond, LCC, Blue Sixteen dan Golden Star.
Yang top Diamond, karena bergabung Casino dan restoran
Mandarin. Ke 4 klab malam itu memeluk 196 hostes, berasal 40%
luar Surabaya, sisanya dari dalam kota. Selain itu 5 bar &
restoran sedikitnya memajang 40 hostes. Bagaimana prospeknya?
"Masih dibutuhkan. Buat menunjang Surabaya sebagai kota dagang
dan industri", ujar Ali Prayitno.
Bandung. Bagaimana di sini? Seperti juga di kota-kota lain,
kehidupan tempat hiburan berkisar di klab malam dan satu tempat
mandi uap. Tambah 2 diskotik. Tentu juga bilyar ada. 26 tempat
dengan 257 meja. "Buat Bandung sudah cukup", kata MA Rubini,
Kepala Dinas Pariwisata Daerah. Dengan 300 hostes dan 900
karyawan (menurut KTP-nya asal Bandung semua) klab malam dan
tempat mandi uap jumlahnya tak pernah bertambah sejak munculnya
di tahun 1968. Tak kena berondongan protes karena "sebelum izin
keluar diadakan perembukan dengan semua unsur pemerintahan dan
masyarakat". Tapi perkembangannya pun dikungkung kelesuan, Tak
maju, tapi tak ada yang bangkrut. Yang aneh perlu dicatat ialah
hostes-hostes Bandung punya kartu identitas model KTP. Jadi
Bandung tertutup buat hostes atau calon-calon dari luar. Takut
tersaingi?
Ujungpandang. Di sini bukan tanah subur bagi kehidupan tempat
hiburan macam klab malam dan mandi uap. Pada kota ini kesohor
sebagai kota yang selalu ingin meniru Jakarta dalam segala
hal. Bahkan Walikotanya Haji Daeng Patompo sendiri sempat
dijuluki Ali Sadikin ke-II. Di kota ini ada 6 kIab malam dan
cuma sebuah tempat mandi uap. Bar-bar yang pada mulanya banyak
tumbuh, gulung tikar atau kena penertiban Pemda Kota dan
Kepolisian. Dan kini banyak yang beralih ke usaha bola sodok.
Pengunjung-pengunjungnya kebanyakan tamu-tamu pemerintah
daerah. Bahkan konon ada dana khusus untuk keperluan menjamu
itu dari kas Balaikota. Tapi tak ada pejabat terpilih langsung
dalam bisnis seperti ini. Karyawan kebanyakan bukan penduduk
setempat. Tapi akhir-akhir ini kabarnya warga setempat ada
juga terselip sebagai hostes.
Dari 6 klab malam, yang dapat dikatakan tetap hidup hanya tiga.
Yang paling menonjol 1, Sea View. Yang terakhir ini terkenal
sebagai klab malam yang bersuasana amat gelap. Baru setelah
ditegur, agak leblh terang. Tak aneh bila Sea View menonjol dan
bisa bertahan. Karena pengusahanya adalah juga pemilik
pengusaha beberapa hotel dan Kayangan. Sebuah tempat tamasya
tenar -- selain letaknya menguntungkan dengan pemandangan
lepas ke laut. juga atraksinya bisa berani sekali. Bahkan orang
Jakarta bisa geleng-geleng kepala.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini