Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Pada tanggal 15 bulan pertama, dua pekan setelah Tahun Baru Imlek, ada festival tradisional Tionghoa penting lainnya, seperti Festival Lentera atau Yuan Xiao Jie, atau komunitas migran Tionghoa menyebutnya sebagai Cap Go Meh. Di China, festival Cap Go Meh dikenal dengan nama Festival Yuanxiao atau Festival Shangyuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca : Perayaan Imlek dan Cap Go Meh Kota Singkawang Sudah Pecahkan 10 Rekor Muri
Melansir dari tionghoa.info, istilah Cap Go Meh berasal dari dialek Hokkian yang bermakna 15 hari setelah Imlek. ‘Cap’ yang berarti sepuluh, ‘Go’ yaitu lima dan ‘Meh’ berarti malam. Upacara ini dirayakan sebagai hari penghormatan kepada Dewa Thai Yi, yang dianggap sebagai Dewa tertinggi di langit oleh Dinasti Han.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Warga Tionghoa melaksanakan ritual sembahyang Cap Go Meh di Wihara Amurva Bhumi, Jakarta, Selasa, 15 Februari 2022. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Perayaan yang awalnya dilakukan tertutup untuk kalangan istana dan belum berkembang dikenal secara umum oleh masyarakat Tiongkok kini dapat diramaikan. Selama festival, rumah-rumah dihiasi dengan lentera warna-warni, seringkali juga tarian barongsai, parade, dan kembang api.
Bola nasi ketan kecil diisi dengan buah-buahan dan kacang-kacangan, disebut yuanxiao atau tangyuan, dimakan selama festival. Bentuk bola yang bulat melambangkan keutuhan dan persatuan dalam keluarga. Cap Go Meh bertujuan untuk mengharapkan keharmonisan, perdamaian, dan pengampunan, dan lentera menjadi simbol pelepasan tahun lalu sekaligus menyambut tahun baru dengan keberuntungan.
Asal Usul Cap Go Meh
Ada banyak kepercayaan tentang asal usul Festival Cap Go Meh, satu hal yang berhubungan dengan merayakannya dalam laman chinesenewyear, yaitu memupuk hubungan positif antara manusia, keluarga, alam dan makhluk yang lebih tinggi, yang dianggap bertanggung jawab untuk membawa atau mengembalikan cahaya setiap tahun.
Salah satu legenda tentang Dewa Thai Yi, Dewa Surga yang mengendalikan takdir dunia manusia. Dewa yang memutuskan kapan harus menimbulkan kekeringan, badai, atau penyakit sampai pada manusia. Maka, Kaisar Wu menetapkan itu sebagai ritual pemujaan Taiyi untuk membawa cuaca dan kesehatan yang baik.
Kaisar baru, Kaisar Wen merayakan kembalinya perdamaian, ia menjadikan tanggal 15 sebagai hari libur nasional. Setiap rumah akan menyalakan lilin dan lentera, ini dikenal sebagai nào yuán xio. Nào dapat diartikan sebagai bersenang-senang karena kegembiraan.
Kemudian, Kaisar Ming dari Han Timur yang merupakan, penganut Buddha yang taat mendengar pada tanggal 15 para biksu akan menyalakan lilin untuk Sang Buddha. Sehingga, dia memerintahkan istana dan kuil untuk menyalakan lilin, dan warga menggantung lentera.
BALQIS PRIMASARI
Baca juga : Mengenal Tradisi Yu Sheng dan Ritualnya Setelah Imlek
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu