Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Soda, Padi, lalu Berjaya

Padi sukses menggelar konser di 20 kota. Inilah contoh keberhasilan kelompok musik Indonesia: kaya, terkenal, dan sibuk luar biasa.

12 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LIMA tahun lalu mereka bukan siapa-siapa. Cuma lima anak muda yang mencoba bikin grup musik: menenteng gitar keluar-masuk pub, meramaikan acara musik kampus, atau sekadar genjrang-genjreng di teras rumah. Lima tahun kemudian, mereka tidak hanya mengguncang Istora Senayan, Jakarta, dalam sebuah pertunjukan besar dan gemerlap pada akhir pekan silam. Mereka, lima anak muda itu, bisa memaksa penonton menyerbu loket penjualan tiket berhari-hari sebelum pementasan. Atau membikin sibuk para pelayan toko kaset melayani penggemar yang bersicepat memborong 400 ribu lebih album terbaru mereka, Sesuatu yang Tertunda, hanya dua hari setelah dirilis. Angka penjualannya kini telah melejit melewati 2 juta kopi. Ketenaran mereka bukan lagi dibicarakan pada level domestik: nama mereka ada dalam daftar pengisi acara musik Piala Dunia 2002.

Anak-anak muda ini menyebut dirinya kelompok musik Padi. Lima personelnyaPiyu (gitar), Ari (gitar), Rindra (bas), Fadly (vokal), dan Yoyok (drum)jelas bukan lagi anak muda dekil yang sibuk menyetem gitar di ujung gang ketika magrib baru lewat. Tak ada yang menyangkal Padi adalah salah satu band papan atas Indonesia. Kelima anak muda itu menjadi salah satu contoh kisah sukses pemusik muda Indonesia. Tengoklah jadwal mereka. Setelah menggelar konferensi pers pertengahan April lalu untuk mengumumkan rencana konser, Padi terbang ke Kuala Lumpur, Malaysia, untuk mengisi satu paket acara yang diadakan Sony Music Indonesia. Mereka diminta manggung sebagai bintang tamu. Sebelum berangkat, Piyu, sang pemimpin Padi, sibuk mengatur persiapan konser dengan Andi Rianto, pemusik yang menjadi konduktor orkestra yang bakal mengiringi Padi.

Setelah lima hari di negeri jiran itu, mereka pulang, lalu mengontrol rumah studio Piyu di kawasan Cinere, Jakarta Selatan, yang belum kelar dibangun. "Baru rampung 80 persen," kata Piyu. Keesokan harinya, pukul 08.00, pria 29 tahun itu sudah mengecek arsip dan administrasi Padi. Meski Padi memiliki manajer, Piyu tetap menjadi figur sentral yang mengurus semua urusan: dari mengoordinasi latihan hingga menandatangani surat dan cek.

Siang terik, matahari memanaskan ubun-ubun kepala. Piyu mencari makan siang di warung di kawasan Cinere. Seorang perempuan cantik menemaninya. Dari tempat makan, ia melesat ke studio musik Syaelendra untuk latihan terakhir. Empat personel lainnya belum datang. Sambil menunggu tim komplet, Piyu menyempatkan diri mengecek rating penjualan kaset Padi kepada Sony Music, produser mereka. "Saya rutin melakukannya," kata Piyu lagi.

Personel Padi berusaha sempurna mengelola kelompok musik ini. Hanya dalam lima tahun sejak resmi didirikan pada 8 April 1997, kelompok ini menyabet banyak prestasi. Februari lalu, mereka memperoleh MTV Award sebagai salah satu kelompok band favorit pemirsa MTV. Sebelumnya, mereka mendapatkan Clear Top 10 Award untuk kategori Fabulous Album dan Coolest Group tahun 2000. Di ajang AMI Award, pada tahun yang sama, mereka berhasil menjadi The Best Rock Group. Tahun ini Padi mengantongi lima kategori penghargaan terbaik untuk penyanyi grup, album, penyanyi rekaman, music engineering, dan desain sampul album dalam ajang kompetisi yang sama. Lagu mereka, Kasih Tak Sampai, telah digunakan sebagai lagu sinetron.

Bagi penggemarnya, Padi adalah magnet. Konsernya bertajuk Satu Hati Satu Rasa yang digelar di 20 kota di Jawa (2 Maret-4 April 2002) tak pernah absen dari antusiasme penonton. Di Tasikmalaya, Jawa Barat, ribuan remaja menyemut di pintu masuk Gedung Olahraga Dadaha enam jam sebelum pementasan dimulai. Padahal pekan itu adalah masa ujian caturwulan bagi pelajar SMP dan SMU. Penonton yang tak kebagian karcis bertahan di luar gedung. Di dalam ruangan, ketika intro lagu Semua Tak Sama dimainkan, penonton histeris. Empat orang semaput karena udara panas dan tersetrum pesona vokal Fadly. "Saya jauh-jauh datang dari Garut untuk melihat grup idola saya dari dekat, bukan cuma dari TV dan kaset," ujar Deni, seorang penonton. Di Bekasi, tiket habis delapan hari sebelum pementasan.

Di Jakarta, pentas Padi diiringi oskestra. "Tak mudah bermain dengan orkestra. Tapi ini mimpi lama kami," kata Piyu, yang nama aslinya Satriyo Yudi Wahono. Panggung konser dibuat mewah: sebuah undakan seluas 500 meter persegi dengan ketinggian 2 meter. Latar belakang warna hijau dan perak memberikan kesan futuristis pada panggung. Untuk memberikan aksen eksentrik, di sudut pentas dipajang bangkai sedan berwarna merah.

Ini pementasan besar dengan upaya besar. Arena pentas disoroti cahaya lampu 300 ribu watt. Tata suara menggunakan listrik 60 ribu watt. Padi tak main-main dengan hajatan penutup rangkaian konsernya ini. Mereka berlatih serius meski tetap berkesan informal. "Iya, iya. Gua lagi latihan, nih," teriak Ari melalui telepon genggam kepada seorang penelepon dua hari sebelum pementasan. Yoyok asyik menggebuk drum sambil tetap mengepit rokok di bibir. Untuk pementasan Sabtu lalu, praktis Padi hanya berlatih empat hari.

Selepas latihan, sekitar pukul 15.30, kelimanya bubar. Piyu bersama ceweknya pergi mengecek studio. Fadly dan Ari main tenis sampai malam. Yoyok jalan-jalan. Sedangkan Rindra pulang ke rumah. Mereka kebanyakan mengontrak rumah di kawasan Lebakbulus, Jakarta Selatan. Padi muncul karena kedekatan teman sekampus. Akhir 1995, Rindra, yang kuliah di Noktariat Universitas Airlangga, bergabung dengan Ari Tri Sosianto dari fakultas ekonomi universitas yang sama. Keduanya kemudian membentuk band bernama Warna. Belakangan, bergabung Piyu.

Ketiganya lalu membidik Fadly se-bagai vokalis. Sayang, Fadly masih bergabung dalam kelompok Mr. Q. "Fadly saat itu menjanjikan akan mencarikan kami vokalis," kata Ari. Alih-alih mencarikan penyanyi, Fadly malah keluar dari Mr. Q dan bergabung dengan Ari dan dua temannya itu. Bersamaan dengan itu, Fadly memperkenalkan Surendro Prasetiyo alias Yoyok, mantan penggebuk drum Andromeda Band, yang juga mahasiswa Fakultas Ekonomi Unair. Mereka lalu membentuk kelompok band bernama Soda. "Nama itu kami dapat secara spontan. Tidak ada arti apa-apa," kata Ari.

Belakangan, pada April 1997, dalam syukuran satu tahun kebersamaan mereka, Soda berubah menjadi Padi. Dari sanalah karir musik mereka menanjak. Lagu mereka berjudul Sobat masuk dalam kompilasi musik Indie-Ten produksi Sony Music Indonesia. Lagu itu juga selama berminggu-minggu bertengger dalam tangga lagu radio-radio nasional.

Lalu mengapa lagu Padi cepat digemari? Menurut pengamat musik Denny M.R., Padi unggul karena mereka mampu mengemas musik yang sebetulnya sederhana menjadi mewah. Lagu Sesuatu yang Indah, misalnya, hanya menggunakan tiga-empat not, tapi dalam racikan gitar Piyu jadi terasa mahal.

Selain itu, Padi unggul dalam lirik. "Syairnya sebetulnya sih gombal, soal cinta," kata Denny, "tapi oleh Padi persoalan cinta itu dipahami dalam sudut pandang yang sangat laki-laki." Denny memberikan contoh: lagu Sobat, misalnya, bercerita tentang seorang cowok yang mencintai pacar sobatnya. "Ini tema yang amat lelaki dan sederhana tapi jarang diangkat oleh band lain."

Kedekatan warna musik Padi dengan U2 memang menjadi salah satu penguatmeski, menurut Denny, itu bukan yang utama. "Padi bukan kelompok pertama di Indonesia yang dipengaruhi U2. Sebelumnya ada The Fly dan Haris Ioni," kata Denny. Padi tak menolak anggapan bahwa mereka dipengaruhi U2. Dalam latihan, jika sedang rihat, Ari dan Fadly sesekali memainkan intro lagu U2. Mereka akrab dengan tone kelompok musik ini.

Mungkin bukan keterpengaruhan oleh U2 persoalannya. Dalam banyak hal, Padi sukses karena disiplin. Piyu, sang motor kelompok, juga berusaha keras menjaga intensitas bermusik. Larut malam sesampai di rumah, ia masih menyempatkan diri memetik gitar sambil mencari-cari ilham lagu baru. Piyu sering tidur pukul 3 pagi untuk kemudian bangun pukul 08.00. Setelah itu, ia kembali ke kesibukan awal: mengecek studio, menelepon produser, atau pergi latihan.

Piyu dan personel Padi lainnya memang telah berubah. Mereka kini tahu bagaimana menjadi pemusik profesional. Mereka menjadi kaya, terkenal, sibuk luar biasa. Tapi siapa yang membayangkan semua itu terjadihanyadalam waktu lima tahun?

Arif Zulkifli, Rommy Fibri, Tomi Lebang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus