VIDEO cassette makin digemari. Tapi masih tetap sebagai alat
hiburan mahal bagi orang kebanyakan. Karena itu menyewakannya
merupakan bisnis baru.
Di Jakarta ada satu perusahaan yang menyewakan video casette.
Inipun baru dimulai September lalu dengan nama Trio Tara. "Dan
kami masih coba-coba," kata Direktur Utama Trio Tara Hendro
Hartawan, "karena prospek untuk video masih belum jelas." Tentu
karena pemilik video masih sedikit atau terbatas, sementara
pemilik teve atau radio bisa ditemukan di segala pelosok.
Dalam masa percobaannya, Trio Tara membagi beberapa usahanya
yang semuanya berkaitan dengan video. Yaitu menyewakan video
casette. Mulai dari klasifikasi A, langganan diwajibkan
menyerahkan uang jaminan sebesar Rp 32.500 dan sewa 16 buah
video casette Rp 50.000 sebulannya. Klasifikasi B, 8 buah video
casette, uang jaminan Rp 30.000 dan sewa Rp 30.000. Setiap
langganan memberikan uang deposit sebesar Rp 50.000 dan sewa
sebuah video casette Rp 7.500 untuk tiga hari. Para langganan
boleh memilih sendiri dan datang ke kantor Trio Tara atau
diantar ke rumah.
Trio Tara tidak mengemukakan kesulitannya. Yang sedang diteliti
apakah rekaman itu buram atau tidak. "Selama ini kami belum
menerima keluhan," ujar Hendro. Hingga kini, Trio Tara baru
memiliki 108 judul casette, mulai dari film lama sampai film
yang sedang diputar di kota seperti The Wind and the Lion. Film
Deer Hunter yang telah diputar minggu-minggu lalu di Jakarta,
bagi pemilik video tape telah bisa dinikmati beberapa bulan yang
lalu. Bahkan mereka yang lebih dulu memiliki video tape -- mulai
masuk Indonesia sekitar 3 tahun yang lalu -- telah menikmati
film Raid on Entebbe, yang hingga kini belum diputar di bioskop
Jakarta.
Satu-satunya saingan Trio Tara ialah pedagang atau penyewa video
liar yang banyak terdapat di Glodok. Mungkin karena hal inilah,
bisnis Trio Tara kurang lancar. Karena perusahaan resmi dan
bahkan harus lewat Kejaksaan Agung untuk disensor. "Kalau ada
yang lolos," ujar Ka Humas Kejaksaan Agung Tomasouw SH, "itu
sangat mungkin. Biasanya itu adalah barang cangkingan." Artinya
barang bawaan orang-orang yang sering keluar masuk Indonesia.
Apalagi soal lolosnya blue film yang lewat bisik-bisik saja
sudah bisa didapat bahkan diantar ke rumah peminat. Tomasouw
mengakui hal ini, "tapi itu jumlahnya sedikit sekali," ujarnya.
Dan biarpun Trio Tara terjegal juga oleh adanya pasaran gelap
tersebut, Hendro Hartawan dengan bangga berkata "Biarlah. Kami
jadi pionir video casette di Indonesia. Saya tak mungkin
menyaingi mereka. Ibarat taksi, taksi saya ini meteran dan
mereka taksi liar." Walaupun begitu menanti sensor di Kejaksaan
Agung sering sampai berminggu-minggu baru itu video casette bisa
dia sewakan kepada langganannya.
Idealisme
Trio Tara mendapat hak beli copy film dari luar negeri. Harganya
ternyata tidak semahal film-film Indonesia. "Karena idealisme,
saya beli juga film Indonesia," ujar Hendro Hartawan. Baru buah
yang dibelinya, yaitu Surat Undangan, Rahasia Perawan, Bony &
Nancy serta Ranjang Pengantin. Dia juga menghimbau para produser
film Indonesia untuk menurunkan harganya. "Jualnya 'kan sulit
juga. Lagi pula, dari pada numpuk di gudang," ujarnya lagi. Trio
Tara mencetak setiap judul rata-rata 50 buah.
Hendro juga bercita-cita untuk memvideokan tempat-tempat
pariwisata untuk dijual ke luar negeri. Satu hal lagi tentang
Trio Tara ialah dia bisa juga memvideokan siapa saja yang punya
hajat. Mulai dari sunatan, tujuh bulanan sampai ke pesta
perkawinan. Harganya, cukup murah bagi yang berkantong tebal.
Apalagi bagi mereka yang mau menikah sekali saja seumur hidup.
Cuma Rp 300 ribu untuk dua jam shooting.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini