Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tumpahan minyak dari aktivitas kilang minyak di Teluk Balikpapan mencemari perairan di sana hingga luas 12.987 hektare. Tumpahan minyak mentah itu disusul kebakaran di Teluk Balikpapan pada Sabtu, 31 Maret 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Teluk Balikpapan terletak di barat Selat Makassar atau sekitar barat daya dari Samudera Pasifik. Teluk Balikpapan berbatasan dengan Kota Balikpapan di sebelah utara, Penajam di bagian selatan, Kabupaten Penajam Paser Utara di barat, serta Selat Makassar di bagian timur. Berikut beberapa fakta mengenai Teluk Balikpapan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Destinasi wisata di sekitar Teluk Balikpapan
Destinasi wisata di sekitar Teluk Balikpapan seperti Hutan Lindung Sungai Wain seluas 10 ribu hektare, yang kini menjadi lokasi Kebun Raya Balikpapan.
Selain itu ada Penajam Paser Utara, kabupaten di sebelah barat daya Balikpapan, jaraknya dekat dari Teluk Balikpapan. Kabupaten ini punya beberapa obyek wisata pantai. Misalnya Pantai Nipah-nipah dan Tanjung Jumlai. Penajam juga punya 33 pulau gusung, pulau-pulau kecil yang diberi nama sendiri oleh penduduk setempat.
Pilihan destinasi lainnya yaitu penangkaran rusa di Desa Api-api, Kecamatan Waru. Rusa yang ditangkar adalah rusa sambar (Cervus unicolor), rusa asli Kalimantan. Rusa-rusa itu ditangkar di habitatnya.
Penangkaran rusa itu tidak sulit dijangkau. Letak Desa Api-api sekitar 32 kilometer dari Pelabuhan Penajam, yang dapat ditempuh dengan mobil dalam waktu sekitar 45 menit. Penangkaran rusa itu berada di ketinggian 5-80 meter di atas permukaan laut. Topografinya berbukit-bukit dengan kemiringan 5-10 persen.
Sehari-hari orang lalu lalang dari Balikpapan ke Penajam dan sebaliknya melalui jalan darat atau menumpang angkutan air. Jika memilih jalan darat diperlukan waktu sekitar 2 jam untuk jarak tempuh sekitar 100 kilometer. Menumpang angkutan air akan lebih cepat.
Pilihan angkutan air adalah feri roro di Pelabuhan Semayang. Dengan feri, pelayaran ke Penajam memerlukan waktu sekitar 1 jam. Pelabuhan Semayang juga menyediakan perahu cepat (speedboat) berkapasitas 6-8 orang, termasuk pengemudi. Waktu tempuhnya cuma sekitar 20 menit. Jika memilih moda ini, siapkan jaket dan topi atau kerudung karena perahu cepat tidak dilengkapi dengan tudung, sehingga angin terasa begitu kencang.
Pelabuhan kelotok atau perahu tradisional bermesin tempel ada di Kampung Baru, kampung nelayan di atas air berpenyangga kayu ulin. Pelabuhan ini lumayan ramai. Selain menyeberangkan orang, kelotok biasa digunakan untuk mengangkut bahan pangan, barang, termasuk sepeda motor dari Balikpapan ke Penajam serta sebaliknya. Waktu tempuhnya sekitar 45 menit.
2. Megaproyek di Atas Teluk Balikpapan
Pemerintah Kota Balikpapan dan Penajam Paser Utara membangun jembatan yang melintasi Teluk Balikpapan. Jembatan yang diberi nama Jembatan Pulau Balang ini mulai direncanakan pada 2010, rencananya akan menghubungkan Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser Utara.
Dari Wikipedia menyebutkan jembatan ini direncanakan memiliki panjang sekitar 1.750 meter dan dibangun dalam dua bentang, yaitu bentang pendek sepanjang 500 meter, dari Kabupaten Penajam Paser Utara ke Pulau Balang dan bentang lainnya sepanjang 1.250 meter dari Kota Balikpapan ke Pulau Balang.
Pembangunan Jembatan Pulau Balang dinilai kurang efisien karena dianggap mengancam kawasan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) sekaligus memutus rantai ekosistem. Dari segi ekonomi, proyek ini dinilai pemborosan anggaran karena jalan yang dibangun sebagai akses menuju jembatan terlalu panjang, yakni 100 kilometer.
Pemerhati lingkungan juga menilai dampak lingkungan yang akan ditimbulkan melalui pembangunan Jembatan Pulau Balang adalah terbukanya habitat buaya Sapit di Hutan Rawa Sungai Tempadung untuk di eksploitasi, penurunan populasi Lutung Dahi Putih dan Bekantan.
Selain itu jugaancaman terputusnya jalur menyeberang bagi mamalia melalui sungai, dan hilangnya tempat perkembangbiakan burung dan ikan, termasuk jenis Pesut, Duyung Karang, dan Rumput Laut. Lebih dari itu, tentu saja munculnya potensi besar untuk kerusakan hutan.
3. Ancaman Sesar Adang
Kalimantan yang dianggap sebagai pulau paling stabil, ternyata juga retak-retak. Ada Sesar Adang di Teluk Balikpapan dan Sesar Mangkalihat di utara Sangatta-Bungalun. "Sesar Adang kadang-kadang masih aktif," kata Awang Harun Satyana, pakar geologi yang bekerja di BP Migas.
Patahan Adang menjadi bagian dari sesar besar mendatar di Indonesia barat dan Indonesia tengah. Sesar ini terhubung ke Three Pagodas Fault di Indocina, Sesar Anambas di utara Natuna dan Sesar Lupar di selatan Kuching, serta sesar-sesar Piyabung di Kalimantan Tengah.
4. Pengerukan Pasir Pantai
Penggalian secara besar-besaran di bagian luar Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, misalnya, dituding sebagai penyebab tenggelamnya tujuh pulau di antara Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser Utara. Abrasi pun tak kalah ganas.
Warga setempat menuturkan, sebelum penggalian pasir, sekitar tahun 1985, permukiman mereka terletak masih sekitar 100 meter dari pantai. Saat ini, permukiman mereka hanya berjarak 10 sampai 50 meter dari garis pantai.
Abrasi, yang semula hanya terjadi di Kelurahan Kampung Baru, kini merambah ke Kelurahan Sesumpu, Sungai Parit, Pejala, dan Saloloang. Penelitian oleh Proyek Pesisir Kaltim Balikpapan juga mengungkapkan adanya kerusakan terumbu karang.
Sebelum ada penggalian, di Pulau Gusung Besar, Gusung Karang, dan Gusung Batu terdapat 56 spesies karang. Setelah penggalian pasir besar-besaran, terumbu karang banyak yang rusak dan mati.
5. Pelabuhan
Beberapa pelabuhan umum yang terletak di Teluk Balikpapan, seperti pelabuhan penumpang dan kargo terbesar bagi kota Balikpapan yaitu Pelabuhan Semayang. Ada juga Pelabuhan Kampung Baru yang melayani penumpang kapal feri ke Sulawesi, Pelabuhan Kariangau untuk feri ke kota Penajam, dan Pelabuhan Penajam untuk feri ke kota Balikpapan.
Lalu pelabuhan swasta seperti milik Pertamina di bagian timur, Chevron di bagian barat, serta Petrosea Offshore Supply Base di kawasan Kariangau.
ENDRI KURNIAWATI (Koran Tempo) | Majalah Tempo | Wikipedia