Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia kini memiliki paviliun sendiri di Taman Burung Nansha, Guangzhou, Cina. Paviliun Indonesia yang menjadi sarana promosi pariwisata dan seni budaya nusantara itu dikerjakan oleh 11 seniman Bali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Ini merupakan kado terindah 70 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Tiongkok," kata Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun, Sabtu, 26 Desember 2020.
Paviliun tersebut terdiri dari tiga lantai yang berbahan baku bambu. Proses pembangunan paviliun seluas 500 meter persegi yang arsitekturnya kental dengan nuansa Nusantara itu membutuhkan waktu tujuh bulan dengan bahan baku didatangkan langsung dari Yogyakarta dan Bali.
Pembukaan paviliun tersebut ditandai dengan pembukaan tirai papan nama dan pengguntingan pita oleh Dubes, Konsul Jenderal RI di Guangzhou Gustanto dan pemilik Taman Burung Nansha Zhao Yang serta sejumlah pejabat Distrik Nansha.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam membangun paviliun tersebut, Zhao terinspirasi oleh gaya arsitektur bangunan bambu di kampung-kampung Nusantara, khususnya di Indonesia.
Setiap tahun pengelola objek wisata tersebut menggelar kompetisi desain arsitektur bambu tingkat perguruan tinggi di Cina dan ASEAN. Karya para finalis dibangun dan dipajang di berbagai titik untuk menambah daya tarik pengunjung.
Nansha yang merupakan salah satu dari 11 distrik di Kota Guangzhou itu terletak di muara Sungai Mutiara dan tidak jauh dari Shenzhen dan Makao.
Guangzhou yang secara geografis dekat dengan Hong Kong dan Makau merupakan kota dagang terbesar di wilayah selatan Cina. Barang-barang komoditas perdagangan Indonesia mayoritas mendarat di Pelabuhan Guangzhou sebelum didistribusikan ke provinsi dan daerah/kota lain di China.
Guangdong dan Fujian merupakan provinsi di Cina yang penduduknya paling banyak migrasi sejak masa lampau ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Dua provinsi ini memiliki dialek yang cukup familiar di telinga masyarakat Asia Tenggara, yakni Kanton dan Hokian.