Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Solo - Bagi pecinta karya seni, Museum Tumurun Solo perlu dimasukkan dalam daftar tempat yang harus dikunjungi. Museum pribadi milik keluarga bos PT Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, ini menyimpan sejumlah karya seni berkelas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Museum Tumurun dibuka untuk umum sejak tahun lalu. Lokasinya tidak jauh dari kawasan Sriwedari. Tidak ada penanda maupun papan nama yang menunjukkan bahwa bangunan berlantai dua itu merupakan sebuah museum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengunjung juga tidak bisa memasuki museum itu sesuka hati. Tidak ada loket untuk menjual tiket. Namun, masyarakat yang ingin berkunjung ke Museum Tumurun bisa mendaftar secara online.
Pengelola akan membalas pendaftaran itu dengan memberikan jadwal kunjungan. Menariknya, pengelola tidak menarik biaya. Hanya saja, pengunjung harus datang sesuai jadwal yang telah ditetapkan jika ingin masuk ke museum tersebut.
"Kami hanya menerima maksimal 50 tamu untuk tiap sesi," kata seorang pemandu museum, Sofian. Pada hari biasa mereka hanya membuka dua sesi. Sedangkan di akhir pekan, museum itu membuka kunjungan hingga empat sesi.
Saat hendak memasuki museum, pengunjung akan diajak memasuki ruang depan. Di tempat tersebut pemandu akan memberikan penjelasan secara singkat mengenai Museum Tumurun. Selanjutnya, pengunjung dipersilakan masuk ke ruang utama dan bebas berkeliling melihat koleksi di dalam museum.
Pemandu tidak akan mendampingi secara terus menerus. Mereka hanya akan berdiri di beberapa titik sembari bersiap memberikan informasi jika pengunjung membutuhkannya. Cara itu membuat pengunjung merasa lebih leluasa. "Pengunjung mendapat kesempatan untuk berkeliling selama satu jam," katanya.
Pengunjung memindai QR Code dengan smartphone untuk memperoleh informasi mengenai karya seni yang dipajang di Museum Tumurun Solo. TEMPO | Ahmad Rafiq
Informasi mengenai karya seni yang dipajang tidak hanya bisa diperoleh dari pemandu. Terdapat QR Code yang menyertai karya seni itu. Pengunjung bisa memindainya dengan perangkat smartphone untuk mendapatkan informasi yang cukup lengkap dari koleksi tersebut.
Di lantai bawah, pengunjung bisa menikmati karya kontemporer dari para seniman yang cukup terkenal. Bukan hanya lukisan, terdapat seni instalasi hingga fotografi yang menjadi koleksi museum yang didirikan oleh Iwan Kurniawan Lukminto itu.
Seni patung karya Wedhar Riyadi berjudul 'Floating Eyes' menjadi koleksi ikonik di Museum Tumurun Solo. Karya tersebut pernah menghias halaman Jogja National Museum saat penyelenggaraan Art Jog di 2017. TEMPO | Ahmad Rafiq
Seni patung karya Wedhar Riyadi berjudul 'Floating Eyes', misalnya, akan langsung menarik perhatian pengunjung saat memasuki museum itu. Patung itu berbentuk bulatan bola mata yang bertumpuk-tumpuk hingga tujuh meter. Sebelum dikoleksi di Museum Tumurun, karya itu pernah menghias halaman Jogja National Museum saat penyelenggaraan Art Jog di 2017.
Lukisan dari sejumlah perupa juga menghias di ruang tersebut. Beberapa diantaranya adalah Eddy Susanto, Heri Dono, Entang Wiharso, Eko Nugroho serta sederet seniman lainnya.
Pengunjung menikmati salah satu karya lukisan di Museum Tumurun Solo. Museum tersebut menyimpan berbagai karya seni karya old maestro maupun seniman kontemporer. TEMPO | Ahmad Rafiq
Bukan hanya seni rupa, tiga mobil tua yang menjadi koleksi museum juga akan membuat pengunjung berdecak kagum. Sebuah mobil sedan besutan Mercedes Benz keluaran 1972 masih sangat mengkilap seperti layaknya mobil baru.
Mobil jenis Dodge keluaran 1932 terlihat sangat klasik, lengkap dengan asesorinya. Demikian pula dengan mobil dari pabrikan yang sama, Dodge keluaran 1948 yang masih terawat.
Sayangnya, ruang yang ada di lantai dua museum tersebut belum dibuka untuk umum. Di ruang tersebut tersimpan karya para maestro seni rupa, seperti Affandi, Sudjojono, Hendra Gunawan, Basoeki Abdullah hingga Raden Saleh.