Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Rampung direnovasi, Benteng Vredeburg kini buka hingga pukul 22.00.
Keramaian di Titik Nol Yogyakarta kini lebih semarak berkat wisata malam Benteng Vredeburg.
Sebelumnya, lokasi itu gelap dan menjadi titik sunyi di tengah hiruk pikuk wisatawan di ujung Jalan Malioboro tersebut.
TITIK Nol Yogyakarta tak pernah sepi selepas senja. Kini ada lokasi baru untuk menikmati malam di ujung Jalan Malioboro itu, yaitu di Benteng Vredeburg. Bangunan bersejarah di kawasan itu baru rampung dipugar dan kini buka hingga pukul 22.00.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, benteng yang dibangun pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I pada 1760 itu tutup pukul 15.00 dan menjadi penjuru yang tak tersentuh saat gelap di Titik Nol Yogyakarta. Wisatawan yang datang dari dalam dan luar Yogyakarta yang menikmati kawasan itu hanya bisa melihat bayangan gelap Vredeburg bersama deretan bangunan kolonial lain, seperti Gedung BNI, Kantor Pos Besar, dan Istana Kepresidenan Gedung Agung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan baru datang pada tahun ini. Museum yang dikelola Badan Layanan Umum Museum dan Cagar Budaya (MCB) atau Indonesia Heritage Agency (IHA) ini dipugar mulai April lalu dan dibuka kembali pada 8 Juni 2024. Pasca-revitalisasi, pengunjung tak lagi hanya bisa masuk dari sisi barat di Jalan Malioboro dan sisi timur dari Taman Budaya Yogyakarta. Ada juga akses baru dari sisi selatan, yaitu dari Jalan Senopati, seberang Gedung Bank Indonesia.
Masuk dari akses selatan, wisatawan akan disambut hamparan taman luas dengan puluhan titik lentera bergaya keraton. Di sayap selatan benteng yang pernah dipakai tentara Belanda, Jepang, dan Inggris pada masa pendudukan itu, terdapat pintu lorong tersembunyi. Tingginya 170-180 sentimeter dan berlokasi di bawah tembok keliling setinggi 5 meter.
Memasuki lorong tersebut, wisatawan akan mendapati tangga beton yang menghubungkan ke bagian atas tembok selatan benteng. Di atas, terbentang pemandangan suasana malam Titik Nol Yogyakarta yang berhias siraman lampu kota.
Puas menikmati kilau cahaya malam Yogyakarta, pengunjung dapat terus berjalan menyusuri tembok ke arah barat daya. Di sudut itu, ada dua titik untuk melihat lebih dekat suasana malam pusat Kota Gudeg. Lokasi pertama berupa panggung berundak dan spot kedua berupa bastion—sudut benteng yang menjorok ke luar. Di baluarti yang dulu merupakan lokasi meriam tersebut, pengunjung dapat lebih leluasa melihat Titik Nol Yogyakarta dengan segala hiruk pikuknya.
Gerbang utama Benteng Vredeburg, Yogyakarta, yang diakses dari Jalan Malioboro. TEMPO/Pribadi Wicaksono.
Tentu saja bukan hanya itu kepuasan melihat malam Yogyakarta dari Benteng Vredeburg. Jika masuk dari pintu barat atau dari Jalan Malioboro di seberang Istana Negara, pengunjung akan mendapati wajah Vredeburg yang berbeda.
Benteng itu bukan lagi sekadar bangunan tua dengan lampu temaram yang dibatasi parit besar dan bekas pos penjagaan tentara. Kini tembok bangunan itu berwarna-warni hasil dari sorot lampu yang dipantulkan melalui dua menara baru hasil revitalisasi.
Tembok tinggi di bagian depan benteng itu juga menjadi "layar" untuk video mapping, yang berisi metamorfosis perjalanan sejarah Benteng Vredeburg. Pemutaran video mapping berlangsung tiap malam akhir pekan.
Parit-parit besar di depan benteng yang berdiri di lahan seluas 46.574 meter persegi itu juga tak hanya berisi air seperti dulu. Parit itu sedang disiapkan sebagai lokasi pertunjukan air mancur menari.
Selasar ruang diorama Benteng Vredeburg. TEMPO/Pribadi Wicaksono.
Memasuki depan gerbang utama Vredeburg, pengunjung yang pernah menyambangi benteng ini mungkin tak melihat adanya perbedaan signifikan. Namun, begitu melangkah ke ruang diorama, kentara sekali bagaimana kemewahan hadir di bagian interior Museum Benteng Vredeburg.
Sirna sudah suasana suram yang dulu menyelimuti benteng tua itu. Kini semua sudut ruang-ruang diorama berudara sejuk berkat penyejuk ruangan dan memiliki tata cahaya ala kafe modern yang membuat pengunjung betah.
Kaca-kaca dan isi di dalam diorama yang menampilkan berbagai fragmen perjuangan kemerdekaan serta benda-benda peninggalan masa revolusi juga tampak seperti baru. Nyaris tak ada bagian diorama yang berselimut debu, suram, apalagi dihinggapi sarang laba-laba seperti dulu.
Puas melihat diorama, saatnya menjelajahi ruang terbuka di bagian tengah Benteng Vredeburg. Jika waktunya pas, ada penampilan musik akustik oleh sekelompok remaja. Aksi musik tanpa panggung dan gemerlap lampu itu syahdu untuk memecah kesunyian malam, terutama di akses timur yang tersambung ke Taman Budaya Yogyakarta.
Penanggung jawab Unit Museum Benteng Vredeburg, M. Rosyid Ridlo, mengatakan revitalisasi Vredeburg dilakukan untuk mengoptimalkan fungsinya yang tak sebatas museum. "Lebih sebagai ruang publik komunal," kata Rosyid kepada Tempo, akhir pekan lalu. Fungsi tersebut, salah satunya, diwujudkan lewat Wisata Malam Vredeburg. "Jadi Museum Benteng Vredeburg saat ini bukan sekadar tempat menyimpan sekitar 7.000 benda bersejarah, tapi juga pusat kebudayaan yang dinamis, inklusif, dan menarik," katanya.
Mewujudkan ruang publik komunal di Vredeburg dilakukan dengan melengkapi kebutuhan publik akan edukasi dan rekreasi sekaligus mengakomodasi aktivitas publik. Seperti membangun coworking space, coffee shop, ruang anak, dan toko oleh-oleh.
Edukator Museum Benteng Vredeburg, Andi Arif Mulya, mengatakan wajah muda benteng tua itu bertujuan menyuguhkan pengalaman baru yang lebih interaktif kepada pengunjung. "Vredeburg kini memberikan kesempatan kepada pengunjung untuk lebih lama mengeksplorasi museum," kata Andi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo