Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Wisata untuk Menyepi di Green Canyon Mini Socokangsi, Klaten

Ada beberapa orang yang ingin menyepi saat mereka berwisata. Coba datang ke Green Canyon Mini Socokangsi, Klaten

16 Mei 2019 | 18.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tebing batu berlumut mengapit Sungai Gethuk yang berkelak-kelok di obyek wisata Green Canyon Mini Socokangsi di Desa Socokangsi, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten. Tempo/Dinda Leo Listy

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Klaten - Demi menghindari padatnya pengunjung, sebagian orang memilih berwisata di luar hari libur atau mencari destinasi yang kurang terkenal. Tapi kalau ada tempat wisata yang dulu sempat viral dan kini sepi, kenapa musti repot mengurus cuti atau bolos kerja demi mencari ketenangan dan relaksasi? Masih ingat Green Canyon Mini Socokangsi? Sebelum diresmikan pada 2017, Green Canyon Mini yang berada di Dusun Socokulon, Desa Socokangsi, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten, itu sudah ramai dikunjungi wisatawan dari Solo Raya dan sekitarnya.

Baca: Intip Kisah Kejayaan Pabrik Karung Goni Delanggu, Klaten

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sesuai namanya, obyek wisata yang dulu dikelola warga secara swadaya ini menyuguhkan kemolekan alam layaknya Green Canyon, salah satu destinasi wisata andalan di Pangandaran, Jawa Barat. Bedanya, Sungai Gethuk yang diapit tebing batu di Green Canyon Mini Socokangsi tidak selebar dan sedalam di Pangandaran. Meski demikian, kemegahan Green Canyon Mini Socokangsi tak kalah menawan.

Sayangnya kejayaan Green Canyon Mini Socokangsi tidak bertahan lama meski warganet telah menyumbang banyak karya visual yang mempromosikan kemolekannya di media sosial. “Hampir setahun ini sepi. Kalaupun ada pengunjung, paling cuma satu-dua,” kata Sisri, satu-satunya pedagang yang masih bertahan membuka warung di depan gardu masuk Green Canyon Mini.

Menurut Sekretaris Desa Socokangsi Prihandono, sepinya Green Canyon Mini Socokangsi karena kekurangan sumber daya pengelolanya. “Pemuda di sini banyak yang merantau, bekerja dan tinggal di luar desa. Jadi tidak ada lagi yang mengurusi,” kata Suprandono kepada Tempo, Kamis, 16 Mei 2019.

Meski demikian, Green Canyon Socokangsi tetap menyimpan keindahan tebing-tebing hasil guratan alam yang bertekstur halus dan bergelombang mengikuti kontur Sungai Gethuk. Sungai Gethuk di Green Canyon Mini Socokangsi juga masih memiliki air terjun kecil dan cekungan alami yang tidak terlalu dalam untuk sekadar berendam.

Sekitar 300 meter di selatan Green Canyon Mini Socokangsi juga terdapat dua obyek bersejarah yang menarik, yaitu Gua Gethuk dan jembatan kuno dari bekas rel lori atau kereta kecil pengangkut barang dan hasil pertanian. “Konon, Gua Gethuk itu pernah menampung seluruh warga desa saat bersembunyi dari gempuran serdadu Belanda. Padahal gua itu sempit dan rendah. Percaya nggak percaya sih,” kata Kepala Dusun II Desa Socokangsi, Priyanto.

Adapun jembatan besi tua dari rel lori yang melintang di atas Sungai Gethuk itu merupakan bukti bahwa di Socokangsi pernah berdiri satu pabrik kopi. Namun, pabrik peninggalan masa kolonial Belanda itu sudah tidak berbekas, tinggal menyisakan satu cerobong asap yang menjulang di antara rimbun pepohonan di barat Green Canyon Mini.

Prihandono mengatakan, tenarnya Green Canyon Mini bermula saat seorang warga yang memancing di Sungai Gethuk mengunggah foto hasil jepretannya di media sosial. “Foto Sungai Gethuk dan tebingnya yang berkelok-kelok itu menyita perhatian warganet. Sejak itu banyak orang yang datang dan berfoto-foto. Socokangsi pun viral,” kata Prihandono.

Demi mempromosikan Green Canyon Mini Socokangsi, pengunjung tidak dipungut tiket masuk. “Cukup bayar parkir Rp 2.000 untuk sepeda motor dan Rp 5.000 untuk mobil,” kata Prihandono. Guna mempercantik kawasan wisata baru itu, Pemerintah Desa Socokangsi telah membangun kolam renang, toilet, gazebo, warung-warung, dan properti untuk berswafoto.

Baca: Sungai Pusur Klaten Dulu Jadi Tempat Sampah, Sekarang Bawa Berkah

Kini, beragam fasilitas penunjang wisata yang dibangun menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) 2017 itu terbengkalai. “Buat kami nggak masalah. Toh, tujuan kemari buat bermain di Sungai Gethuk dan menikmati ketenangan, keasrian, dan keindahan panorama alamnya,” kata salah satu pengunjung, Andreas, warga Kota Klaten.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus