Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font face=arial size=1 color=brown><B>Pembalakan Liar</B></font><BR />Saling Jegal di Hutan Ketapang

Pengusaha kayu ditahan karena tak menyetor dana reboisasi hutan. Persaingan antarpembalak liar.

17 Maret 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LELAKI tinggi kurus itu melangkah gontai menuju ruang tunggu. Raut mukanya pucat. Tony Wong, pengusaha kayu itu, tak bertenaga. ”Saya sakit,” ujarnya mengeluh saat ditemui Tempo di penjara Ketapang, Kalimantan Barat, Selasa dua pekan lalu.

Walau belum divonis, pria 53 tahun ini sudah sembilan bulan menginap di hotel prodeo. Ia dituduh menunggak pembayaran provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi senilai total Rp 1,5 miliar.

Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Ketapang, Selasa pekan lalu, Tony dijerat Undang-Undang Antikorupsi dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara, dan enam tahun penjara untuk perkara penggelapan pendapatan uang negara bukan pajak.

Kasus ini terkuak awalnya dari niat ”mulia” Tony mencegah perusakan hutan oleh beberapa kolega bisnisnya, tapi mereka menolak ajakan Tony. Sejumlah instansi di daerah yang dilapori Tony diam belaka. Ia pun mengadu ke Markas Besar Kepolisian RI di Jakarta.

Tony mengungkapkan, illegal logging di Ketapang telah merusak hutan lindung Bukit Lawang. Begitu pula di kawasan Pawan Utara bagian hulu sungai, lapor Tony, hutannya habis dibotaki. Termasuk area hutan yang izin pemanfaatannya atas nama perusahaan miliknya, PT Prima Sawitindo.

Berkat laporan Tony, pada Februari tahun lalu, selusin intelijen dan anggota Detasemen Khusus 88 dari Markas Besar Polri diterjunkan ke Ketapang. Aksi penebangan hutan liar terhenti. Itu ditandai juga dengan tiarapnya para cukong kayu dan bos pembalak hutan, yang kabur entah ke mana.

”Kerja sama” Tony dengan polisi rupanya tak berumur. Tiga bulan setelah razia pembalak hutan, giliran Tony dibekuk polisi di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta. Di bandara ini, ia mengantar kerabatnya pulang ke Pontianak. Bos kontraktor PT Gelora Indonesia yang kerap menang tender pembukaan jalan di tengah hutan Kalimantan itu disangka lalai menyetor dana provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi.

Tony Wong menuding teman-temannyalah yang merekayasa kasusnya. ”Saya yang melapor, malah ditahan,” katanya. ”Saya bisa gila kalau tak kuat mental.” Indikasi rekayasa, kata dia, suatu hari ia ditawari penangguhan penahanan oleh seseorang. Syaratnya, mulut Tony tak boleh ngoceh soal kasus illegal logging. ”Saya tolak tawaran itu,” ujarnya. ”Kalau saya terima, saya mengaku salah.” Ihwal dana reboisasi, kata dia, itu urusan utang. ”Saya sudah melunasi, kenapa dikaitkan?”

PT Alas Kusuma Group, perusahaan penebangan kayu hutan, salah satu yang dilaporkan Tony. Imbran Susanto, bos perusahaan tersebut, kata Tony, hampir tak tersentuh hukum. Tony menggambarkan sosok Imbran sebagai orang kuat yang lengket dengan pejabat dan pintar membungkam aparat.

Dalam catatan Tempo, Tony dan Imbran sebetulnya dua sejoli dalam berbisnis. Tony, misalnya, pernah merelakan izin usaha penebangan hutan seluas 15 hektare kepada PT Harjohn Timber, anak perusahaan PT Alas Kusuma. Kongsi ini terjadi pada 24 Juni 2002.

Rusaknya kerja sama itu diakui Tony. Pemicunya, sisa lahan izin usaha penebangan hutan PT Prima Sawitindo di Pawan Utara dirambah kelompok usaha yang disokong cukong asal Malaysia. Imbran menolak diajak melawan. Usut punya usut, kata Tony, di balik perambahan ini ada Imbran.

Inilah yang membuat Tony marah. Suatu hari ia menyusup ke dalam ajang lelang kayu. Pada 24 April 2006, dalam sebuah lelang kayu di Markas Polres Ketapang, Tony mengendus keanehan perusahaan peserta lelang, yaitu CV Dharma Kapuas Lestari.

Setelah ditelisik, ternyata kantor CV Dharma Kapuas hanyalah hamparan ladang kosong. Lahan tersebut milik kelompok perusahaan yang menyerobot area hutan atas nama PT Prima Sawitindo.

Tony kian berang setelah mendapati pembalak itu berkongsi dengan PT Alam Kusuma melalui PT Suka Jaya Makmur, milik Imbran Susanto. Ia berkoar CV Dharma Kapuas Lestari perusahaan bodong. Imbran dilabrak. Kongsi pun pecah.

Menurut Imbran, kongsinya dengan Tony memang retak pada 2005. Pemicunya, tak ada lagi komitmen yang bisa dipegang dan menguntungkan kedua pihak. PT Alas Kusuma, kata dia, diuntungkan karena memang memerlukan bahan baku kayu. Sedangkan Tony juga leluasa memakai uang PT Alas Kusuma. ”Kalau dihitung (utang Tony) Rp 4 miliar lebih,” ungkap Imbran.

Tudingan bahwa Imbran ada di balik penyerobotan sisa lahan milik perusahaan Tony, ”Itu tak benar.” Menurut Imbran, semua laporan Tony ke polisi itu palsu. Menyangkut kedekatan dengan pejabat ataupun aparat, itu dianggapnya wajar bagi seorang pengusaha. ”Itu untuk ketenangan usaha. Saya memulai usaha pada umur 21 tahun, wajar kenal banyak orang,” ujarnya.

Polisi menyanggah pernyataan bahwa penahanan Tony dilakukan agar yang bersangkutan bungkam. ”Dia ditangkap karena kasus tidak membayar dana reboisasi,” ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Kalimantan Barat Ajun Komisaris Besar Suhadi Suwondo. Masalah pembalakan liar, kata dia, semua pelakunya akan disikat.

Kepala Bidang Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Kalimantan Barat Sunarno membenarkan bahwa pembalakan liar di Ketapang makin merajalela. ”Saban hari belasan kapal mengangkut kayu olahan berukuran besar keluar dari Ketapang,” katanya.

Pencurian itu, menurut Sunarno, sudah meluas hingga hutan lindung Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Palong, dan Gunung Tarak, Kalimantan Tengah. ”Bohong kalau aparat tidak berperan membantu perambahan itu,” ujarnya. Sunarno mengaku telah melaporkan hal ini ke pejabat kantor Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan di Jakarta. Hasilnya, belum ada tanggapan.

Sunariah, Harry Daya (Pontianak)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus