Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertemuan itu terjadi pada Oktober 2009 di sebuah pasar swalayan kawasan Jakarta Selatan. Richard Latief, sebagai pengundang, mempertemukan Santun Nainggolan dengan Itman Harry Basuki serta Ivan C.H. Litha. Richard menawarkan kerja sama kepada mereka bertiga. Tak butuh waktu lama, mereka bersalaman. ”Mereka sepakat bekerja sama,” kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Baharudin Djafar.
Ivan adalah komisaris sekaligus pemilik sebagian saham dua perusahaan investasi, yaitu PT Discovery Indonesia dan PT Harvestindo Asset Management. Richard terkenal sebagai makelar bisnis. Ivan sebelumnya pernah curhat kepada Richard. Dia mencari orang tajir agar duitnya bisa ia kelola lewat investasi. Dia juga butuh duit untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan investasinya, yang saat itu semakin lesu.
Richard lalu mengajak Santun, yang ia kenal lewat pergaulan di dunia bisnis. Santun menjabat Direktur Keuangan PT Elnusa Tbk. Elnusa adalah anak perusahaan Pertamina yang berbisnis di jasa pengeboran minyak-gas dan konstruksi. Elnusa punya banyak duit. Ada sekitar Rp 161 miliar kas cadangan mereka yang tersimpan di Bank Mega. Karena sifatnya cadangan, duit ini sering tak digubris perusahaan. Richard mengajak Santun ”memanfaatkan” duit itu.
Tapi ada satu masalah. Uang cadangan itu tak mungkin keluar tanpa tanda tangan bos Elnusa. Mereka lalu berkongsi dengan Itman, yang menjabat Kepala Cabang Bank Mega KCP Jababeka di Bekasi. Santun pun kemudian semakin yakin dengan rencana ini. ”Dia mempersilakan mereka yang mengatur cara pencairan uang itu,” kata Kepala Satuan Fiskal, Moneter, dan Devisa Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Aris Munandar.
Bagaimana caranya? Richard, yang disebut polisi sebagai otak komplotan ini, meminta Ivan merekrut orang baru. Mereka lalu mengajak Andi Gunawan, salah seorang direktur di PT Discovery. Kemudian ada TZS alias Zulham, anggota staf kolektor di PT Harvest. Zulham punya keahlian meniru tanda tangan orang lain. Keahlian ini dibutuhkan untuk meniru tanda tangan Eteng Ahmad Salam, bos Elnusa saat itu. ”Dia yang memalsukan semua tanda tangan,” kata Aris.
Kini keenam orang itu menghuni ruang tahanan Reserse Polda Metro Jaya. Mereka dituduh menggelapkan uang di rekening Elnusa sebesar Rp 111 miliar. Kalau mau, uang cadangan di rekening resmi Elnusa di Bank Mega habis mereka sedot (lihat infografis). Tapi para tersangka sempat mentransfer kembali Rp 50 miliar ke rekening Elnusa. Mereka merasa aksinya sudah ketahuan. Sekitar 80 persen uang sedotan, menurut polisi, ditransfer ke rekening PT Harvest dan Discovery. ”Sisanya mereka bagi-bagi,” kata Baharudin.
Awalnya, polisi mengendus ada yang tak beres dalam transaksi PT Elnusa Tbk sebulan lalu. Baharudin menyebutkan, sejak tahun lalu, ada delapan kasus perbankan bernilai ratusan miliar rupiah yang terungkap. Sumber Tempo menyatakan pengungkapan kasus Elnusa ini bermula dari data yang disetor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ke polisi.
Penyidik kemudian mendatangi Elnusa, meminta konfirmasi perihal penggunaan dana cadangan itu. Pemimpin perusahaan yang awalnya bernama PT Elektronik Nusantara itu malah kaget. Mereka mengaku tak pernah mengotak-atik uang tersebut. Elnusa kemudian memeriksa rekening uang itu, ternyata sudah kosong. ”Kami tidak pernah mencairkan deposito itu,” kata Direktur Utama PT Elnusa saat ini, Suharyanto.
Penyidik bergerak cepat. Mereka menginterogasi Itman, si kepala cabang, Selasa dua pekan lalu. Pada hari yang sama, penyidik kemudian menjemput Richard, Ivan, Santun, Gunawan, dan Zulham. Keenam orang ini digiring ke Polda. Satu malam mereka diperiksa maraton oleh penyidik. Keesokan harinya, mereka langsung ditahan di ruang tahanan Polda Metro Jaya.
Perkara ini berbuntut panjang. Elnusa kesal karena bank membiarkan kasus penggelapan ini terjadi. Mereka menganggap pencairan dana deposito itu ilegal. Mereka menggugat sistem dan prosedur Bank Mega karena telah meloloskan surat bank dengan tanda tangan palsu Direktur Utama Elnusa. ”Kami ingin uang kami kembali,” kata Suharyanto. Bank Mega berkelit. Mereka tidak akan mengganti uang perusahaan berlogo kuda laut itu. ”Semua pencairan deposito sudah berjalan dengan normal,” kata Direktur Operasional Bank Mega J. Georgino Godong.
Pengacara Itman, Dwi Heri Sulistiawan, mengatakan kliennya tidak membantu tersangka lain mencairkan deposito itu. Perkara tanda tangan palsu, itu di luar kuasa Itman. Kliennya hanya seorang kepala cabang, meski ia mengenal dan pernah bertemu dengan semua tersangka lain. ”Tak mungkin dia bertanya, tanda tangan Bapak palsu atau tidak,” kata Dwi.
PT Harvest juga ogah bertanggung jawab. ”Kami tidak terlibat,” kata Direktur Utama PT Harvestindo Asset Management Fresty Hendayani. Ia tidak mau menceritakan detail aliran itu. Sebab, katanya, peristiwa itu terjadi sebelum ia menjabat direktur. Ia juga tidak mau menyebutkan peran Ivan di perusahaan itu karena merasa bukan wewenangnya.
Polisi maju terus dengan memeriksa saksi-saksi lain dari Bank Mega. ”Kalau perkara membantah, itu hak semua orang,” kata Baharudin. Polisi justru heran mengapa Bank Mega mudah dibobol. Para pelaku hanya bermodal surat dan tanda tangan palsu, cara lama yang kini muncul lagi. ”Modus mereka ini sederhana sekali,” kata Baharudin.
Mustafa Silalahi, Cornila Desyana, Gustidha Budiartie, Febriana Firdaus
Duit Asli, Rekening Palsu
Para tersangka diduga bahu-membahu menggelapkan duit cadangan PT Elnusa Tbk. Duit itu melenggang dari rekening resmi ke rekening asli tapi palsu (aspal) atas nama PT Elnusa di Bank Mega Cabang Bekasi. Komplotan ini menanam semua duit itu di deposito jangka pendek atau deposit on call. Bunganya dikembalikan ke rekening asli agar tak mudah ketahuan. Total duit yang disedot Rp 161 miliar. Setelah kasus ini terungkap, Bank Mega melansir ada lima transfer yang mengalir ke rekening aspal itu.
Tahap I - 7 September 2009
Rp 50.000.000.000
Milik PT Elnusa Tbk di bank ”X” didepositokan ke rekening asli tapi palsu PT Elnusa di Bank Mega Cabang Bekasi Jababeka
Deposito cair:
Rp 50.059.178.082
Ditransfer ke giro aspal PT Elnusa di Bank Mega
lalu ditransfer ke rekening giro PT Discovery Indonesia di Bank Mega dan disebar/didepositokan ke:
- Rp 35 miliar ke rekening PT Harvestindo Asset Management
- Rp 5 miliar ke rekening giro PT Discovery
- Rp 5 miliar ke deposito PT Discovery
- Rp 5 miliar mengendap di rekening giro PT Discovery
Tahap II - 29 September 2009
Rp 50.000.000.000
Dari bilyet giro Bank Mega Cabang Menara Batavia milik PT Elnusa ditransfer ke rekening aspal deposito jangka pendek PT Elnusa di Bank Mega
Deposito cair:
Rp 50.046.027.398
Ditransfer ke rekening giro PT Discovery di Bank Mega dan disebar/didepositokan ke
- Rp 35 miliar ditransfer ke rekening giro PT Harvest
- Rp 5 miliar ditransfer ke rekening giro PT Discovery
- Rp 5 miliar didepositokan atas nama PT Discovery
- Rp 5 miliar di rekening giro PT Discovery
Tahap III - 19 November 2009
Rp 40.000.000.000
Milik PT Elnusa di bank ”X” ditransfer ke rekening deposito aspal PT Elnusa di Bank Mega
Deposito cair:
Rp 40.028.493.150
Ditransfer ke rekening giro aspal PT Elnusa di Bank Mega lalu ditransfer ke rekening giro PT Harvest
Tahap IV - 14 April 2010
Rp 11.000.000.000
Duit PT Elnusa ditransfer ke rekening deposito aspal PT Elnusa di Bank Mega
Deposito cair:
Rp 11.001.326.027
Ditransfer ke rekening giro aspal PT Elnusa di Bank Mega lalu ditransfer ke rekening giro aspal PT Elnusa di Bank Mega dan disebar ke:
- Rp 10 miliar ke rekening giro PT Discovery di bank ”X”
- Sisanya ke rekening giro PT Discovery di Bank Mega
Tahap V - 16 Juli 2010
Rp 10.000.000.000
Duit PT Elnusa ditransfer ke rekening deposito aspal PT Elnusa di Bank Mega
Deposito cair:
Rp 10.003.780.822
Ditransfer ke rekening giro aspal PT Elnusa di Bank Mega lalu ditransfer ke rekening giro PT Discovery di Bank Mega kemudian ditransfer ke rekening PT Discovery di bank ”Y”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo