Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konvoi kendaraan itu melintasi jalan berdebu. Para penumpangnya menjauhi perbatasan Kamboja-Thailand di Distrik Banteay Ampil di Oddar Meanchey, Kamboja. Setelah menempuh perjalanan panjang, mereka berlabuh di pagoda, halaman kantor pemerintah, atau sekolah di Samroang, sekitar 45 kilometer dari perbatasan.
Direktur Departemen Manajemen Bencana Palang Merah Kamboja Uy Sam Ath mencatat, hingga pertengahan pekan lalu, lebih dari 22 ribu orang di Oddar Meanchey telah mengungsi. ”Kami memperkirakan jumlah pengungsi akan bertambah,” kata Deputi Gubernur Oddar Meanchey Luon An.
Di seberang perbatasan, giliran Menteri Luar Negeri Kasit Piromya menyatakan hampir 50 ribu warga Thailand di perbatasan juga harus mengungsi. Media lokal menyebutkan beberapa rumah sakit dan pusat kesehatan ditutup dengan alasan keamanan. Mereka hanya melayani pasien darurat, terutama korban serangan.
”Kami hidup berdampingan secara damai dengan Kamboja selama beberapa dekade, dan kami bertemu dengan mereka setiap hari. Kenapa para tentara berperang?” ujar Sutep Pringpom, warga perbatasan Thailand yang mengungsi di Prasat, Surin.
Sejak Jumat dua pekan lalu, perbatasan Kamboja-Thailand kembali memanas akibat saling serang di antara tentara kedua negara itu. Enam tentara Kamboja tewas dan 16 lainnya cedera. Di sisi Thailand, empat prajurit tewas dan 17 lainnya terluka.
Kedua pihak saling menyalahkan atas insiden itu. Kamboja menuduh Thailand berusaha menguasai dua candi Hindu, Ta Moan dan Ta Krabey. Thailand tentu menyangkal. ”Kami hanya menanggapi serangan mereka,” kata Piromya saat ditemui Tempo di Jakarta pekan lalu.
Ketegangan di antara kedua negara bertetangga itu kembali merayap dua bulan lalu. Pemicunya insiden baku serang di kawasan Preah Vihear, sekitar 150 kilometer dari kawasan konflik. Dalam insiden itu, sebelas tentara tewas.
Perebutan kawasan seluas 4,6 kilometer di sekitar Kuil Preah Vihear kembali memanas pada 2008, saat Kamboja mengajukan kuil ini sebagai situs warisan dunia ke UNESCO. Sebelumnya, pada 1962, pengadilan internasional memutuskan Preah Vihear masuk wilayah Kamboja.
Insiden berdarah di perbatasan itu mengundang keprihatinan masyarakat internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN). Indonesia, yang tahun ini menjadi Ketua ASEAN, menawarkan diri menjadi mediator. Februari lalu, akhirnya disepakati beberapa hal, antara lain pengiriman tim peninjau untuk mengkaji situasi dan mengawasi gencatan senjata. Beberapa pertemuan pun digelar, termasuk di Bogor dan Bangkok. Namun tetap belum ada titik temu.
Dalam pembahasan term or reference, Thailand bersikap keras. Menteri Luar Negeri Kamboja Hor Namhong menuduh Kasit Piromya gagal membujuk militer untuk menghormati kesepakatan antara Thailand, Kamboja, dan Indonesia. ”Jujur, sangat sulit berbicara dengan mereka,” kata Namhong beberapa waktu lalu.
Piromya menyangkal tudingan itu. ”Kami harus berkonsultasi dengan ahli hukum dan politik,” katanya. Hasilnya kemudian mesti dibahas dengan militer dan selanjutnya dibawa ke rapat kabinet. ”Kami ingin semuanya jelas.”
Thailand masih mempermasalahkan lokasi dan penempatan tim pemantau. Piromya menyarankan penggunaan konvensi Wina yang menyebut soal hak istimewa dan kekebalan diplomatik. Begitu pula dengan penggunaan kata-kata yang tepat. ”Untuk menghindari kesalahpahaman,” ujar Piromya.
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, yang bertemu dengan Piromya, Kamis pekan lalu, menyatakan pemerintah Indonesia akan segera mengkomunikasikan lagi teks hasil revisi ke Thailand dan Kamboja. Diharapkan keduanya sepakat agar tim peninjau dapat segera dikirim.
Purwani Diyah Prabandari (Phnom Penh Post, Bangkok Post, The Nation)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo