Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font size=1 color=#FF9900>KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI</font><br />Berharap Bukan Pelengkap

Presiden melantik tiga pelaksana tugas pemimpin KPK. Banyak yang skeptis dan dipandang sebagai ”boneka” Presiden.

12 Oktober 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA orang itu asyik bercakap-cakap dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selasa pekan lalu, ketiganya, Tumpak Hatorangan Panggabean, Mas Achmad Santosa, dan Waluyo, beberapa menit lagi bakal dilantik menjadi pelaksana tugas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Sesekali ketiganya mengangguk-angguk mendengar kata-kata Presiden. Hadir juga dalam obrolan itu dua pemimpin KPK yang tersisa, Mochammad Jasin dan Haryono Umar.

Pelantikan disaksikan sejumlah menteri dan pimpinan lembaga negara. Tumpak, Mas Achmad, dan Waluyo diumumkan namanya oleh Tim Lima. Tim inilah yang selama sepekan menjaring tiga nama itu berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 4 Tahun 2009.

Tumpak menggantikan Antasari Azhar, yang kini menjadi terdakwa kasus pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen. Masa kerja Tumpak akan berakhir ketika terpilih pimpinan baru KPK hasil seleksi berikutnya. Sedangkan Ota, begitu Mas Achmad disapa, menggantikan Chandra Hamzah, dan Waluyo menggantikan Bibit Samad Rianto. Chandra dan Bibit nonaktif karena ditetapkan polisi sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang. Jika dua orang ini dinyatakan tak bersalah, tugas Ota dan Waluyo sebagai pelaksana tugas otomatis selesai.

Begitu pelantikan selesai, kelima pimpinan KPK itu menuju kantor mereka di bilangan Kuningan, Jakarta. Agenda pertama yang dibahas adalah soal pemilihan ketua. Tumpak terpilih sebagai Ketua KPK sementara. Ia dianggap memahami seluk-beluk permasalahan lembaga antikorupsi ini karena pernah menjadi pimpinan periode pertama. ”Ia tegas, sikapnya tidak abu-abu,” kata Ota.

Rapat itu juga membahas pembagian tugas. Tumpak dan Ota bertugas menangani bagian penindakan. Sedangkan Jasin dan Waluyo menangani bidang pencegahan, informasi, dan data. Bidang pengawasan dan pengaduan masyarakat dipegang oleh Haryono Umar. Rapat itu juga membahas persoalan yang membelit Chandra dan Bibit. Pimpinan KPK sepakat menyiapkan pengacara dan infrastruktur untuk membela keduanya. ”Ini juga menjadi fokus pimpinan,” kata Ota.

Kepada Tempo, Tumpak mengatakan bahwa pimpinan juga telah menginventarisasi perkembangan kasus yang tengah ditangani KPK selama ini, termasuk kasus Century dan kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia. Kasus ini sudah dibeberkan Direktur Penyelidikan di depan Tumpak. ”Kasus Century masih pengumpulan data, sedangkan kasus Deputi Gubernur BI akan jalan terus,” tutur Tumpak.

Menurut Tumpak, dari pemaparan itu, ada sejumlah kasus yang mandek karena kegamangan dalam pengambilan keputusan. ”Karena pimpinannya tinggal dua,” ujarnya. Tumpak meminta pejabat struktural KPK tidak takut dikriminalisasi. ”Kami yakinkan mereka, pimpinan yang bertanggung jawab soal penanganan kasus,” katanya.

Pimpinan baru KPK ini juga bergerak cepat melakukan koordinasi. Kamis pekan lalu, mereka mendatangi Kejaksaan Agung. Rabu pekan ini mereka berencana bertemu dengan Kepala Kepolisian RI. ”Karena tidak mungkin memberantas korupsi tanpa dua lembaga ini,” kata Tumpak.

Kendati berisi orang-orang yang dinilai memiliki integritas memberantas korupsi, kehadiran Tumpak dkk ini ditolak sejumlah aktivis antikorupsi. Direktur Pusat Kajian Antikorupsi UGM, Zainal Arifin, misalnya, menyatakan publik tetap meragukan independensi tiga orang itu. ”Karena ditunjuk Presiden,” kata Zainal. Satu-satunya cara menghilangkan keraguan publik, ujar Zainal, tiga orang tersebut harus mampu bekerja cepat dan mengungkap kasus besar yang ditunggu publik. ”Kalau dipilih instan, harus kerja instan juga,” katanya.

Sikap skeptis juga diungkapkan Indonesia Corruption Watch (ICW). Menurut Wakil Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo, dengan masuknya tiga orang itu, KPK kini justru menjadi ”boneka” Presiden. ”Kecuali mereka mengusut kasus Bank Century dan aliran dana pemilihan Deputi Gubernur BI,” katanya.

Dengan sejumlah lembaga lainnya seperti Transparency International Indonesia, Kontras, dan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, ICW menolak perpu yang berbuntut pengangkatan ketiga orang tersebut. Mereka sempat meminta Mahkamah Konstitusi menguji perpu ini. Namun Mahkamah Konstitusi menolak dengan alasan perpu tidak masuk ranah judicial review, tetapi political review. Kini ICW dan sejumlah lembaga lainnya akan mendesak DPR menolak perpu itu menjadi undang-undang. ”Kalau lolos di DPR, kami akan melakukan uji materi lagi ke Mahkamah Konstitusi,” kata Adnan.

ICW juga mengkritik masuknya Mas Achmad Santosa. Menurut Adnan, akan ada conflict of interest yang dihadapi Ota karena istrinya, Leliana Santosa, seorang pengacara. ”Leliana satu kantor dengan Todung Mulya Lubis, salah satu anggota Tim Lima,” kata Adnan.

Tumpak menepis tudingan yang menyebut KPK bakal menjadi ”boneka” pemerintah. Menurut dia, siapa pun, termasuk Presiden, tak bisa mencampuri urusan KPK. ”Saya jamin itu,” katanya. Hal yang sama pun dikatakan Ota. Ia menegaskan, pelaksana tugas pimpinan KPK tidak mau mengorbankan diri menjadi orang yang tidak independen. ”Kami ingin punya nilai tambah, bukan sekadar pelengkap,” katanya.

Soal status istrinya sebagai pengacara, Ota menjamin dirinya akan profesional. Kepada pimpinan KPK lainnya, Ota juga sudah menjelaskan posisinya itu. ”Itu cerita sampah, saya akan menjawabnya dengan kerja,” kata mantan koordinator tim pembaruan Kejaksaan Agung ini.

Tantangan kini memang begitu besar ada di depan Tumpak, Ota, dan Waluyo. Karena itulah Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, Teten Masduki, meminta masyarakat tidak cepat ”mencaci maki” pimpinan baru KPK ini. ”Kita beri waktu mereka untuk memulihkan citra KPK,” kata Teten. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalata juga meminta masyarakat jangan langsung menghakimi para ”trio Plt” tersebut. ”Jangan curiga melulu, nanti kecele,” kata Andi yang juga anggota Tim Lima itu.

Anton Aprianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus