Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

<font size=1>Pemalsuan</font><br />Robby Terjerat Akta

Pengusaha Robby Sumampouw ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan akta yayasan. Kendati ia membantah, polisi menyatakan punya bukti kuat.

7 November 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA pekan sudah berkas itu dikembalikan ke Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Surakarta. Berkas penyidikan atas nama tersangka Robby Sumampouw itu belum banyak mengalami perubahan. Di berkas itu pengusaha 66 tahun ini disebut sebagai tersangka kasus pemalsuan surat. Alat buktinya: sebundel akta notaris dan pengakuan saksi pelapor.

Kejaksaan Negeri Surakarta, yang memulangkan berkas itu pertengahan Oktober lalu, meminta polisi melengkapinya. Alat bukti berupa akta notaris masih dianggap belum cukup karena keabsahannya masih dalam proses persidangan. Keterangan saksi pun masih minim. ”Kami kini sedang melengkapi berkas tersebut,” kata Kepala Kepolisian Resor Kota Surakarta Komisaris Besar Nana Sudjana, Kamis pekan lalu, kepada Tempo.

Lama tak terdengar, nama Robby tiba-tiba menjadi buah bibir kalangan pengusaha Surakarta. Ini lantaran ia berurusan dengan polisi. Juli lalu, seorang notaris di Kota Bengawan, Ninoek Purnomo, menuduh pemilik Pub dan Restoran Hailai Internasional itu—pub terkenal di daerah Ancol, Jakarta—memalsukan akta notaris mengenai kepengurusan Yayasan Bakti Sosial Surakarta. Di yayasan ini, Robby sendiri menjadi ketua dewan pembina sejak 2008.

Kasus ini, menurut sumber Tempo, berawal pada Februari 2008 saat Priyo, salah satu anggota Dewan Pembina Yayasan Bakti Sosial, meninggal. Awal April 2008, Robby menyuruh salah seorang karyawannya, Eko Satriyono, menghubungi kantor Ninoek Purnomo. Dia meminta nama Harno Saputro dimasukkan ke akta Yayasan sebagai anggota dewan pembina menggantikan Priyo. Atas perintah tersebut, Ninoek membuat akta kepengurusan baru bernomor 58 tahun 2008 dengan tanggal 15 April 2008.

Belakangan, Ninoek melaporkan Robby ke polisi. Masuknya nama Harno itu ternyata tanpa setahu pengurus Yayasan yang lain. ”Dia merasa disuruh membuat dokumen palsu,” kata sumber Tempo.

Yayasan Bakti Sosial bukan sembarang yayasan. Yayasan ini membawahkan pemakaman umum Tionghoa seluas puluhan hektare di kawasan Delingan, Karanganyar, Jawa Tengah, dan memiliki aset bernilai miliaran rupiah yang antara lain berwujud properti. Yayasan Bakti Sosial juga dikenal sebagai yayasan yang ringan tangan mengulurkan bantuan, termasuk untuk korban bencana alam.

Polisi merespons laporan pengaduan Ninoek. Enam saksi diperiksa dalam kasus ini, termasuk Robby. Namun, dua kali dipanggil, pengusaha yang kini lebih banyak bermukim di Solo itu hanya sekali hadir. Itu pun dia menolak memberikan keterangan.

Menurut Heru S. Notonegoro, pengacara Robby, kliennya menolak diperiksa karena keabsahan akta Yayasan yang digunakan Ninoek sebagai alat bukti masih dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Surakarta. Robby menggugat keabsahan akta tersebut karena di setiap halaman berkas tidak ada paraf dari dia selaku ketua dewan pembina. ”Selama belum ada putusan, klien saya tidak akan memberikan keterangan,” kata Heru.

Toh, polisi punya pendapat lain. Meski Robby tak hadir dan tak memberikan keterangan, polisi menetapkannya sebagai tersangka. Dia dituduh melanggar Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pemalsuan. ”Karena dia telah menyuruh seseorang memasukkan keterangan palsu,” ujar seorang polisi. Untuk pelanggaran pasal ini, ancamannya hukuman tujuh tahun penjara. ”Soal tersangka tidak memberikan keterangan, itu hak dia. Kami punya bukti-bukti yang menguatkan soal itu,” kata Nana Sudjana.

Ditemui di Kecamatan Kemalang, Klaten, Jawa Tengah, Kamis pekan lalu, Robby mengaku heran terhadap sikap Ninoek yang melaporkannya. ”Akta tersebut kan dia sendiri yang buat. Kenapa justru melaporkan saya?” katanya kepada Ahmad Rafiq dari Tempo.

Robby membantah keras pernyataan bahwa dia pernah meminta Ninoek membuat akta kepengurusan baru. ”Saya tidak pernah sekali pun memerintahkan Ninoek,” ujarnya. Dia justru menyebut Ninoek, sebagai seorang notaris, telah melanggar kode etik notaris. ”Masak, membuat akta baru hanya berdasarkan telepon dari salah seorang karyawan Yayasan?” ujar Robby.

Robby menyatakan telah melaporkan balik Ninoek ke polisi dan Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia Surakarta. Robby menduga, dalam perkara ini, Ninoek hanyalah wayang. ”Ada dalang di balik kasus ini,” katanya. Siapa dia, Robby tutup mulut. ”Nanti akan terungkap sendiri dalam pemeriksaan laporan saya.”

Ninoek sendiri kini seperti menghindar dari wartawan. Dua pekan Tempo mencarinya di kantornya, di Jalan Gajah Mada, Surakarta, tapi perempuan itu tak pernah ada di tempat. Berkali-kali telepon selulernya dikontak, tapi yang muncul hanya nada tunggu. Pekan lalu, saat Tempo mendatangi kantornya, lagi-lagi seorang anggota stafnya menyatakan notaris itu tak ada di tempat. ”Ibu sedang ada kegiatan di luar,” ujarnya.

Perkara ini tampaknya memang bakal panjang. Polisi mengatakan akan segera melengkapi permintaan kejaksaan dan mengirimkan berkas itu ke kejaksaan. Menurut sumber Tempo, kasus ini memang tak jauh-jauh dari soal penguasaan aset Yayasan Bakti Sosial itu.

Erwin Dariyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus