Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font size=2 color=#FF3300>Kasus Munir</font><br />Novum Tak Kunjung Kuat

Kejaksaan didesak segera meminta peninjauan kembali perkara Muchdi dalam kasus Munir. Laporan Komite Aksi Solidaritas untuk Munir menjadi masukan.

21 Februari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teh hangat disajikan Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Bambang Hendarso Danuri kepada para tamunya. Siang itu, medio 2008, Bambang menerima enam penggiat Komite Aksi Solidaritas untuk Munir ­(KASUM). Istri Munir, Suciwati, ikut hadir. Ini kesekian kalinya KASUM bertandang ke kantor Bambang.

Sudah menjadi kebiasaan, jika Bambang membuka pintu untuk KASUM, berarti ada informasi teranyar soal penanganan perkara Munir. Beberapa hari sebelumnya, tim penyidik Polri memang baru kembali dari Seattle, Amerika Serikat. Keberangkatan mereka ke negeri itu juga berkaitan dengan penyelidikan kasus Munir. Inilah yang hendak disampaikan Bambang ke KASUM. ”Ada progres yang bagus,” kata Bambang, seperti ditirukan Choirul Anam, Sekretaris Eksekutif KASUM yang juga ikut hadir dalam pertemuan itu, kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Anam ingat betul yang dimaksud Bambang. Menurut Anam, dalam pertemuan sekitar lima belas menit itu, Bambang mengatakan teknologi di Amerika itu berhasil mengurai suara dari nomor pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto, dengan nomor Muchdi Purwoprandjono. Saat kontak terjadi, Muchdi menjabat Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN). Kepada KASUM, Bambang menirukan penggalan-penggalan suara itu: ”siap”, ”laksanakan”, dan ”sudah selesai”.

Informasi ini bagi KASUM jelas sangat penting. Kala itu pengusutan kasus pembunuhan Munir, aktivis hak asasi manusia yang diracun dalam pesawat GA-974 saat perjalanan ke Amsterdam pada 7 September 2004, bak jalan di tempat. Baru Polly dan sejumlah koleganya di Garuda yang diadili. Dalam putusan peninjauan kembali pada akhir Januari 2008, Polly divonis 20 tahun karena terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir.

Tim Pencari Fakta yang dipimpin Brigadir Jenderal Marsudhi Hanafi menyimpulkan tewasnya Munir sebagai buah konspirasi. Tim Pencari Fakta merupakan tim independen yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan tugas ”membongkar kasus Munir”. Setelah melakukan investigasi di Garuda, tim mengendus keterlibatan aparat BIN. Polly tidak dipandang lagi sebagai pelaku utama, tapi ia sekadar ”boneka”.

Temuan tim mulai mengarah ke Muchdi setelah ditemukan hubungan telepon antara nomor telepon seluler Muchdi dengan nomor Polly sebanyak 35 kali. Hubungan tersebut tercatat sebelum dan sesudah tanggal terbunuhnya Munir. Adanya hubungan telepon ini juga disebutkan dalam putusan hukuman terhadap Polly. Belakangan, call detail record (CDR) yang dikeluarkan operator, PT Telkomsel, menyatakan ada sekitar 41 kali hubungan telepon itu. Pada Mei 2005 Muchdi mulai diperiksa penyidik. Tapi sebatas sebagai saksi untuk Polly.

Setelah memeriksa sejumlah agen BIN, termasuk Budi Santoso, penyidik menemukan titik terang keterlibatan Muchdi. Putusan PK Polly menjadi bukti pendukung. Pada Juni 2008, hampir tiga tahun setelah tewasnya Munir, bekas Komandan Jenderal Kopassus itu ditetapkan menjadi tersangka dan langsung ditahan. Salah satu tuduhannya: ia diduga uitlokker atau penganjur pembunuhan Munir.

Penetapan itu hanya selang beberapa hari setelah KASUM mendapat bocoran dari Bambang tentang ”oleh-oleh” dari Seattle itu. KASUM hakulyakin bukti suara itu menguatkan peran Muchdi. Saat berkas dilimpahkan ke jaksa, ­KASUM juga mendatangi Kejaksaan Agung untuk memastikan bukti tersebut sudah masuk berkas. Kepada KASUM, seorang petinggi Kejaksaan menyatakan memang ada suara yang bisa dilacak dari informasi CDR itu. ”Tapi hanya suara, ’Siap, Pak; siap, Pak… siap.’ Nanti kita uji di pengadilan.” Pernyataan jaksa itu direkam KASUM.

Tapi di persidangan bukti ini ternyata tak dimasukkan jaksa. Pihak Muchdi pun leluasa menangkal tudingan hubungan percakapannya dengan Polly. Alibinya paspor tugas Muchdi ke Malaysia sehari sebelum Munir terbunuh. Adapun CDR mencatat nomor telepon Muchdi posisinya di Jakarta dan Surabaya. Dalih Muchdi bahwa nomor itu dipakai sejumlah koleganya di BIN tak bisa disangkal jaksa. Alhasil, di persidangan, jaksa tak mampu menunjukkan bukti percakapan antara Muchdi dan Polly.

CDR juga menunjukkan nomor Muchdi pernah dipakai dengan ponsel yang berbeda. Dalih kloning atau penggandaan nomor pun dimunculkan. Dua pakar teknologi informasi, Rubi Alamsyah dan Rahmat Budianto, menguatkan kemungkinan itu. Kendati CDR tak bisa direkayasa, soal kloning ini meruntuhkan anggapan Muchdilah satu-satunya yang memakai nomor itu. Muchdi makin di atas angin, setelah saksi kunci agen BIN, Budi Santoso, absen di sidang. Melalui surat, Budi bahkan mencabut kesaksiannya ke penyidik.

Karena bukti hubungan Muchdi dan Polly minim, apalagi perintah membunuh, ditambah rontoknya saksi BIN, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membebaskan Muchdi. Vonis bebas ini dikuatkan Mahkamah Agung di tingkat kasasi. Tapi, bagi KASUM dan Suciwati, masih ada jalan untuk menyeret Muchdi ke pengadilan. ”Bukti suara yang pernah dikatakan Bambang bisa menjadi novum atau bukti baru untuk mengajukan PK,” kata Choirul Anam.

l l l

Bukti baru seperti itulah yang didesakkan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ­(Kontras) untuk dipakai Kejaksaan saat bertemu dengan Jaksa Agung Basrief Arief, Jumat dua pekan lalu, di Kejaksaan Agung. Sejak kasasi Kejaksaan ditolak Mahkamah Agung tahun silam, hingga kini Kejaksaan memang belum mengajukan PK atas putusan bebasnya Muchdi. Menurut Wakil Jaksa Agung Darmono, Kejaksaan kini tengah berkonsentrasi mendalami semua berkas putusan perkara Munir dan informasi yang berkembang perihal kasus ini. ”Untuk PK harus ditemukan alat bukti baru yang belum pernah diajukan ke persidangan,” kata Darmono.

Sepanjang bulan ini, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan memang bolak-balik menyetor berkas semua perkara Munir ke Kejaksaan Agung. Berkas-berkas itu, antara lain, berupa salinan putusan dan risalah sidang. ”Baru ini yang diteliti,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Yusuf.

Di Kejaksaan Agung, berkas dari Kejaksaan Negeri diteliti dan dibahas dengan laporan yang diberikan KASUM dan Kontras. KASUM meminta Kejaksaan tidak ragu mendalami bukti yang diungkapkan Bambang, termasuk perihal paspor Muchdi. ”Jika dalihnya tugas negara, seharusnya warnanya biru, bukan hijau,” katanya.

Sumber Tempo di Kejaksaan mengatakan ada sejumlah hal yang memang bisa jadi novum untuk perkara ini. Ia menyebutkan soal bukti suara, tapi dengan catatan ada tambah­an bukti pendukung bahwa suara itu adalah suara Muchdi dan Polly. Adapun tentang paspor, ”Tengah kami selidiki keasliannya,” katanya. Ada pula yang tak kalah penting: kehadiran Budi Santoso yang mau bersaksi seperti di berita acara pemeriksaan semula. Kejaksaan sendiri, kata dia, tak mengetahui di mana keberadaan Budi. ”Ini sudah wilayah penyidik, bukan wewenang kami,” kata jaksa itu.

Bambang Hendarso sendiri tidak bisa diminta konfirmasi perihal adanya percakapan Muchdi yang ”ditemukan” di Seattle itu. Dihubungi di nomor pribadinya beberapa kali, pensiunan Kepala Polri yang kini menjadi Komisaris Utama PT Kereta Api itu tidak mengangkat teleponnya. Jumat pekan lalu, beberapa saat setelah Tempo mengirim pesan pendek, ponselnya tak bisa lagi dihubungi, tidak aktif. Saat didatangi di rumahnya di Pondok Indah, Jakarta Selatan, seorang penjaga mengatakan Bambang tidak bisa diganggu. “Sedang istirahat,” katanya.

Adapun Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Ito Sumardi mengaku belum tahu soal novum yang disodorkan KASUM. Kendati berjanji akan mendalami informasi itu, Ito terkesan meragukan adanya bukti percakapan Muchdi-Polly. ”Saya pikir itu wacana saja,” kata Ito. Menurut dia, kepolisian sudah maksimal menangani perkara Munir.

Tiga anggota KASUM lain yang ditemui Tempo tetap memastikan Bambang pernah dua kali menyatakan perihal bukti suara itu. Suciwati juga membenarkan soal itu. KASUM sendiri menyatakan merekam pernyataan Bambang. Rekaman sudah diserahkan ke Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum untuk dijadikan bukti tambahan laporan dugaan mafia hukum dalam perkara Muchdi. ”Kami sedang mengkaji laporan itu,” ujar anggota Satgas, Mas Achmad Santosa.

Kuasa hukum Muchdi, Mahendradatta, meminta Kejaksaan tak sembarangan melakukan PK. Menurut dia, novum yang diusulkan KASUM itu bukti lama yang ”diperbarui”. ”Kalau bukti itu asal saja, siapa pun saya sikat,” kata Mahendradatta.

Anton Aprianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus