Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga pensiunan jenderal itu masing-masing menempati kamar seluas 4 x 5 meter persegi. Dilengkapi kamar mandi di dalam, kamar berdinding beton itu memiliki pintu dan jendela berjeruji. Di dekat pintu terdapat ”jendela” mungil yang bisa dibuka dari luar. ”Itu untuk memasukkan makanan,” ujar seorang penjaga Rumah Tahanan Militer Cimanggis, Depok. Ia meminta namanya tidak disebutkan.
Di sinilah sejak Ahad, 30 Januari lalu, Mayor Jenderal (Purnawirawan) Darsup Yusuf, Laksamana Pertama (Purn) R. Sulistyadi, dan Marsekal (Purn) Suyitno mendekam. Ketiganya mantan anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi TNI/Polri. Mereka ditahan karena tersangkut cek pelawat yang kasusnya juga tengah disidik Komisi Pemberantasan Korupsi. ”Ketiganya sudah berstatus tersangka,” kata Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul.
Menurut sumber Tempo, ketiganya masuk Cimanggis dengan kawalan sejumlah polisi militer sekitar pukul 10.00. Begitu masuk, ketiganya dilarang bertemu dengan siapa pun kecuali keluarga mereka. ”Karena mereka masih dalam penanganan khusus,” kata sumber Tempo di rumah tahanan tersebut. Seperti tahanan lain, ketiga orang yang menempati sel khusus untuk tahanan perwira itu setiap pagi, sejak pukul 07.00 hingga 09.00, diizinkan keluar untuk berolahraga atau sekadar jalan-jalan di lapangan rumput dekat sel mereka. Setiap hari ketiganya juga mendapat jatah koran.
Heboh kasus cek pelawat ini bermula dari nyanyian bekas anggota Komisi Keuangan Fraksi PDI Perjuangan, Agus Condro Prayitno. Kepada penyidik KPK, Agus mengaku menerima cek pelawat senilai Rp 500 juta. Duit ini diberikan atas jasanya ikut memilih Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. ”Semua anggota Komisi diduga ikut menerima cek itu,” kata Agus.
KPK kemudian bergerak. Empat orang ditangkap dan kini sudah divonis. Mereka adalah Hamka Yandhu, Endin A.J. Soefihara, Dudhie Makmun Murod, dan Inspektur Jenderal (Purn) Udju Djuhaeri. Nama yang terakhir ini juga tergabung dalam fraksi TNI/Polri.
Dari empat perwira tinggi, hanya Udju yang diproses di KPK. Ini lantaran Udju polisi, bukan anggota TNI. Untuk tiga anggota Fraksi TNI/Polri lainnya, KPK menyerahkannya ke Markas Besar TNI. Sebelumnya, saat bersaksi di pengadilan, ketiga jenderal tersebut mengaku masing-masing menerima cek pelawat. Kendati sudah diserahkan ke Markas Besar, pemeriksaannya terkesan jalan di tempat. Ini yang membuat KPK meminta TNI segera memproses perkara tiga jenderal tersebut. ”Kami sudah dua kali menyurati Panglima TNI agar memeriksa ketiga purnawirawan itu,” kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P.
Jumat, 28 Januari lalu, KPK membuat kejutan. Komisi ini menahan 19 anggota Dewan yang diduga menerima cek pelawat, termasuk Panda Nababan dan Paskah Suzetta. Tiga hari kemudian, jumlah yang ditahan bertambah menjadi 24 orang. Kepada Tempo, Selasa tiga pekan lalu, Iskandar Sitompul menyatakan ketiganya belum ditahan (Tempo, 7-13 Februari 2011). Belakangan, Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI Mayor Jenderal Supriyatna menegaskan ketiganya sudah ditahan sejak 30 Januari lalu.
Menurut Kepala Dinas Penerangan Umum Markas Besar TNI Kolonel Minulyo, perkara tiga orang tersebut ditangani polisi militer dari Markas Besar TNI. Ketiganya akan dijerat dengan undang-undang antikorupsi. Hasil penyidikan terhadap mereka hanya akan diungkap di pengadilan militer. ”Kami yang di sini sampai sekarang juga tidak tahu perkembangan penyidikan mereka,” katanya kepada Tempo.
Seorang perwira di Babinkum berbisik, ketiga purnawirawan tersebut sebenarnya sudah menjadi tersangka bersamaan dengan saat KPK mengumumkan puluhan anggota Dewan menjadi tersangka, awal September lalu. Markas Besar TNI juga memakai semua berkas pemeriksaan KPK untuk memproses ketiga perwira tersebut. Soal berkas KPK yang menjadi pegangan Markas Besar ini dibenarkan Minulyo. ”Acuan pemeriksaan ketiganya dari surat yang dikirimkan KPK ke Panglima TNI,” kata Minulyo.
Mustafa Silalahi, Cornila Desyana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo