Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebuah kendaraan Daihatsu Terios berderit mengerem mendadak saat sebuah Toyota Kijang tiba-tiba memepet dan melintangi laju kendaraan itu. Insiden Jumat malam dua pekan lalu di Jalan Graha Raya, Pondok Aren, Bintaro, Tangerang, Banten, itu menyebabkan Terios bernomor B-1836-VFD itu menghantam Toyota Kijang yang menghadangnya, meski sempat mengerem.
Dari dalam Terios terdengar teriakan: ”Saya ini jaksa.” Namun nyali lelaki yang berteriak itu meredup, saat penumpang Toyota Kijang hitam itu berhambur keluar sambil menunjukkan kartu identitas Komisi Pemberantasan Korupsi. Penumpang yang diketahui bernama Dwi Seno Widjanarko, jaksa di Kejaksaan Negeri Tangerang, itu akhirnya menyadari dirinya tengah disergap penyidik KPK.
Selain diminta turun, petugas menggeledah seisi mobil. Di mobil itu ditemukan sebuah tas jinjing merah muda, di dalamnya berisi uang berpita Bank Indonesia yang dibungkus sampul cokelat, dan dimasukkan ke kantong plastik. Penyergapan ini sebenarnya tak serta-merta. Sejak sore hari delapan petugas dari KPK telah menguntit gerak-gerik lelaki yang akrab di panggil Seno itu.
Bahkan penyidik KPK telah membuntutinya dari empat lokasi yang direncanakan untuk bertransaksi. Sumber Tempo menyebutkan semula transaksi akan dilakukan di sebuah restoran di pusat belanja Giant Bintaro. Meski sempat parkir di depan restoran, mereka urung dan pindah lokasi ke sebuah rumah, masih di sekitar Bintaro. ”Di lokasi ini transaksi juga batal,” kata sumber itu.
Seperti mencium gelagat dikuntit, transaksi berikutnya, yang semula akan dilakukan di pinggir Jalan Raya Serpong, juga dibatalkan. Transaksi baru berlangsung di depan kawasan pertokoan Pasar Segar, Jalan Graha Raya, Bintaro. Di lokasi ini, Seno hanya membukakan pintu bagasi, sedangkan seorang lelaki menaruh bungkusan ke dalam mobilnya. Keduanya lalu kembali ke kendaraan masing-masing.
Tanpa menyadari aksinya diamati sejumlah mata, mereka bergegas meninggalkan lokasi. Saat itu dua mobil KPK mengejar kendaraan Terios yang ditumpangi Seno dan sopirnya, Slamet Supriyadi. Para pemburu sempat meminta pengemudi Terios menepi. Namun mobil itu seperti hendak memperkencang larinya. Tak ada pilihan lain selain menghadangnya.
Sumber Tempo menyebutkan perburuan terhadap Seno dimulai tiga hari sebelumnya. Komisi memperoleh informasi ada jaksa yang berusaha memeras seseorang. Sejak itu Komisi mulai melakukan penyadapan. Sampai diperoleh kepastian hari itu ada rencana transaksi penyerahan duit, hingga dilakukan penyergapan.
Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., memastikan bahwa Seno dikenai pasal pemerasan. Ia diduga memeras Ferry Priatman Hakim, Kepala Unit BRI Juanda, Ciputat, Tangerang, terkait dengan kasus penipuan dan pemalsuan jaminan kredit dengan tersangka Agus Suharto Supono. Kasus Agus sendiri berkasnya telah dilimpahkan ke pengadilan. Ferry-lah yang malam itu menyerahkan bungkusan berisi uang kepada Seno.
Menurut Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang Chaerul Amir, Seno secara fungsional jaksa intelijen. Namun ia juga diperbantukan untuk menangani perkara pidana umum dan pidana khusus. Ia baru dua tahun berdinas di Kejaksaan Negeri Tangerang. Sebelumnya warga Jalan Raden Patah, Kelurahan Parung Serap, Ciledug, Kota Tangerang, Banten, ini bertugas sebagai jaksa intelijen di Kejaksaan Martapura, Kalimantan Selatan.
”Saya menyesalkan kejadian ini, ia telah mencoreng kariernya sendiri,” kata Chaerul. Padahal, menurut Chaerul, satuan tempatnya bertugas beroleh ranking satu bidang intelijen seluruh kejaksaan negeri di Provinsi Banten.
Soal pemerasan ini, Seno berkelit. Melalui pengacaranya, Saiful Hidayat, ia menyebut uang itu untuk donasi yatim piatu dan sumbangan masjid tempat Seno menjadi panitia. ”Tidak ada hubungan dengan perkara,” kata Saiful. Meski diakui Saiful, Ferry sekantor dengan Agus Suharto, tersangka dalam perkara penggelapan dan pemalsuan jaminan. Pemberian uang itu, kata Saiful, telah disepakati kliennya dengan Ferry.
Menurut Saiful, Seno baru sepekan mengenal Ferry. Ia dikenalkan Daniel, anggota Kepolisian Resor Jakarta Selatan. Mereka bersepakat bertemu, Ferry akan menyerahkan uang. Begitu uang diterima, kata Saiful, Seno meletakkannya di dalam mobilnya masih dalam kantong plastik. ”Jadi dia tidak tahu isi uangnya,” ujarnya.
Seno boleh berkilah dan berdalih. Namun, menurut sumber penyidik di KPK, pihaknya memiliki bukti kuat sepak terjang Seno. Dari hasil penyadapan, penyidik mengetahui Seno aktif meminta uang kepada Ferry. Bahkan permintaan semula bukan Rp 50 juta, seperti disepakati belakangan.
Seno sempat meminta Ferry menyediakan Rp 200 juta. Masih menurut sumber itu, Seno menakut-nakuti Ferry jadi tersangka dalam kasus penggelapan dan pemalsuan jaminan kredit ke BRI. Berkali-kali Ferry mengaku tak bisa menyediakan uang karena tak memilikinya. Akhirnya Seno mematok Rp 50 juta. Belakangan Ferry mengaku uang yang diberikan kepada Seno kurang dari jumlah itu.
Dari tawar-menawar itu juga terekam Seno sempat memperoleh Rp 50 juta dari seorang kerabat Agus Suharto. Uang itu diberikan agar Agus terbebas dari penahanan dan hanya dikenai status tahanan kota. ”Kalau kerabat Agus saja bisa kasih Rp 50 juta, masa kamu tidak,” tutur sumber menirukan ucapan Seno kepada Ferry. Soal uang dari keluarga Agus ini, Saiful mengaku belum tahu. ”Saya belum dengar soal itu,” katanya.
Berdasarkan pengecekan Tempo di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Tangerang, tempat biasa tahanan kejaksaan dititipkan, tidak ditemukan nama Agus Suharto di sana. ”Di buku registrasi tak ada nama itu,” ujar Kuntowiryanto, Kepala LP Pemuda Tangerang.
Ferry merasa ketakutan dengan ancaman tersebut. Bahkan, menurut sumber, Ferry sempat putus asa dan mengatakan nyaris bunuh diri jika tak ingat anak-istri. Ferry yang ketakutan lalu mengadukan masalahnya kepada seorang penyidik yang menangani perkara penggelapan itu. Dari penyidik inilah diduga kasus pemerasan itu sampai ke Komisi.
Hanya Ferry belum bisa dimintai konfirmasi tentang cerita ini. Disambangi di kantornya di kawasan Ciputat, Tangerang, petugas setempat, Samsudin, mengatakan Ferry tengah cuti. Demikian pula dihubungi lewat telepon selulernya, tak berjawab.
Tak cuma soal itu, terekam pula percakapan Seno dengan seorang wanita, yang diduga pacarnya, sehari sebelum penangkapan. Sang wanita merajuk minta dibelikan ponsel. Seno menjanjikan akan membelikan. ”Tunggu, ini mau mbuser dulu, lumayan Rp 50 juta,” bunyi percakapan itu.
Dengan tuduhan ini, Seno terancam dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yang ancaman hukumannya seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Seno tak hanya terancam sanksi pidana. Ia juga terancam sanksi dari instansinya.
Ini untuk kesekian kalinya jaksa tertangkap saat menerima suap. Sebelumnya, pada 2008, KPK membekuk jaksa Urip Tri Gunawan karena menerima US$ 660 juta dari pengusaha Artalyta Suryani, yang membuat heboh kejaksaan.
Soal sanksi ini, Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy menyatakan telah mengirimkan rekomendasi ke Jaksa Agung untuk memberhentikan sementara jaksa Seno. Juga akan diteliti kemungkinan keterlibatan atasan mereka. ”Siapa tahu pihak-pihak lain terlibat,” kata Marwan.
Ramidi, Ayu Cipta, Joniansyah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo