Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Ambon - Dua awak redaksi Majalah Lintas, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut Agama Islam Negeri atau IAIN Ambon menjalani pemeriksaan perihal penganiayaan yang dialami keduanya di Kantor Kepolisan Sektor (Polsek) Sirimau, Kamis, 17 Maret 2022. Korban pemukulan itu yakni, M Nurdin Kaisupy (Wartawan) dan Muh Pebrianto (Desain grafis).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aksi pemukulan bermula ketika seorang ketua jurusan di IAIN Ambon mendatangi sekretariat Lintas. Ia merasa keberatan namanya ditulis dalam artikel di Majalah Lintas. Sebelumnya, Majalah Lintas menurunkan liputan khusus kekerasan seksual, yang mencatat 32 orang mengaku mendapat pelecehan seksual di IAIN Ambon. Korban terdiri dari 25 perempuan dan 7 laki-laki. Kasus itu berlangsung sejak 2015-2021
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekitar lima menit setelah ketua jurusan tersebut meninggalkan kantor Lintas, datang tiga orang pria yang mengaku sebagai keluarga ketua jurusan tersebut. Ketiga pria, yang diduga mahasiswa IAIN Ambon ini pun menuduh berita kekerasan seksual tidak sesuai fakta.
"Majalah itu isinya paling banyak menuai kontroversi, ini bukan tidak menghargai, tetapi ini mengenai nama baik keluarga," kata M Nurdin Kaisupy, menirukan ucapan pelaku. Hingga berita ini diturunkan, Tempo masih berupaya mendapatkan keterangan dari ketua jurusan tersebut.
Dari hasil Visum di Rumah Sakit Bhayangkara Ambon ditemukan memar merah di dada sebelah kiri Nurdin. Sementara tidak ditemukan bekas pukulan pada Muh Pebrianto.
"Mereka datang melapor hari Rabu, pukul 00.3.0. Buktinya sudah diterima kami akan proses laporan ini sesuai hukum yang berlaku," kata Kapolsek Sirimau, Ajun Komisaris Mustafa Kamal.
Sekretaris LBH Ambon, Iqbal Taufik mengatakan, pihaknya bersama LBH Universitas Pattimura bakal mendapingi kasus hukum yang tengah dialami awak Lintas. Tak hanya kasus pemukulan, melainkan pembredelan Majalah Lintas oleh Rektor IAIN Ambon, Zainal Rahawarin.
Menurut Iqbal, penganiayaan dan pembredelan Lintas menambah preseden buruk kebebasan Pers di Maluku, apalagi pembredelan dan pemukulan berkaitan dengan kasus kekerasan seksual di kampus IAIN Ambon. "Kasus ini sudah merupakan tindak pidana dan melanggar Undang-Undang Pers No 40 tahun 1999," kata dia.
Sementara itu, merespon kasus tersebut sejumlah organisasi membentuk tim advokasi, di antaranya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ambon, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Maluku, LBH Pers Ambon, LBH Universitas Pattimura bersama Gerak Perempuan Maluku.
Menurut Aktivis Perempuan Maluku, Lusi Peilouw, tim ini dibentuk sebagai bentuk gerakan bersama untuk melakukan advokasi litigasi maupun non litigasi. Dibentuknya tim ini untuk mendorong sejumlah kasus, salah satunya kekerasan seksual agar dibuka kepada publik.
"Ada kasus yang mestinya jadi perhatian bersama selain kebebasan pers, kasus kekerasan seksual yang dialami mahasiswa di kampus itu juga jadi fokus kami," kata Lusi.
Wakil Rektor III. M Faqih Seqnun mengungkapkan alasan pihak kampus itu membekukan LPM Lintas IAIN Ambon. “Aktivitas mereka sudah dihentikan, kemarin terakhir dan hari ini sampai seterusnya tidak boleh beraktivitas. Kalau memang mereka lakukan itu secara individu, tidak atas nama lembaga lagi, jadi illegal,” katanya, dikutip dari Antaranews.com, Kamis 17 Maret 2021.
Menurutnya, pembekuan tersebut karena pengurus Lintas tidak dapat membuktikan kepada pihak terkait mengenai 32 kasus pelecehan di IAIN Ambon. “Kemarin kami sudah melakukan pertemuan dengan pengurus Lintas, dan dalam pertemuan tersebut kami minta bukti, namun mereka tidak dapat memberikan bukti. Karena itu kami kecewa dan merasa melecehkan dengan informasi seperti itu,” kata Faqih.
Baca: Anggota Pers Mahasiswa Lintas Dianiaya, Rektor IAIN Ambon Bredel Pers Kampus