Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

22 Tahun Tragedi Mei 1998, Korban Bungkam karena Negara Absen

Komnas Perempuan dan LPSK menyebut upaya menuntaskan tragedi Mei 1998 masih belum menemukan titik terang.

13 Mei 2020 | 20.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mahasiswa Universitas Trisakti menggelar Malam Berkabung di Monumen Tragedi 12 Mei, Grogol, Jakarta Barat, Jumat malam 27 September 2019. Mereka berkabung atas tiga korban tewas terkait demonstrasi menolak RUU bermasalah dan revisi UU KPK oleh DPR RI. TEMPO/HALIDA BUNGA FISANDRA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai, upaya penuntasan kasus Tragedi Mei 1998 masih belum menunjukkan titik terang selama 22 tahun ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Hingga kini, LPSK belum menerima permohonan perlindungan dari komunitas korban Mei 1998, termasuk dari perempuan korban kekerasan seksual," ujar Wakil Ketua LPSK, Livia Iskandar, Rabu, 13 Mei 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komnas Perempuan menilai, sikap komunitas korban belum berubah sejak hampir 1 dekade Komnas melakukan pemantauan tentang dampak Tragedi Mei 1998.

"Komnas Perempuan mencatat bahwa selain aspek budaya dan pilihan personal, sikap membungkam korban sangat dipengaruhi oleh dinamika politik yang tidak menunjukkan keberpihakan pada korban," ujar Komisioner Komnas Perempuan, Andy Yentriyani.

Hal ini, kata dia, antara lain dicerminkan oleh kebuntuan penyelidikan pelanggaran HAM masa lalu, isu bermuatan rasisme dalam kontestasi politik, dan impunitas yang berlanjut akibat penegakan hukum yang dirasakan masih tebang pilih, tumpul pada kelompok yang memiliki kuasa di dalam pemerintahan dan masyarakat.

Pelaksanaan rekomendasi-rekomendasi dari berbagai mekanisme independen terkait penuntasan kasus Mei 1998 dinilai masih terkendala baik di aspek substansi, struktur maupun kultur.

Akibatnya, kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh masih bersifat parsial dan adhoc, sehingga belum mampu memperbaiki kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan kriminal, terutama menyangkut tindak kekerasan terhadap perempuan.

"Kondisi ini juga merintangi perempuan korban kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan seksual, mengakses hak-haknya sebagai korban dan sekaligus pada hak konstitusionalnya, terutama hak atas rasa aman dan keadilan," ujar dia.

Untuk itu, percepatan dalam reformasi hukum, penguatan sistem perlindungan dan dukungan bagi korban dan saksi, peningkatan kualitas dan keberlanjutan layanan terpadu bagi perempuan korban, serta menghentikan budaya menyangkal dan menyalahkan perempuan korban kekerasan seksual dinilai menjadi kunci perbaikan yang harus segera diupayakan.

LPSK dan Komnas Perempuan merekomendasikan beberapa hal, di antaranya; Mendesak pemerintah dan DPR RI mempercepat reformasi hukum pidana, khususnya melalui pengesahan RUU terkait kekerasan seksual dan koherensinya dengan revisi UU KUHP dan KUHAP.

Rekomendasi lainnya, meminta pemerintahan mendorong penegakan hukum dan pendidikan politik secara terstruktur untuk mengurai akar masalah dan dampak Tragedi Mei 1998, serta hambatan lainnya guna membangun kepercayaan komunitas korban, khususnya perempuan korban kekerasan seksual, pada komitmen tanggung jawab konstitusional negara pada hak atas keadilan dan rasa aman.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus