Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Abang Dipecat, Lainnya Disimpan

Empat jaksa yang dianggap berperan mengeluarkan tuntutan ringan kasus narkoba mendapat sanksi berbeda. Ada yang dipecat, ada yang ”disimpan” di Kejaksaan Agung.

11 September 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRIA bertubuh subur itu bergegas menuju pintu pagar rumahnya. Kendati hari kerja, Kamis siang pekan lalu, ia berada di rumah­nya di Bekasi, Jawa Barat. Ha­nya mengenakan celana pendek biru, ia berdiri di balik pagar rumahnya yang berlapis fiberglas abu-abu. ”Sudahlah, A­bang tidak mau mengomentari. Ka­­sihan­ Abang dan keluarga Abang,” kata pria itu kepada Tempo.

Pria itu bernama Danu Ariyanto Sebayang. Berbeda saat di ruang sidang, suara Danu kali ini terdengar memelas. Danu adalah salah satu jaksa yang terlebih dahulu mendapat hukuman lantar­an kasus tuntutan hukuman ringan ter­hadap Hariono, yang juga menye­ret Ke­­pala Kejaksaan Tinggi Rusdi T­aher. Ma­­jelis Kehormatan Jaksa yang dike­tuai Muchtar Arifin menyatakan Danu me­langgar rencana tuntutan alias ren­tut­. Ia dinilai melanggar aturan internal kejak­saan.

Penjatuhan sanksi tidak hanya pada Danu. Tiga jaksa lainnya di lapangan yang menangani kasus ini juga mendapat sanksi. Mereka Ferry Panjaitan, Jeffry Huwae, dan A. Mangontan. Hanya, hukuman ”empat sekawan” jaksa narkoba ini berbeda-beda.

Ferry, misalnya, diberhentikan dari jabatannya sebagai Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Ciamis, Jawa Barat, tapi pemberhentian itu dengan ”hormat”. Menurut sumber Tempo, F­erry masih menerima hak-hak tertentu atas pemberhentiannya sebagai jaksa. Sedangkan Jeffry dan Mangontan ”hanya” dibebastugaskan dari jabatan fungsionalnya.

Putusan paling berat diberikan kepada Danu. Selain kariernya di bidang jaksa sekaligus pegawai negeri kini tamat, ia juga tak menerima sejumlah hak yang mestinya didapat jika seorang jaksa diberhentikan. Soalnya, status pemberhentiannya ”dengan tidak hormat”. Jabatan terakhir Danu adalah pengkaji di Kejaksaan Tinggi Jakarta dengan pangkat jaksa muda golongan III-D.

Nasib Jeffry dan Mangontan tidak seburuk Danu dan Ferry. Hanya jabatan fungsionalnya yang ditarik sementara. Sedangkan jabatan strukturalnya sebagai pegawai negeri sipil dengan golongan III-C masih berlaku. Menurut aturan, jika berkelakuan baik, jabatan fungsionalnya bisa diberikan kembali. Cuma, meski hukuman sudah resmi diumumkan sekitar sebulan silam, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh belum mengeluarkan surat keputusan resmi soal pemecatan itu. ”Saya belum menerima SK-nya,” kata Danu.

Demikian pula terhadap ketiga jaksa lainnya. Mereka kini, entah kenapa, justru ditarik ke pusat, ke Kejaksaan Agung. Ferry dan Mangontan ”dititipkan” di Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, sedangkan Jeffry di Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum. ”Mereka datang tapi cuma ngobrol-ngobrol. Di sini mereka tidak punya meja dan kursi,” kata seorang jaksa di Bagian Jaksa Agung Muda Pengawasan.

Bagi Danu sanksi pemecatan ini dipandangnya sangat berat. Menurut sum­ber Tempo, begitu kasus ini mencuat, Danu berupaya mendekati beberapa petinggi di kejaksaan. Tujuannya agar sanksi yang diterimanya tidak terlampau berat. Namun gagal. Rupanya Majelis Kehormatan menilai ulahnya sudah tak termaafkan.

Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengungkapkan, pihaknya masih te­rus menelusuri motif pelanggaran yang mencoreng wajah lembaganya, termasuk keterlibatan Danu yang dini­lai aneh. Sebab, kata Jaksa Agung, Danu sebenarnya bukan tim jaksa penuntut umum perkara Hariyono. ”Tapi ia mampu mengintervensi pengajuan tuntutan itu,” ujar Jaksa Agung.

Menurut sumber Tempo di kejaksaan, Danu memang berpengaruh di kalang­an jaksa, terutama jaksa yang bertugas di kejaksaan negeri Jakarta. Menurut sumber itu, Danulah yang terus mendesak tiga jaksa itu agar menuntut Hariyono tiga tahun penjara. Lewat telepon selulernya, ia mendesak Mangontan menuruti kemauannya. Bahkan hingga saat pembacaan tuntutan dimulai, Danu masih menghubungi Mangontan. ”Mangontan mungkin tak bisa menolak karena memiliki utang budi terhadap Danu,” kata sang sumber.

Namun Danu emoh berbicara tentang tuntutan narkoba yang membuat ka­riernya habis. Harinya-harinya kini le­bih banyak diisi dengan mengurus seekor anjing herder miliknya. ”Anjing itu baru saya beli,” ujarnya di balik pagar sembari melirik ke arah se­ekor anjing gagah berbulu lebat di dekat­nya. Anjing itu hanya merunduk. Mung­kin tahu tuannya sedang gundah.

Maria Hasugian/Ramidi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus