Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKSA Agung Abdul Rahman Saleh mengambil tindakan tegas terhadap Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta Rusdi Taher. Rusdi dicopot dari jabatannya karena melakukan perbuatan tercela. Pencopotan seorang jaksa selevel Rusdi baru pertama kalinya terjadi.
Rusdi, setelah diperiksa oleh Jaksa Pengawas, dinyatakan lalai melakukan pengawasan dan pengendalian perkara penting. Ini terkait kasus Hariono, terpidana kasus narkotik dengan bukti 20 kilogram sabu-sabu, yang ”cuma” dihukum tiga tahun penjara oleh Pengadilan Jakarta Barat, Desember tahun lalu.
Sebelumnya, Jaksa Agung juga memecat jaksa Danu Sebayang dan Ferry Panjaitan, serta membebastugaskan dua orang jaksa dari jabatan penuntut. Mereka dipersalahkan karena terbukti ”bermain” dalam kasus Hariono.
Untuk mengetahui alasan pencopotan dan pemberian hukuman terhadap sejumlah jaksa ini, Maria Hasugian, Arif Kuswardono, dan Ramidi dari majalah Tempo serta Sukma N. Lopies dari Koran Tempo mewawancarai Jaksa Agung Abdul Rahman di kediamannya, kawasan Kuningan, Jakarta, Kamis pekan lalu. Berikut petikannya.
Apa dasar melakukan pemeriksaan terhadap para jaksa dan Jaksa Tinggi Rusdi Taher?
Awalnya, diperiksa dulu empat orang itu, Rusdi menjadi saksi bersama Dimas (Dimas Sukadis, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat) dan Nur Rochmad (Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jakarta). Hasil pemeriksaan empat jaksa tersebut saya nilai terkait dengan para bos ini—saya bilang, sekarang periksa mereka.
Saya minta pemeriksaan didalami karena, dari hasil pemeriksaan Majelis Kehormatan Jaksa, keterangan mereka waktu menjadi saksi dan waktu diperiksa sendiri-sendiri tidak sama. Dari situ memang terlihat ada beberapa yang tidak konsisten.
Di mana tak konsistennya?
Terkait urutan peristiwa, alasan kenapa dia berbuat ini dan itu.
Rusdi mengaku hanya meneken satu rencana tuntutan, yang 15 tahun saja. Lalu dari mana rencana tuntutan yang enam tahun itu datang?
Menurut temuan pemeriksa, dokumen itu dibuat Jaksa Tinggi belakangan setelah ada ribut-ribut. Untuk meredam, katanya, maka dibuat rentut (rencana tuntutan) yang lebih berat. Tanggal rentut juga ternyata sama.
Menurut Rusdi petunjuk penuntutan sudah ia berikan. Hanya pada pelaksanaan dia tidak bisa memantau karena berada di luar Jakarta.
Sekarang ini dia belum melakukan pembelaan. Prosedurnya dia harus memberikan keberatan secara tertulis dalam waktu 14 hari. Saya tunggu.
Dia malah lebih dulu menggelar jumpa pers. Sebelumnya, dia menelepon Jaksa Agung Muda Pidana Umum akan melakukan konferensi pers. Ketika ditanya kenapa melakukan konferensi pers, mengapa tidak mengirimkan keberatan langsung atau menemui Jaksa Agung? Kata dia, ”Oh tidak-tidak, saya sudah hancur.”
Apa pertimbangan melakukan pencopotan jabatan? Bukankah rencana tuntutan ganda sering terjadi?
Ini bukan murni kesalahan rencana penuntutan, tetapi banyak hal lain. Ini perkara penting yang harusnya dilaporkan perkembangannya sejak awal, tapi tidak dilakukan. Kemudian rentutnya simpang-siur, ada yang bilang 6 tahun, ada yang 15 tahun. Malah yang dibacakan 3 tahun. Ini berarti ada tiga item. Yang tiga ini, katanya, bikinan anak-anak sendiri. Yang bikinan Rusdi yang 6 dan 15.
Selain itu, barang buktinya juga dikembalikan ke terdakwa. Setelah ditelusuri, tidak jelas siapa penerimanya. Ini catatan tersendiri yang mudah-mudahan bisa ditindaklanjuti.
Empat jaksa terhukum mengaku sudah melakukan rencana penuntutan sesuai dengan prosedur. Apa benar?
Semua prosedur itu diacak-acak. Orang yang seharusnya tidak mengambil peran, justru berperan penting.
Apa terungkap para jaksa itu main mata dengan terdakwa?
Tidak terungkap ke arah itu. Mereka hanya menuruti Danu yang mengaku dekat dengan Jaksa Tinggi. Jadi, pekewuh.
Rusdi Taher kan dikenal berprestasi bagus dan berani. Apa Anda kecewa dengan kejadian ini?
Kita obyektif saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo