HOTEL mewah Batam View Resort di kawasan wisata Nongsa, Batam, terancam tutup. Menjelang Lebaran hotel yang diresmikan Presiden 10 tahun lalu itu disita Pengadilan Negeri Batam. Ini buntut pertikaian para pemegang saham PT Batamas Resorindo Graha (BRG) yang mendirikan hotel itu. BRG adalah usaha patungan Getraco dari Indonesia dan Tong Bros Alumunium Company dari Singapura. Dalam perselisihan itu Pengadilan Negeri Batam 6 Maret silam memenangkan PT Getraco. Tong Bros Alumunium Company dinyatakan tidak berhak lagi mengelola hotel tersebut. Kekalahan itu mengejutkan Tong Bros. ''Bagaimana mungkin kami bisa kalah, Tong Bros yang mengeluarkan uang untuk membangun hotel itu,'' ujar Hidayat Achyar, kuasa hukum Tong Bros Singapura. Tong pun menyatakan banding. Pembangunan Batam View Resort memerlukan dana US$ 8 juta. Getraco dan Tong, yang berpatungan, sepakat menyetor modal masing- masing 50% atau US$ 4 juta. Masalahnya, menurut cerita pihak Tong, Getraco tidak menyetor modalnya kendati proyek sudah berjalan. Terpaksa Tong, yang sudah menyetor bagiannya (US$ 4 juta), membiayai pembangunan hotel itu. Tong melalui BRG melaporkan kelakuan Getraco ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Badan Otorita Batam. Namun BRG mendapat surat balasan yang minta agar BRG meneruskan pembangunan hotel itu. Alasannya, hotel pertama di Batam itu akan diresmikan Presiden Soeharto dan Perdana Menteri (waktu itu) Singapura Lee Kuan Yew. Menurut Achyar, sesudah hotel itu diresmikan pada 1983 Getraco tetap juga tidak mau menyetorkan modalnya. Tong terpaksa memberi pinjaman berupa subordinated loan kepada BRG sebesar US$ 14,2 juta. Belakangan BKPM turun tangan. Kedua pihak dipanggil. Di depan pejabat BKPM, Getraco menyatakan justru Tong yang punya utang kepada Getraco yang harusnya dikompensasikan sebagai penyetoran modal. Utang ini meliputi: imbalan pengurusan semua perizinan Penanaman Modal Asing (PMA) untuk Tong sebesar 20% dari US$ 4 juta dolar, atau US$ 800 ribu dolar. Ditambah US$ 1,95 juta, pembagian keuntungan ekspor lilin. Ditambah lagi komisi pembangunan gedung Bank Bumi Daya Plaza di Jakarta karena Tong meminjam bendera (nama) Getraco. Deputy V BKPM, yang menangani sengketa ini, mengeluarkan memo yang menegaskan masalah utang-piutang itu sebaiknya dibawa ke pengadilan. BKPM memberi waktu tiga bulan kepada Getraco untuk menggugat Tong. Jika tidak bisa dibuktikan di pengadilan, utang ini dianggap tidak ada, dan Tong bebas mencari patner baru. Maka Jimmy Herbowo, Direktur Utama Getraco, menggugat Tong Oktober 1992. Selain menuntut utangnya dibayarkan Jimmy, menuduh Tong berusaha menguasai sendiri Batam View dengan melakukan investasi 100% yang sebenarnya tak diperbolehkan. Tong juga dituduh tidak mematuhi ketentuan baru BKPM tentang komposisi saham: 51% saham Indonesia dan 49% modal asing. Pihak Tong tentunya membantah keras. Di pengadilan, Achyar menyelaskan, sesuai dengan akte pendirian BRG, penyetoran modal hanya dapat dilakukan dengan uang tunai atau barang, bukan kompensasi dalam bentuk jasa seperti didalihkan Getraco. Soal pengurusan izin usaha PMA, Tong mengutarakan, BKPM tak pernah memungut biaya pengurusan PMA. Maka tidak masuk akal jika Getraco menuntut biaya mengurus sebesar US$ 800 ribu. Soal komisi pembangunan plaza BBD, menurut Achyar, terlalu dicari-cari. Sebab yang membangun BBD, Tong Tumasek Limited dan BBD, sedangkan Getraco tidak pernah disertakan. Lagi pula Tong Tumasek sama sekali tak punya hubungan bisnis dengan Tong Bros meski pemiliknya kakak beradik. Tong juga menyangkal keras tuduhan ingin menguasai Batam View. Dan soal ketentuan komposisi saham, Achyar mengutarakan, ''Bagaimana mereka akan meningkatkan sahamnya menjadi 51%, bila sekarang nilai modalnya masih saja nol.'' Tapi hakim nyatanya memenangkan Getraco. Dalam keputusannya hakin mengemukakan, ''Tong terbukti melawan hukum dengan mengusahakan sendiri Batam View, tanpa mengikutsertakan patnernya. Ini kan bertentangan dengan Persetujuan Presiden dan UU PMA,'' katanya. Tong juga dinilai tak melaksanakan perjanjian lisan untuk menyetor saham Getraco lewat utangnya. Mengenai utang yang didalilkan Getraco, hakim merasa yakin akan kebenarannya. ''Sebab ada dua saksi dari BKPM yang mengatakan dalam tradisi bisnis, wajar-wajar saja jika ada imbalan dalam menguruskan izin usaha PMA.'' Kuasa hukum Getraco, A Teras Narang, menilai putusan hakim sudah tepat. Bukti-bukti yang dimiliki Getraco, menurut Teras, cukup kuat. Sebagai kontraktor asing yang belum punya izin, Tong memang sering menggunakan nama Getraco. Demikian pula ketika mengurus IMB atau izin di BKPM. ''Jadi wajar kan, kalau untuk imbalannya Getraco minta 5 sampai 7,5%?'' katanya. Tentang imbalan komisi pemakaian nama, kata Narang, juga sudah menjadi tradisi dalam bisnis dan sesuai dengan kesepakatan kedua pihak, kendati cuma lisan. ''Baik Tong maupun Getraco sama-sama keturunan Cina, jadi biasa cincai-cincaian meski transaksinya miliaran,'' kata Teras. Aries Margono dan Nunik Iswardhani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini