DUA tahun belakangan ini, agak aneh, Kantor Catatan Sipil Purwokerto sepi dari pelajar tamatan SLTA yang biasa meminta akta kelahiran. Rupanya, para pelajar itu menemukan "pabrik" akta kelahiran baru di sebuah kantor notaris di Kebumen. "Jelas, perbuatan notaris itu melanggar undang-undang - notaris tidak dibenarkan membuat akta kelahiran," ujar kepala Kantor Catatan Sipil Purwokerto, Darsono. Karena itu, Darsono, April lalu, mengirimkan surat pengaduan ke Pengadilan Negeri Kebumen, Kantor Catatan Sipil Kebumen, gubernur Jawa Tengah, dan tembusannya ke Notaris Sri Muryati, pihak yang diadukan. Notaris Sri Muryati, menurut Darsono, telah melampaui wewenangnya dengan mengeluarkan akta kelahiran itu. Sebab, menurut seperangkat peraturan yang ada, termasuk Keppres nomor 12 tahun 1983, yang berwenang menerbitkan akta semacam itu hanyalah Kantor Caatan Sipil. "Notaris anya berwenang mengeluarkan akta kenal lahir dan akta tentang kedudukan anak," ujar Darsono. Ketua Pengadilan Negeri- Kebumen, Riyanto, membenarkan Darsono. Seorang notaris memang berhak membuat akta-akta seperti perjanjian atau perbuatan hukum. "Tapi hanya terbatas pada akta umum. Tidak semua yang dikehendaki orang harus dituangkan seorang notaris ke dalam sebuah akta," ujar Riyanto lagi. Riyanto meneruskan pengaduan itu ke Pengadilan Tinggi Jawa Tengah. "Saya kini menunggu pertimbangan atasan: jika notaris itu harus dipecat, ya, dipecat," ujar Riyanto. Kasus penyelewengan notaris itu, menurut cerita Darsono, terungkap ketika beberapa orang siswa tamatan SLTA datang ke Kantor Catatan Sipil Purwokerto, karena mengalami kesulitan menggunakan akta kelahiran yang dibuat Notaris Sri Muryati. Para siswa itu mengadu, karena akta kelahiran mereka ternyata ditolak untuk mendaftarkan diri ke perguruan tinggi, termasuk Akabri. "Bahkan ada siswa yang menangis di kantor ini, karena akta kelahirannya tidak berlaku di tempat ia melamar pekerjaan," tambah Darsono. BERDASARKAN pengaduan itu, Darsono menyelidiki praktek Sri Muryati di Kebumen. Ternyata, menurut Darsono, Sri Muryati menerima pesanan dari perantara, yaitu seorang guru SMAN II Purwokerto, Suyono, kakak Sri Muryati sendiri. Suyono itu pula yang membujuk murid-muridnya agar membuat akta secara koiektif. Para pelajar itu, menurut Darsono, dipungut Rp 10.000 sampai Rp. 14.000. Darsono mengatakan tidak tahu persis berapa banyak pelajar yang menjadi korban. "Yang jelas, banyak," kata Darsono. Seorang stafnya memperkirakan sekitar 2.000 akta kelahiran telah dibuat notaris wanita itu untuk para pelajar di daerah itu. Notaris Sri Muryati tidak banyak komentar. "Masalah itu sudah diselesaikan kctua Pengadilan Negeri Kebumen," ujar Sri Muryati. Menurut notaris itu, berdasarkan saran Riyanto, akta-akta yang dikeluarkannya akan dlperbaiki, sehingga kata-kata "akta kelahiran" akan diubah menjadi "akta kenal lahir". Timbulnya pengaduan atas akta yang dikeluarkannya, menurut Sri Muryati, karena ulah sementara pihak yang iri hati dan tidak senang kepadanya. "Oknum yang membuat surat pengaduan itu ingin memfitnah saya," kata Sri Muryati. Ketua Pengadilan Ncgeri Kebumen, Riyanto, membantah keras telah menyelesaikan sendiri persoalan itu. "Saya tidak pernah menyelesaikan, karena yang bisa menyelesaikan bukan saya," ujar Riyanto. Sri Muryati, katanya, memang pernah datang ke rumahnya bersama Suyono. "Waktu itu saya menyarankan agar format akta kelahiran yang ada padanya diganti dengan format akta kenal lahir," ujar Riyanto. Entah bagaimana penyelesaian urusan itu selanjutnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini