Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Arisan kriminal

Peserta arisan rumah di semarang mengadu ke polisi uang mereka digelapkan oleh bandarnya. mereka yang mendapatkan nomor dijanjikan berhak mendapat rumah cicilan. (krim)

17 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH pernah ada contoh. Main arisan, apalagi dalam jumlah besar, besar risikonya. Misalnya, pernah terjadi dalam kasus arisan call yang menghebohkan tempo hari yang melibatkan sejumlah artis dan istri seorang produser film di Jakarta beberapa tahun lalu. Tapi, ternyata peristiwa itu sudah dilupakan, setidak-tidaknya oleh 30 korban "arisan rumah", yang dua pekan lalu mengadu kepada polisi di Semarang. Sekitar pukul 22.00, begitu laporan peserta arisan itu diterima, polisi di sana langsung menciduk sepasang suami istri: Pratikta Rubiana alias Tjun Bun An dan Tina Nindiawati alias Tjoa Giok Tien, dari rumah mereka di Jalan Muara Mas Barat, Semarang. Pasangan ini didakwa menipu dan menggelapkan uang arisan sebesar Rp 63 juta yang mereka terima selama 8 bulan. Di depan polisi Bun An, 46 tahun, dan istrinya Giok Tien, 36 tahun, mengaku menjadi bandar arisan gaya baru itu sejak 11 Januari 1983. Mereka, katanya, bekerja sama dengan PT Tanah Mas, perusahaan yang membangun kompleks perumahan Tanah Mas. Yang mereka jadikan obyek arisan adalah uang muka sebesar 30% dari harga rumah-rumah di kompleks itu, yang harganya Rp 7,5 juta sampai Rp 10 juta per unit. Itu berarti besarnya uang arisan ditetapkan Rp 225 ribu sampai Rp 300 ribu per bulan dan ditarik setiap tanggal 11, setiap bulan. Peserta arisan kelak berhak mendapatkan rumah di kompleks tersebut dengan hanya membayar sisa cicilan yang 70%, dalam jangka waktu 1 sampai 5 tahun. Tawaran ini dijajakan Bun An dan istrinya dua kali seminggu lewat iklan mini di koran Suara Merdeka, Semarang, sejak Januari hingga Juli lalu. Berkat iklan itu, calon peserta arisan cepat diperoleh. Seluruhnya tercatat 30 orang, dan oleh Bun An dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama, 12 orang, diurus istrinya dan kelompok kedua, 12 orang, diurus sendiri. Arisan ditetapkan mulai Januari 1983, akan berjalan selama 1« tahun. Dan sebelum dimulai, semua peserta diharuskan membaca dan menyetujui 37 pasal perjanjian yang disodorkan lewat dua helai kertas yang sudah disiapkan Bun An. Namun, setelah beberapa nomor arisan berlangsung, para peserta yang tak saling kenal itu tak juga diberi daftar: peserta mana yang sudah dapat arisan dan siapa yang belum. "Kami pernah minta, tapi selalu ditolak dengan berbagai alasan," tutur Nyonya Wa Jotomo, salah seorang peserta arisan. Kendati demikian, baru pada undian kedelapan, setelah membayar sekitar Rp 2,1 juta dan tak juga dapat, Nyonya Widjotomo merasa ada sesuatu yang tak beres dengan arisan itu. Lalu, dia mengecek peserta arisan lainnya. Dan benar, ternyata belum satu pun peserta di luar Bun An dan familinya yang mendapat. Beberapa peserta pun sadar dan memutuskan untuk menemui Bun An, dan minta uang mereka dikembalikan. Tapi, bandar itu bersilat lidah, dan meminta penundaan waktu satu bulan. Peserta arisan tak sabar lagi dan mengadukan hal itu kepada polisi. Sampai minggu lalu, polisi masih menyegel rumah suami istri tersebut. Namun, rumah itu kerap didatangi beberapa peserta arisan, dan orang lain yang ingin menagih utang. Antara lain, seorang tukang kerupuk yang dua kaleng kerupuknya belum dibayar keluarga itu. Di antara peserta arisan, ada juga yang mendatangi kantor PT Tanah Mas, pihak yang disebut Bun An sebagai pasangan kerja sama dalam arisan. Namun, di sini pun hasilnya nihil. "Kami tak pernah berkerja sama dengan yang namanya Bun An atau istrinya -- kenal mereka pun tidak," kata E. Resprang Adji, manajer pemasaran perusahaan perumahan itu kepada TEMPO. Begitu pun pada akhirnya dia mengaku, "orang itu memang sering ke mari menawarkan kerja sama, tapi kami tolak."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus