SUDAH pernah ada contoh. Main arisan, apalagi dalam jumlah
besar, besar risikonya. Misalnya, pernah terjadi dalam kasus
arisan call yang menghebohkan tempo hari yang melibatkan
sejumlah artis dan istri seorang produser film di Jakarta
beberapa tahun lalu. Tapi, ternyata peristiwa itu sudah
dilupakan, setidak-tidaknya oleh 30 korban "arisan rumah", yang
dua pekan lalu mengadu kepada polisi di Semarang.
Sekitar pukul 22.00, begitu laporan peserta arisan itu diterima,
polisi di sana langsung menciduk sepasang suami istri: Pratikta
Rubiana alias Tjun Bun An dan Tina Nindiawati alias Tjoa Giok
Tien, dari rumah mereka di Jalan Muara Mas Barat, Semarang.
Pasangan ini didakwa menipu dan menggelapkan uang arisan sebesar
Rp 63 juta yang mereka terima selama 8 bulan.
Di depan polisi Bun An, 46 tahun, dan istrinya Giok Tien, 36
tahun, mengaku menjadi bandar arisan gaya baru itu sejak 11
Januari 1983. Mereka, katanya, bekerja sama dengan PT Tanah Mas,
perusahaan yang membangun kompleks perumahan Tanah Mas. Yang
mereka jadikan obyek arisan adalah uang muka sebesar 30% dari
harga rumah-rumah di kompleks itu, yang harganya Rp 7,5 juta
sampai Rp 10 juta per unit. Itu berarti besarnya uang arisan
ditetapkan Rp 225 ribu sampai Rp 300 ribu per bulan dan ditarik
setiap tanggal 11, setiap bulan.
Peserta arisan kelak berhak mendapatkan rumah di kompleks
tersebut dengan hanya membayar sisa cicilan yang 70%, dalam
jangka waktu 1 sampai 5 tahun. Tawaran ini dijajakan Bun An dan
istrinya dua kali seminggu lewat iklan mini di koran Suara
Merdeka, Semarang, sejak Januari hingga Juli lalu.
Berkat iklan itu, calon peserta arisan cepat diperoleh.
Seluruhnya tercatat 30 orang, dan oleh Bun An dibagi dalam dua
kelompok. Kelompok pertama, 12 orang, diurus istrinya dan
kelompok kedua, 12 orang, diurus sendiri. Arisan ditetapkan
mulai Januari 1983, akan berjalan selama 1« tahun. Dan sebelum
dimulai, semua peserta diharuskan membaca dan menyetujui 37
pasal perjanjian yang disodorkan lewat dua helai kertas yang
sudah disiapkan Bun An.
Namun, setelah beberapa nomor arisan berlangsung, para peserta
yang tak saling kenal itu tak juga diberi daftar: peserta mana
yang sudah dapat arisan dan siapa yang belum. "Kami pernah
minta, tapi selalu ditolak dengan berbagai alasan," tutur Nyonya
Wa Jotomo, salah seorang peserta arisan.
Kendati demikian, baru pada undian kedelapan, setelah membayar
sekitar Rp 2,1 juta dan tak juga dapat, Nyonya Widjotomo merasa
ada sesuatu yang tak beres dengan arisan itu. Lalu, dia mengecek
peserta arisan lainnya. Dan benar, ternyata belum satu pun
peserta di luar Bun An dan familinya yang mendapat. Beberapa
peserta pun sadar dan memutuskan untuk menemui Bun An, dan minta
uang mereka dikembalikan. Tapi, bandar itu bersilat lidah, dan
meminta penundaan waktu satu bulan. Peserta arisan tak sabar
lagi dan mengadukan hal itu kepada polisi.
Sampai minggu lalu, polisi masih menyegel rumah suami istri
tersebut. Namun, rumah itu kerap didatangi beberapa peserta
arisan, dan orang lain yang ingin menagih utang. Antara lain,
seorang tukang kerupuk yang dua kaleng kerupuknya belum dibayar
keluarga itu.
Di antara peserta arisan, ada juga yang mendatangi kantor PT
Tanah Mas, pihak yang disebut Bun An sebagai pasangan kerja sama
dalam arisan. Namun, di sini pun hasilnya nihil. "Kami tak
pernah berkerja sama dengan yang namanya Bun An atau istrinya --
kenal mereka pun tidak," kata E. Resprang Adji, manajer
pemasaran perusahaan perumahan itu kepada TEMPO. Begitu pun pada
akhirnya dia mengaku, "orang itu memang sering ke mari
menawarkan kerja sama, tapi kami tolak."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini