Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi Fachrizal Afandi menyarankan revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP mengatur penggunaan hakim komisaris sebelum perkara pidana memasuki persidangan. Afandi mengatakan penggunaan hakim komisaris sebagai bentuk pengawasan yudikatif terhadap kewenangan polisi dan jaksa saat melakukan penyidikan dan penuntutan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Afandi menjelaskan, penggunaan hakim komisaris bertujuan agar tindakan dan perilaku aparat penegak hukum dalam proses penyidikan dan penuntutan dapat diawasi. Dia mengatakan hakim komisaris akan memastikan proses pengumpulan barang bukti dilakukan sesuai aturan dan tidak melanggar hak asasi manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dipakainya hakim komisaris dalam sistem peradilan pidana, Afandi melanjutkan, bisa mencegah terjadinya praktik pemolisian secara sewenang-wenang. Selain itu, Afandi juga menyarankan dalam RUU KUHAP juga memuat ketentuan yang mengacu pada prinsip exclusionary rules. Prinsip ini mengatur bahwa alat bukti yang diperoleh dengan menggunakan kekerasan dan melanggar HAM tidak bisa digunakan dalam persidangan.
"Sehingga bukti turunan dari penyidikan ketika prosesnya dilakukan secara sewenang-wenang juga dinyatakan tidak sah," katanya,
Afandi mengatakan selama ini efektifitas penyidikan oleh polisi di Indonesia sangat rendah. “Dalam hal efektifitas penyidikan, Indonesia menduduki peringkat 97 dari 100 negara dengan poin hanya 0,35 persen,” kata Afandi dalam seminar hukum bertema Reposisi Polri dalam Sistem Peradilan Pidana yang disiarkan secara langsung, Kamis, 30 Januari 2025.
Afandi melanjutkan, dalam RUU KUHP harus memuat ketentuan yang mengacu pada prinsip exclusionary rules. Prinsip ini mengatur bahwa alat bukti yang diperoleh dengan menggunakan kekerasan dan melanggar HAM tidak bisa digunakan dalam persidangan.
"Sehingga bukti turunan dari penyidikan ketika prosesnya dilakukan secara sewenang-wenang juga dinyatakan tidak sah," katanya.
Sebelumnya, Komisi bidang Hukum DPR menggulirkan pembahasan Rancangan RUU KUHAP pada Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025. “Komisi III akan segera menyusun dan membahas RUU KUHAP pada masa sidang ini,” kata Ketua Komisi III Habiburokhman pada Rabu, 22 Januari 2025.
Komisi III menargetkan penyusunan draf dan naskah akademik selesai pada masa sidang ini. “Dan masa sidang berikutnya akan segera dibahas sebagai RUU inisiatif DPR,” ujar politikus Gerindra ini.
Habiburokhman menargetkan KUHAP hasil revisi bisa berlaku bersamaan dengan berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada 1 Januari 2026.
Dia mengatakan semangat politik hukum KUHAP harus sama dengan semangat politik hukum yang terkandung dalam KUHP.
“Pentingnya pengesahan ini karena KUHAP adalah hukum formal yang mengoperasikan pemberlakuan KUHP sebagai hukum materil,” ujarnya. Dia juga siap menerima masukan dari masyarakat selama penyusunan draf dan pembahasan aturan tersebut.
“Kita mulai dari nol, ini RUU inisiatif DPR, silakan dari kalangan masyarakat termasuk institusi penegak hukum untuk menyampaikan masukan," kata Habiburokhman.
Pilihan Editor: Revisi KUHAP, Akademikus Minta Pengawasan terhadap Polisi dalam Penyidikan Diperketat